"Yang Mulia!" Anne menatap kaget pemuda yang datang bahkan setengah menjerit, mulutnya buru-buru ia tutup dengan tangan dan tanpa sadar ia melangkah mundur. Adalah hal yang tidak sopan juga tidak dibenarkan bagi seorang pria bangsawan masuk ke kamar wanita terhormat sebelum menjadi suami istri atau bertunangan.
"Ah ... maaf."
Pemuda itu menepuk keningnya sendiri sebelum mengembuskan napas penuh rasa penyesalan, menatap ke arah para pelayan wanita yang mengelilingi Margareth dengan tatapan sulitnya.
"Aku buru-buru, dan aku harap kalian menutup mata kali ini. Satu hal lagi, bisakah aku dan Margareth bicara berdua?" tanya si pangeran sebelum memandang Margareth lekat-lekat. Anne mengerutkan kening, pelayan wanita itu membungkukkan badannya dalam-dalam sebagai itikad penyesalan.
"Maafkan hamba Yang Mulia, tetapi Nona Margareth ...."
"Tidak apa-apa Anne, tidak apa-apa, aku akan bicara dengan Putra Mahkota. Tinggalkan kami," jawab Margareth memotong ucapan Anne, sementara si pelayan wanita hanya menatap Margareth dengan wajah tidak rela. Namun, si pelayan yang tidak bisa membantah lagi ini cuma bisa mengangguk, membungkukkan badannya lalu berjalan keluar meninggalkan dua orang tersebut dalam kamar.
"Maggy, aku ... aku tahu aku salah. Aku benar-benar menyesal karena apa yang terjadi kemarin, aku minta maaf." Pemuda bersurai hitam legam itu menundukkan wajah, terlalu merasa bersalah untuk menatap Margareth. Margareth menahan senyum, dirinya terlalu bahagia untuk berpura-pura sedang marah. Pangeran yang Hades siapkan untuknya tidak mengecewakan, bahkan jauh dari apa yang Margareth bayangkan. Pemuda di hadapannya ini seolah-olah keluar dari buku cerita fantasi.
"Aku tidak marah lagi, tetapi hari ini bisakah temani aku seharian?"
Pemuda yang tengah menunduk tersebut spontan mendongak dengan senyum yang mengembang, ia buru-buru mendekati Margareth untuk menggenggam tangan Margareth erat. Bola mata merahnya menatap Margareth tanpa teralih pada apapun, hingga Margareth merasa jika ia gadis paling cantik di dunia seperti keinginannya.
"Sungguh? Aku harap kau tidak mengelabuiku. Aku akan ... menangis jika aku tahu kau masih menahan marah padaku, dan berencana membalas. Aku janji dengan segenap hati, aku akan temani kau seharian, akan ke mana kita? Ibu kota? Aku setuju, atau kau mau lihat gaun baru yang akan kau pakai untuk pesta malam nanti?" tanya si pangeran buru-buru. Margareth tertawa kecil.
"Aku mau jalan-jalan saja, aku sudah ada gaun untuk nanti malam. Anne menyiapkannya untukku, Yang Mulia ...." ucapan Margareth terhenti mendadak karena pangeran yang menutup mulut Margareth. Pangeran yang belum diketahui namanya ini mengerutkan kening dan memasang air muka tidak senang.
"Yang Mulia?" tekan pangeran pada Margareth. Margareth hanya diam kebingungan.
"Aku tahu kau masih marah."
Pemuda itu mengembuskan napas kasar, melepaskan tangannya dan mengalihkan wajah dari Margareth.
"Kau tidak akan panggil aku Yang Mulia kecuali kau sedang marah, biasanya kau memanggilku Tax tanpa peduli pada sekitarmu. Aku harap kau tidak lupa kenapa aku bisa jatuh hati padamu," gerutu Tax tanpa menatap. Margareth mengerjapkan matanya perlahan.
Namanya Tax?
"Aku tidak marah lagi, Tax. Aku hanya menggodamu beberapa saat lalu, kau kesal?" goda Margareth. Tax segera menoleh dengan bersungut kecil sebelum akhirnya ikut tertawa dan memeluk tubuh Margareth hangat.
"Aku mencintaimu. Bersabarlah denganku, aku mohon. Aku ingin mimpiku untuk hidup bersamamu terwujud," bisik Tax lembut di telinga Margareth. Wajah Margareth memerah, dirinya bahkan tidak berani bermimpi untuk dicintai dan menikah dengan pemuda setampan Tax.
Margareth mengangguk, terlalu malu untuk menjawab dengan kata. Perlahan Tax melepaskan pelukannya, mata merah terang itu menatap Margareth lagi, jari-jarinya kini mengusap wajah Margareth.
"Cantik. Cantik sekali."
Semburat merah di wajah Margareth semakin bertambah, bahkan saat ini Margareth merasa panas di sekujur tubuhnya. "Hentikan."
Margareth mengalihkan pandangan, ia menarik napasnya perlahan agar tetap tenang. Bagaimana jika ia benar-benar jatuh hati pada Tax pikirnya. Dan pikiran kecil itu membuat rasa serakahnya membesar tanpa Maragareth sadari.
Tax terkikik karena reaksi yang Margareth berikan, tangannya masih berada dekat di wajah Margareth. "Aku mencintaimu," bisiknya lagi. Margareth hanya tersenyum dan terlalu malu untuk menjawab. Membiarkan keduanya saling berpegangan dan menikmati hening waktu hingga lupa pada kenyataan.
Tawa renyah dan senyuman lebar selalu menghias wajah Margareth, seolah ia lupa bagaimana cara untuk bersedih, seolah ia lupa bagaimana cara untuk menangis. Margareth dan pangerannya menghabiskan waktu seharian di ibu kota sebelum mendatangi acara pesta dansa. Keduanya menari hingga kaki tidak lagi terasa menapak tanah, Tax membuat Margareth kepayang, mengantar gadis manis itu pada impian dan surganya meski hanya sekilas.
Kini kenyataan menghadap, dinding impian sudah hancur. Senyum dan sikap sempurna para pemain sudah luntur, Margareth adalah Cinderella yang kehilangan sihir dan ditipu ibu peri.
"Apa kau menikmati waktumu tuan putri?"
Hades mendongak menatap Margareth dengan senyum manis pada wajahnya, satu tangannya menopang wajah dan satu lainnya mengetuk-ngetuk meja menunggu jawaban. Tax berdiri di samping Hades, masih dengan wajah rupawan dan senyum memikatnya, juga Anne, pelayan yang tadinya begitu peduli pada Margareth sekarang terlihat menatapnya dengan dingin.
"Sangat." Margareth kehabisan kata, ia begitu takut untuk kembali pada kenyataan, ia bisa merasakan ngeri ketika membayangkan harus kembali rumah dan pekerjaan lamanya. Margareth berlutut di hadapan Hades, kedua tangannya memegangi kaki si pria bangsawan.
"Bagaimana ... bagaimana caranya agar aku bisa melanjutkan kehidupanku? Aku tidak mau kembali ... aku tidak mau pulang! Aku harus hidup seperti seorang putri, aku akan menikah dengan pangeranku dan kami akan bahagia!" seru Margareth. Kedua matanya menatap Hades penuh rasa takut dan tamak, ketika sudah menjilat madu maka tak akan ingin untuk kembali pada empedu.
"Regula unu, fiecare client poate cere doar o singură cerere."*
Senyuman Hades melebar, bersamaan dengan cekikik tawa dari arah samping keduanya. Tax melirik singkat Margareth, sepasang mata kemerahannya menyala terang di bawah sinar lampu.
"Sudah aku bilang, kehadiranku terlalu banyak untuknya. Harusnya jangan aku yang jadi pangeran untuk gadis ini. Tugasku selesai, sampai jumpa Hades, aku menunggu bayaranku." Tax melambaikan tangannya beriringan dengan peran Anne yang berjalan meninggalkan Margareth, sedikit juga keduanya tidak pernah menoleh. Air mata tidak lagi Margareth dapat tahan, mengalir deras dengan jantungnya yang berdebar kencang. Ia lupa pada apa yang harus ia bayar, ia lupa jika ia harus membayar.
"Saatnya pembayaran," Hades berbisik pelan di telinga Margareth. Perlahan, Margareth dapat merasakan aura dingin pada sekujur tubuh dan kesulitan untuk bernapas. Rasa sakit yang tubuhnya alami tidak dapat dijelaskan dengan kata, ia bahkan tidak bisa berteriak, tenggorokannya tercekat seperti dicekik oleh dua tangan raksasa. Sebelum kehilangan sadar, Margareth dapat mendengar suara tawa melengking dan pantulan bayangan Hades dengan sepasang tanduk dan sayap hitam lebar di punggungnya.
Notes :
* : Aturan pertama, setiap pelanggan hanya bisa meminta satu permintaan.