8. Kematian Ernesto

1114 Words
Kereta kuda hitam yang mengkilap di bawah teriknya sinar matahari sore membawa Dowager Duchess of Windshire dan pelayan pribadinya, Liliana ke kastil Boswell. Olivia terus memandang ke arah jendela kereta kuda dan ia sibuk sendiri dengan pikirannya. Berita kematian Marquess of Blackmore memang sudah membuat Olivia terkejut. Apa lagi Ernesto terlibat dengan semacam organisasi rahasia. Liliana memperhatikan majikannya dengan wajah cemas dan gelisah. Ia tidak berani bicara. Mulutnya kembali menutup sebelum ia mengeluarkan kata-kata. Liliana memilih untuk diam. Jalanan yang tidak rata beberapa kali membuat kereta kuda bergoncang dengan keras. Akhirnya mereka tiba di kastil. Seorang pelayan pria berseragam biru sudah menunggu kedatangan mereka. Kereta kuda berhenti tepat di depan pintu masuk kastil. Pelayan itu membuka pintu dan membantu Olivia turun. Liliana turun setelahnya dan mengikutinya dari belakang. "Di mana Adriel?"tanya Olivia kepada salah satu pelayan wanita yang kebetulan lewat di depannya membawa setumpuk seprei bersih. "Selamat sore Ma'am! Lord Adriel berada di perkebunan dan belum kembali sejak siang." "Jika dia sudah kembali, suruh dia menemuiku di kamar." "Baik Ma'am." Olivia menaiki tangga bersama dengan Liliana menuju kamar. Pelayan itu membantunya melepas gaunnya dan menggantinya dengan yang baru, lalu ia juga membantu Olivia membuka tatanan rambutnya dan menyisirnya, lalu kembali menatanya. Setelah menuangkan teh, Liliana pergi dari kamar. Olivia pergi ke balkon kamar. Angin sepoi-sepoi berhembus pelan membawa serta aroma bunga dan bau rerumputan. "The Black Skulls," gumamnya. Mau tidak mau Olivia merasa penasaran dengan organisasi yang diberitahukan oleh Angelica kepadanya. *** Angelica sudah tiba di rumah sakit bersama Bernard dan langsung di bawa ke ruang jenazah. Angelica membuka kain yang menutupi wajah jenazah pria di depannya dengan tangan gemetar berharap itu bukan suaminya. "TIDAAAAK." Angelica berteriak histeris dan menangis tidak ingin mempercayai apa yang dilihatnya. "Enesto, bangunlah! Ini aku. Bangunlah!" Angelica mengguncang-guncang tubuh suaminya yang sudah tidak bernyawa. Bernard langsung menjauhkan Angelica. "Tenanglah, Nyonya! " "Seharusnya ini tidak terjadi," kata Angelica disela tangisannya. "Siapa yang sudah membunuhmu?" "Itulah yang ingin kami tanyakan kepada Anda. Ayo ikut saya!" Angelica menurut ketika Bernard menuntunnya ke ruangan lain. Ia memberikan air minum kepada Angelica. "Terima kasih." Angelica kembali tenang. Wajahnya terlihat lelah dan kusut. Jejak air mata masih membasahi wajahnya. "Saya turut berduka cita atas kematian suami Anda." "Terima kasih." "Untuk keperluan penyelidikan, saya butuh beberapa informasi dari Anda. Jadi itu benar-benar suami Anda?"tanyanya sambil memegang buku bersampul coklat lusuh. Angelica mengangguk lemah. "Apa suami Anda mempunyai musuh?" "Sepertinya ada." "Siapa?" Angelica memandang Bernard untuk memastikan apa ia boleh mempercayai polisi itu. "Nyonya?" "Ah maaf." "Apa bisa kita lanjutkan lagi?" Angelica kembali mengangguk. "Bagus. Silahkan jawab pertanyaan saya tadi!" "Jika aku mengatakannya apa Anda akan percaya padaku?" "Apa pun yang akan Anda katakan akan menjadi informasi penting untuk kami." Angelica nampak ragu dan tidak yakin dengan apa yang akan disampaikannya. Jari-jari tangannya bergerak gelisah meremas gaun yang berada dipangkuannya. "Suamiku, dia terlibat dengan suatu organisasi rahasia yang cukup berbahaya." Bernard menautkan kedua alisnya. "Lanjutkan?" "Aku rasa salah satu dari anggota mereka yang melakukannya." "Kenapa salah satu dari anggota itu membunuh suami Anda?" "Karena suamiku sudah tidak ingin melakukan tugas yang diberikan oleh mereka lagi." "Apa yang tugas mereka berikan kepada suami Anda?" "Untuk membunuh Lady Rosabella Maxwell." Bernard berusaha menyembunyikan keterkejutannya. "Kenapa mereka menyuruh suami Anda membunuh Lady Rosabella?" "Mereka tidak mengatakan alasannya." "Kenapa suami Anda bisa terlibat dengan organisasi berbahaya itu?" "Suamiku terpaksa menjadi orang suruhan mereka sebagai imbalan melunasi hutang-hutangnya." "Apa nama organisasi itu?" Angelica nampak ketakutan, jika ada orang yang mendengar mereka. Ia membisikkannya di telinga Bernard. "The Black Skulls." "Baiklah. Saya rasa sudah cukup pertanyaan saya sampai di sini. Saya akan mengantar Anda pulang." "Bagaimana dengan jenazah suamiku?" "Tidak perlu cemas. Kami akan mengantarkan jenazah suami Anda setelah selesai diotopsì." "Baiklah." Bernard membukakan pintu kereta kuda yang sudah terpakir di depan pintu rumah sakit. Angelica masuk disusul Bernard. Kereta kuda mulai berjalan setelah Bernard memberikan tanda dengan mengetuk atap kereta. *** Matahari mulai tenggelam saat Adriel kembali ke kastilnya. Lilin-lilin di dalam kastil mulai dinyalakan satu per satu. Ketika Adriel akan menaiki tangga, seorang pelayan pria memanggilnya. "My Lord." "Ada apa, Jonah?" "Ibu Anda menyuruh Anda untuk menemuinya di kamar." "Baiklah. Terima kasih." Adriel langsung menuju kamar ibunya yang berada di sebelah kamarnya. Ia mengetuk pintu. "Ini aku, Adriel." "Masuklah!" Olivia menutup buku yang dibacanya saat melihat Adriel masuk. Ia beranjak dari kursi goyangnya. "Ada apa Ibu mencariku?" "Duduklah!" Adriel duduk di sofa dekat jendela. "Bagaimana perkebunan dan peternakan?" "Semuanya berjalan dengan lancar dan sepertinya aku butuh beberapa b***k lagi untuk mengurus perternakan." "Kamu pergilah ke pasar untuk membeli beberapa b***k yang kamu inginkan." "Aku akan ke sana besok." "Ibu sudah bertemu dengan Angelica." Adriel langsung menegakkan tubuhnya. "Seperti yang kami katakan suami istri Hallbrook memang menyembunyikan sesuatu." "Apa yang dikatakan oleh Lady Angelica?" "Ernesto terlibat dengan organisasi berbahaya bernama The Black Skulls untuk membayar semua hutangnya." "Wow. Ini sungguh menarik. Lalu?" "Ada polisi yang datang ke estat mereka dan memberitahu Angelica kalau suaminya ditemukan meninggal di tepi sungai Thames." Adriel sangat terkejut dengan berita kematian Ernesto. Ia masih tidak percaya pria itu sudah meninggal. "Kenapa dia bisa meninggal?" "Ibu tidak tahu mungkin ada seseorang yang membunuhnya." "Ernesto dibunuh oleh siapa?" "Ibu juga tidak tahu. Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali berita pembunuhan. Adriel, kamu harus hati-hati. Ibu tidak ingin kamu terlibat dengan orang-orang jahat. Ibu tidak mau kejadian yang menimpa istri dan anakmu terulang kembali." "Ibu tidak perlu cemas. Aku akan baik-baik saja." Adriel tersenyum berusaha menghibur keresahan hati ibunya. Wajah tampannya tampak sayu dan lelah setelah mengurus perkebunan dan peternakannya. Rambut coklatnya yang selalu disisir rapih, sekarang nampak berantakan tertiup angin selama ia berkuda hampir seharian. "Aku mau istirahat dulu sebelum waktu makan malam tiba." "Kamu memang butuh istirahat." Adriel keluar dari kamar ibunya menuju kamarnya. Lorong-lorong kastil sudah ditelan oleh kegelapan dan cahaya lilin hanya berada di ujung lorong. Di dalam kamar, Adriel segera melepaskan kemeja putihnya dan berbaring di tempat tidur. Di benaknya kemudian muncul wajah Lady Rosabella yang selalu menarik perhatiannya beberapa hari terakhir ini. Kecantikannya sudah membuatnya terpesona. Sejak ia bertemu dengan gadis itu di pesta, Adriel memutuskan tidak datang lagi ke pesta malam ini di estat Marcus. Baginya wanita lajang yang datang ke pesta itu sudah tidak menarik perhatiannya lagi. *** Hari sudah malam ketika Bernard menemui Arthur di estatnya setelah mengantar Angelica pulang. Suasana estat terlihat sangat sepi. Lilin-lilin menyala dengan sangat terang. Seorang pelayan menghampirinya. "Saya ingin bertemu dengan Lord Ridgely. Katakan saja kepadanya Bernard Buchanan ingin bertemu dengannya." "Saya tidak tahu apa My Lord bisa bertemu. dengan Anda. Tunggulah di sini!" Bernard menunggu di pintu masuk. Tubuhnya merasa kedinginan, karena angin malam berhembus dengan kencang. Tidak lama kemudian pelayan tadi kembali mendatanginya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD