SERVIS TAMBAHAN

1009 Words
Xander POV Akhirnya kami tiba di apartmentku. kenapa kubawa Elsa ke apartment? karena aku tak mau membawanya terlalu masuk ke dalam kehidupan pribadiku terlalu dalam, perjanjian ini hanya untuk dua tahun dan setelah itu kami akan kembali ke hidup masing-masing dan anak kami akan tinggal bersama kedua orang tua ku di Toronto. Itulah rencanaku, selain itu juga nyatanya aku memang merasa lebih nyaman tinggal di apartment ini, karena aku selalu tinggal seorang diri saja. jadi dibandingkan tinggal di mansion yang terlalu besar bagiku dan semakin menambah rasa kesepianku, maka aku memilih nyaman tinggal di apartment ini.  "Elsa, istirahatlah. Kamarmu ada disebelah kamarku dan sudah dirapikan." Ucapku pada Elsa yang sedari tadi berputar ditempat dia berdiri mengamati apartment ku dengan raut wajah aneh karena kebingungan.  "Xander, apa kita tidak salah masuk apartment?" Tanyanya. "Tidak, kenapa kau bertanya seperti itu?" Sahutku heran.  "Kau benar pemilik XXL Corp?" Tanyanya lagi. "Kau butuh bukti apa? Sertifikat perusahaan? Aku ini benar-benar pemilik XXL Corp, kenapa kau meragukan aku?" Kataku lagi masih heran dengan pertanyaan Elsa.  "Xander, tapi apartment ini kecil sekali dibanding dengan penthouse yang tadi, kenapa kekayaan mu tak sebanding dengan tempat tinggalmu?" Tanya Elsa yang membuatku seketika langsung tertawa terbahak-bahak. "Xander, apa kau kehabisan uang untuk membayar ku? sehingga harus menjual seluruh hartamu dan tinggal di apartment kecil ini?" Tanya Elsa lagi yang membuatku semakin keras tertawa sampai aku terduduk di sofa.  "Elsa, sudahlah! kau istirahatlah saja, tak usah memikirkan diriku yang bangkrut ini demi menyewamu. Kau harus bersiap besok karena kita akan bertemu dengan orangtuaku." Ucapku masih sambil tertawa karena wajah Elsa masih bingung.   "memangnya cuma kamu yang bisa membuat orang penasaran? Aku juga akan sedikit membuatmu penasaran padaku."  Batinku senang bisa mengerjain Elsa.   Elsa POV Aku terus memandang sekelilingku, memperhatikan dengan bingung mengapa Xander hanya tinggal di apartment yang biasa saja seperti ini? penthouse di hotel ayahku jauh lebih luasa dan mewah daripada apartment ini. Mungkinkah tarif yang kuminta terlalu tinggi? sehingga dia harus menjual rumah mewahnya dan tinggal disini? "Kasian Xander harus tinggal di apartment kecil ini. Tapi sepengetahuanku XXL Corp tak akan bisa bangkrut kecuali tangan Tuhan yang bekerja menjatuhkannya." Pikirku dalam hati.   Baru sebentar aku merebahkan diri di kasur, teleponku sudah berbunyi dan tertulis "mommy b***h" "Huh...apalagi yang kau inginkan?"  batinku langsung merasa kesal, tapi aku harus mengangkat telepon nya atau dia akan kembali mengganggu anak-anakku di rumah.   "Ya mom, ada apa?" Tanyaku dengan rasa malas. "Bagaimana tamu yang terakhir? Berapa dia sanggup membayarmu? Jangan lupa ya bagian mommy." Sahut mom. "Jangan khawatir aku tak pernah lupa bagianmu, tapi dia baru akan membayarku 2 tahun lagi, karena aku dikontrak sewa olehnya selama 2 tahun." Sahutku berbohong padahal kenyataannya Xander sudah membayarku penuh diawal tadi. "What's?!!! 2 years?!!!" Teriak mom yang spontan membuatku menjauhkan smartphoneku dari telinga. suara mommy benar-benar memekik di telingaku. "Are you crazy?!! Kau bisa hamil dear..." Ucap mom seolah-olah dia mencemaskan aku. "Memang itu yang dia inginkan dariku. Dia ingin aku hamil anaknya dan setelah itu aku baru mendapatkan bayaranku." Ucapku dengan santai berbohong lagi. "Stupid girl!!! Kalau kau hamil bagaimana dengan bisnis mom selanjutnya?! Mom akan ambil satu anakmu untuk menggantikanmu menjadi stok mom disini." Sahut ibuku.   Sudah kutebak arah pembicaraan ini, dia bukan mencemaskan aku tapi menginginkan Anna atau anak lainnya untuk menggantikan aku menjadi jalang di club nya. "STOP MOM!!! BERANI KAU SENTUH SALAH SATU ANAKKU, AKU TAK SUNGKAN MENCABUT SELURUH FASILITASMU DAN KULAPORKAN KAU KE POLISI! JANGAN MENANTANG DIRIKU MOM!!! INGAT ITU!!!" teriakku padanya dan langsung mengakhiri panggilan lalu melempar smartphoneku sembarang arah dengan kesal tanpa melihat kemanapun.   Pletak! "AUWCH...SHIT!!!" teriak  Xander sambil memegang hidungnya yang terkena lemparan smartphoneku. Aku sangat terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu kamarku yang terbuka entah sejak kapan. "Sorry Xander....sorry, I'm so sorry, aku tak tahu kalau ada kau disitu, maaf ya aku tak sengaja...maaf  Xander." ucapku buru-buru menghampirinya dengan rasa bersalah, dan melihat keadaan hidungnya.Merah, tapi beruntung tidak sampai berdarah. "Ada apa? Siapa yang telepon? Kenapa kau berteriak marah-marah seperti tadi?" Tanya Xander sambil terus mengelus hidungnya. "hmmmmm itu...itu....itu bukan siapa-siapa" sahutku berbohong dengan tersenyum menutupi rasa gugupku. "Ibumu? Apalagi yang dia inginkan darimu?" Tanya Xander lagi. aku menghela napas panjang dan menyerah padaya. "Sepertinya percuma aku berbohong padamu, kau sudah mendengar semuanya kan?" Ucapku sambil berbalik berjalan ke arah kasur dan duduk di pinggiran tempat tidur. "Ibuku langsung menjadi gila saat aku memberitahunya bahwa aku disewa olehmu selama  2 tahun. Dia meminta uang bagiannya dan meminta aku memberikan salah satu anakku untuk menggantikan diriku, itulah yang membuatku sangat marah. Aku bingung, kesal dan marah bila dia mengusik anak-anakku, aku harus secepatnya mencari tempat baru untuk mereka supaya mereka aman jika tinggal jauh dari ibuku. Huh! aku pusing sekali!" Jelasku sambil melemparkan tubuhku ke belakang berbaring ke kasur.  "Tenanglah, kau pasti bisa mengatasinya, kau bukan gadis lemah Elsa, aku tahu itu. Aku yakin kau pasti bisa mengatasinya." Ucap Xander yang tiba-tiba juga sudah ikut berbaring di sampingku sambil menopang kepalanya dengan tangannya dan menghadap ke arahku.  "Bagaimana kau bisa seyakin itu padaku? kau mengenalku belum juga sehari penuh. Sesungguhnya aku bukan wanita yang kuat seperti yang ada di kepalamu itu." sahutku menoleh padanya. "Entahlah, tapi aku yakin kau pasti bisa melawan ibumu yang gila itu dan menyelamatkan anak-anakmu." ucapnya lagi. Aku menghela nafasku lalu menggangti posisiku menjadi miring dan menghadap tepat ke wajahnya. Kulihat hidungnya menjadi merah karena lemparan ku. "Maaf....hidungmu jadi merah" ucapku meyesal sambil memegang hidungnya. "Mungkin kalau kamu menciumnya rasa sakitnya akan hilang." ucap Xander sambil tersenyum sangat menggoda gairahku. "Jangan harap!!! Kau mau bayar tambahan servisku dengan apalagi huh?!" Ucapku sinis sambil berdiri dari kasur. Kusadari wajahku memanas digoda seperti itu.....semoga tidak memerah... malu rasanya.   "Ya anggap saja sebagai ciuman maafmu, hanya di hidung bisa kan?" Ucap Xander sambil terkekeh. "Jangan mimpi!!! Aku lapar! aku akan memasak makan malam dulu, kuharap kau masih punya persediaan bahan makanan secara kau terlihat hampir bangkrut karena menyewaku untuk dua tahun." sahutku sambil berjalan keluar kamar meninggalkan dia yang sedang berbaring di tempat tidurku. "Aku ikut...aku juga lapar." Ucap Xander langsung bangun dan mengikutiku keluar kamar. "Apa kau yakin bisa memasak makan malam?" tanyanya lagi sangat terdengar meragukan kemampuanku dan membuatku semakin  jengah, karena dia selalu merendahkan dan meragukan orang lain. "Makan saja apa yang kumasak, daripada kau kelaparan. Sudah hampir Bangkrut tapi masih saja sombong dan menghina orang lain!" sahutku sambil mulai memeriksa persediaan makanan yang ada di lemari pendinginnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD