Bertemu Pria Menyebalkan
"ITU DIA! KEJAAARRR!"
“Aisshh ... sialan!” Hanna yang melihat beberapa orang sedang berlari ke arahnya itu sontak langsung ikut berlari juga menghindari orang-orang itu.
Untuk menghindari pria-pria bertubuh besar itu, ia akhirnya memasuki gang perkampungan. Berlari sekencang mungkin dan berbelok-belok melewati gang hingga akhirnya, matanya melihat sebuah rumah kontrakan petak yang kamar mandinya berada di luar. Ia lalu berlari ke arah sana dan langsung bersembunyi di dalam kamar mandi itu.
Dengan nafas yang tersengal, Hanna merogoh saku celananya mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
“Beresi semua baju-baju kita dan tunggu kakak di perempatan jalan dekat toko roti," ucap Hanna dengan nada suara yang berbisik pelan.
Pip!
Sebelum menunggu jawaban dari orang yang ia telfon, Hanna langsung mematikan sambungan teleponnya dan kembali memasukkan lagi ponselnya itu ke dalam saku celananya. Dia lalu menyandarkan kepalanya pada pintu kamar mandi dengan napas yang masih tersengal.
Setelah dirasa aman, Hanna akhirnya membuka sedikit pintu kamar mandi itu dan mengintip.
Perlahan, dengan langkah yang pelan Hanna keluar dari gang, matanya melihat ke segala arah menakuti orang-orang yang mengejarnya tiba-tiba saja datang dan menyergapnya.
“Sepertinya sudah aman,” gumam Hanna. Dia lalu berjalan cepat hendak menemui sang adik di tempat yang sudah tadi dia katakan.
“HEEIIII ... ITU DIA! WANITA SIALAN!JANGAN KABUR!”
Hanna yang mendengar teriakan itu sontak langsung menoleh ke arah belakang, dia melihat orang-orang yang tadi mengejarnya itu keluar dari gang lain dan kembali berlari ke arahnya.
“Ya ampun! Kenapa hari ini aku sial banget! Ini semua gara-gara si Alexi sialan!” gumam Hanna, ia lalu kembali berlari lagi sekencang mungkin untuk menghindari mereka.
Setelah lumayan jauh berlari, matanya melihat ke arah sebuah mobil jenis sedan yang tengah berhenti di persimpangan jalan lampu lalu lintas.
Tanpa pikir panjang, Hanna langsung berlari ke arah mobil itu karena menakuti lampu lalu lintas akan segera berubah warna menjadi warna hijau dan semua mobil yang berada di sana melaju sampai akhirnya nanti dia akan kesusahan untuk menyebrang jalan.
Dia tidak mungkin berlari berlawanan arah karena itu sama saja dengan bunuh diri karena seolah menyerahkan diri pada orang-orang itu.
Hanna juga tidak mungkin berlari ke arah jalan yang lain karena itu akan membuat jaraknya semakin jauh dengan tempat di mana dia menemui adiknya.
Tok tok tok.
"Mas? Tolong saya, Mas! Saya mohon," ucap Hanna seraya mengetuk kaca mobil itu.
Pintu kaca mobil itu akhirnya terbuka. “Apa yang kamu lakukan hah?” tanya seorang pria yang terduduk di kursi pengemudi.
“Tolong saya, Mas. Saya mohon! Saya sedang dalam bahaya," ucap Hanna. Matanya melihat ke arah belakang dan orang-orang yang mengejarnya tadi terlihat semakin dekat dengannya. “Ayolah ... saya mohon!"
“Kamu gila!"
“Saya waras! Saya hanya butuh bantuan anda. Saya mohon ....”
Lampu merah yang berada di depan itu berubah warna menjadi warna hijau. Suara klakson mobil dari belakang mulai terdengar agar mobil di mana Hanna meminta bantuan itu segera melaju
“Ck! Sialan!” Pria itu akhirnya mau tidak mau membuka kunci pintu mobil dan dengan segera Hanna langsung masuk ke mobil pria itu.
Mobil akhirnya melaju melewati lampu lalu lintas dan orang-orang yang tadi mengejar Hanna nampak menghentikan langkah. Mata mereka juga nampak melihat ke arah mobil yang membawa Hanna.
Mobil dimana Hanna menumpang itu akhirnya melaju melewati lampu lalu lintas. Hanna duduk bersandar seraya mengatur napas yang tak beraturan karena begitu sangat kelelahan. Ia lalu menoleh melihat ke arah pria yang terduduk di sampingnya dan lantas berkata, “Terima kasih."
Pria itu tak menjawab, dia terus mengemudikan mobilnya dan menatap lurus pada jalanan.
Selang beberapa menit kemudian, pria itu menghentikan laju mobilnya di tepi jalan.
“Ke—kenapa berhenti?” tanya Hanna.
“Kamu tadi masuk ke dalam mobilku karena menghindari orang yang mengejarmu, kan? Sekarang mereka sudah tertinggal jauh di sana dan tidak akan mungkin mengejarmu lagi. Sekarang keluar dari mobilku!”
“Hm, Mas? Bisa gak saya turunnya di lampu merah yang di depan? Saya harus nemuin adik saya di sana dan jaraknya dari sini lumayan jauh,” ucap Hanna.
“Engga! Keluar!"
“Tapi, Mas—" Ucapan Hanna terhenti saat matanya malah sudah lebih dulu melihat seorang pria yang tengah berjalan di seberang jalan.
Hanna melihat Alexi sang mantan kekasih yang membuat hidupnya berantakan tengah berjalan sendirian. “Dasar pria sialan!”
“Apa kamu bilang? Kamu mengatai aku apa?” tanyanya menatap Hanna dengan tatapan kaget. “Aku sudah menolong kamu dan kamu malah mengataiku? Kamu memang tidak tahu terima kasih!”
“H—hah? Eng—enggak kayak begitu, Mas. Bukan anda yang saya umpat. Tapi orang itu," ucap Hanna seraya menunjuk Alexi di seberang jalan.
Pria itu lantas menoleh melihat ke arah yang Hanna tunjuk, terlihat seorang pria yang tengah berjalan sendirian. Namun dia tidak terlalu memperdulikannya dan kembali menatap Hanna lagi. “Aku tidak menerima alasan! Sekarang keluar dari mobilku!” ucapnya sarkas menatap Hanna dengan tatapan kesal.
Hanna yang melihat wajah pria itu terlihat marah dan berbicara padanya dengan sarkas itu mulai merasa kesal juga. Padahal sejak tadi dia sudah berbicara selembut mungkin.
“Ini juga mau keluar, Mas! Biasa aja dong! Btw, terima kasih udah nolongin saya!” ucap Hanna dengan nada yang ketus, ia lalu melepas seat belt seraya kembali berkata, “Saran saya jangan terlalu ketus sama orang, nanti gak ada perempuan yang mau! Percuma ganteng kalau galak, perempuan ilfeel duluan, Mas." Hanna lantas keluar dari mobil dan menutup pintu dengan sangat kasar.
Brak!
Elov, pria yang mobilnya ditumpangi oleh Hanna itu memejamkan mata saat Hanna menutup pintu mobilnya dengan sangat kasar. Sedang Hanna, gadis itu terlihat menyebrang jalan untuk menghampiri Alexi.
“Cih!” Elov mendecih sinis saat Hanna keluar dari mobilnya.
Drrrtt drrttt
Elov merogoh saku kemeja yang tertutup jas kerjanya, dia mengambil ponsel dan menatap layar handphonenya.
Tertera nama Enos.
Elov lantas langsung menggeser panel hijau di layar ponselnya itu. "Halo?"
[Aku sudah berhasil mendapatkan data siapa yang menjadi selingkuhan kekasihmu. Aku akan mengirimkan foto pria itu sekarang.]
“Oke,” jawab Elov.
Elov mematikan sambungan teleponnya, dia menunggu foto yang akan sekertaris sekaligus orang kepercayaannya kirim ke nomornya.
Tak lama kemudian, Enos akhirnya mengirimkan foto itu.
Elov langsung mengklik foto yang Enos kirimkan, dahinya mengernyit saat melihat foto pria di layar ponselnya itu. Dia lantas menoleh ke arah kanannya dan melihat wanita yang tadi berada di mobilnya itu terlihat sedang berdebat dengan seorang pria.
Pria yang sama dengan pria yang berada di layar ponselnya. Elov terus memperhatikan mereka yang tengah berdebat.
Tak lama, dia juga melihat wanita itu yang mendaratkan sebuah tamparan di pipi pria itu, lalu mengarahkan lutut kakinya di perut pria itu hingga si pria terlihat mengaduh kesakitan seraya memegang perutnya.
Elov yang melihatnya juga menyeringai, seolah merasakan bagaimana sakitnya. Dia lalu kembali menatap layar ponselnya lagi untuk menghubungi Enos.
Tuuttt
[Halo?]
“Nos? Cari tahu siapa pria ini, termasuk siapa saja wanita yang pernah dekat dengan dia.”
Bersambung