5. Aiden yang menggemaskan

1402 Words
"Bener kamu mau turun di sini?" Tanya Aiden karena tidak yakin jika ini adalah rumah Deema. Setelah mereka beres makan malam, Aiden memutuskan untuk mengantarkan Deema pulang. Deema yang sudah menolak untuk diantarkan, tapi Aiden dengan ucapan ganasnya membuat Deema mengiyakan saja. Di sini tidak ada pemukiman atau apapun. Ini hanya sebuah taman kecil yang berada di pinggir kota. Di sini memang ada jalan lurus yang mengarah ketempat yang sangat gelap. Aiden belum pernah ketempat seperti ini. "Iya di sini rumah saya," kata Deema yang bersiap-siap untuk turun dari mobil Aiden. "Saya rasa gak ada pemukiman di sini. Saya serius, Deema," kata Aiden yang merasa Deema terus mempermainkannya. "Heuh ... Perlu saya kasih KTP saya biar Bapak percaya?" Kata Deema. "Iya," jawab Aiden singkat. Deema mengeluarkan KTP di dompetnya yang kosong itu. Aiden bisa melihat dompet Deema yang sudah usang dan tidak ada sepeser uang pun di sana. "Nih, Pak! KTP saya." Aiden pun langsung mengambil KTP yang Deema berikan. Alamat ini memang benar di sini. Aiden sedikit percaya dengan Deema. Tapi mengapa Deema menyuruhnya untuk memberhentikan di sini? "Di luar hujan, saya antarkan kamu sampai depan rumah." Deema sedikit gelagapan karena Aiden berbicara seperti itu. "Ha? Em ... Enggak usah ...." "Terimakasih ya." Deema langsung turun dari mobil Aiden dan berlari masuk kedalam taman yang tidak memiliki cahaya itu. Aiden menghembuskan napasnya. Aiden tahu jika mereka baru saja bertemu, jadi tidak baik jika Aiden terlalu kepo dengan kehidupan orang lain. Ia pun kembali melajukan mobilnya untuk sampai di rumahnya dan menyelesaikan pekerjaan lain yang belum ia selesaikan. Deema berlari masuk kedalam taman. Ia tersenyum karena tubuhnya bisa tersentuh hujan. Di sini sangat sunyi dan sepi, hanya ada suara hujan yang menemani dirinya. Deema sudah tidak peduli dengan tas dan seragamnya yang akan basah. Ia masih memiliki satu cadangan tas usang yang ia punya, dan untuk masalah sepatu, ia masih bisa memakai sepatu yang basah seperti ini. "Orang punya tempat pulang rumah yang nyaman. Tapi Gue gak punya ...." "Rumah Gue aja masih bocor-bocor. Mending Gue hujan-hujanan di sini." Deema menunduk, membiarkan kepala belakangnya yang penuh dengan pikiran itu, tersentuh oleh hujan. Deema berharap, semua masalah yang ada di dalam kepalanya dapat hilang, mengalir bersama hujan. "Sejuk banget ...." Beberapa puluh menit berada di sini, Deema memutuskan untuk pulang karena ia tidak mau tubuhnya sakit dan menjadi beban keluarganya. Deema berjalan menerobos kegelapan. Tidak ada lampu jalan di sini, hanya ada sedikit-sedikit cahaya dari arah pabrik besar yang ada di ujung sana. Sampailah Deema di rumah tua itu. Cat tembok sudah mengelupas dari tempatnya. Jadi Deema tidak tahu jika ada orang yang menanyakan warna rumahnya. Deema membuka sepatu dan kaus kakinya yang basah. Ia gantung diatas paku yang tersedia di pinggir rumah, agar air yang ada di dalam sepatu mengalir dan besok ia bisa memakai sepatu itu. Ketika membuka pintu rumah, satu yang Cleona dapatkan adalah Ratu sang adik yang tengah tertidur sambil menyandar di tembok. "Lo lagi ngapain? Gak usah sok tersiksa jadi orang." Ratu mengangkat wajahnya dan melihat kearah Deema. "Kamu habis dari mana? Gak punya waktu buat pulang?" Deema bisa melihat jika wajah Ratu memerah seperti sudah menangis. Kekesalan di hati Deema bertambah, tidak bisakah sehari saja hatinya tenang. Deema menggeretakan giginya. "Gue habis jual diri! Puas Lo!" "Kak! Kak Deema! Aku laper ... Hiks ...." Deema masuk kedalam kamarnya dan membuka seragamnya yang basah. Ia mengganti pakaiannya dengan kaos yang sudah tidak jelas bentuknya. Ketika ia membuka tas, ia terkejut ketika menemukan beberapa roti dan makanan di dalam tasnya. Siapa yang memasukan makanan ke dalam tasnya? Apa Aiden? Guru sok kenalnya itu? Deema melihat ada lima roti yang disatukan dengan kantung plastik berwarna putih. Dengan cepat, Deema memberikan 3 roti untuk adiknya Ratu, yang menangis dan bilang lapar kepadanya. "Gak usah nangis," kata Deema sambil memberikan 3 buah roti yang ternyata ada di dalam tasnya itu. Ratu yang sedang menunduk dengan gelas yang ada di sampingnya itu melihat kearah kakaknya. Dan langsung mengambil roti yang Deema beri. Ratu melahap roti itu dengan sangat cepat. Deema lebih baik masuk kedalam kamarnya, ia tidak ingin melihat cara Ratu yang sedang makan itu mengusik hatinya. Deema mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes. Lebih baik sekarang ia tidur. Ia tidak peduli dimana ayah dan ibunya berada. ..... "Anjir gimana dong sepatu Gue basah banget," kata Deema ketika melihat sepatunya masih meneteskan air. Jika seperti ini jadinya, ia tidak bisa pergi ke sekolah. Kakinya akan bau jika ia seharian memakai sepatu seperti ini. Apalagi hari ini adalah pelajaran olahraga ulangan harian dan rencananya mereka akan ada pertandingan sepak bola untuk nilai ulangan itu. Untung saja jam pelajaran pertama adalah olahraga, ia bisa pergi ke sekolah memakai baju olahraga. Deema harus berpikir keras bagaimana ia pergi ke sekolah menggunakan sepatu. Sepatu hitam berlist putih itu tergantung dengan sangat lusuh. "Apa Gue gak usah sekolah ya?" "Tapikan hari ini banyak banget ulangan harian." Ada satu sandal berwarna pink di dekat pintunya, sandal pink itu sudah tidak memiliki gambar atau motif apapun. Deema lebih memilih untuk menggunakan sandal pergi ke sekolah. Dari pada ia harus diam di rumah tanpa melakukan kegiatan apapun. Deema berjalan dengan arah mata yang tak pasti. Kedua orang tuanya tidak pulang semalam. Entah, Deema tidak tau mereka ada dimana. Kata Ratu, ayahnya di pecat dari pekerjaannya karena melakukan kesalahan, dan harus mengganti rugi dengan uang yang tidak kecil. Pagi-pagi seperti ini, Deema teringat dengan 2 roti yang masih tersimpan di dalam tasnya. Ia pun mengambil satu roti itu untuk mengganjal perutnya. Deema sengaja pergi ke sekolah pagi-pagi sekali, agar ia tidak ketahuan karena tidak memakai sepatu. Hari masih sedikit gelap. Deema bisa merasakan udara di sekitar sangatlah sejuk. Sesekali ia menghirup udara sambil menghembuskannya secara perlahan. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya ia pun sampai di sekolahnya. "Lah, kok udah ada OSIS yang jaga gerbang sih?" Kata Deema yang sedikit bingung. Ia pun memilih melalui jalan belakang. Lewat kantin, seperti yang kemarin ia lakukan bersama Avyan. Deema mengintip di balik gerbang kantin, takut jika ada guru yang berjaga-jaga sepagi ini. Dirasa aman, ia pun membuka gerbang kantin itu dengan cara perlahan agar tidak terdengar siapapun. "Aman terkendali ..." gumam Deema disaat tidak melihat siapapun di sini. Ia membalikan badan untuk kembali menutup gerbang dengan pelan. Disaat ia membalikan tubuhnya, sudah ada Aiden yang berdiri menjulang tinggi. Dengan baju traning dan pluit yang tergantung di lehernya ia pun menatap datar kearah Deema. Deema menggerutu di dalam hatinya. Mengapa pagi-pagi ia sudah dihadapkan dengan hal seperti ini. Deema menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa lewat belakang? Kenapa gak pake sepatu?" Deema merasa aneh dengan dirinya sendiri. Nyalinya mendadak ciut disaat menghadap Aiden. "Gini, Pak. S--sepatu saya basah ..." kata Deema sambil terbata-bata. Deema ingin mengutuk dirinya sendiri karena sudah berbicara seperti itu. Deema tau Aiden adalah guru baru, kenapa Deema tidak bisa melawan? "Terus?" "Ya gak ada terusannya." Melihat ada peluang untuk kabur, Deema pun segera menggerakan kakinya untuk pergi kabur. Tapi ternyata tidak semudah itu, Aiden dengan santainya menarik tas Deema. "Mau kemana?" "Mau ke kelaslah, Pak. Gak boleh berduaan, Pak. Pamali." "Diem," kata Aiden yang sepertinya sudah jengah dengan kelakuan dari Deema. "Sepatu kamu mana?" "Dibilang basah ya basah, Pak," kesal Deema, kepalanya sudah pening karena terus berhadapan dengan Aiden. "Sudah saya bilang, saya antarkan kamu sampai ke rumah. Tapi? Kamu sendiri yang mau turun dan jalan dibawah hujan. Jadi siapa yang salah?" Deema menghembuskan napasnya. "Iya, Pak. Saya yang salah. Terus saya harus gimana? Silahkan hukum saya," ucap Deema yang sudah tidak peduli. Aiden merasakan sedikit ada rasa kasihan melihat Deema seperti ini. "Ikut saya," kata Aiden. Hendak kabur dan berlari namun Aiden sudah mengetahui dan berbicara. "Gak usah kabur," kata Aiden dengan cepat. Deema pun kembali menghembuskan napasnya, dan memutuskan untuk mengikuti kemana Aiden pergi. Ternyata Aiden membawa Deema menuju ruangannya. "Ih, Bapak ngapain ngajakin saya ke sini? Saya mending pergi ke kelas deh," kata Deema mencoba mencari alasan untuk kabur dari pandangan Aiden. Mengapa semenjak kemarin, semenjak Aiden datang ke sini, dirinya selalu saja terkena masalah. "Masuk," kata Aiden sambil membuka pintu ruangannya. "Ih, enggak mau. Ngapain saya berduaan sama Bapak di dalem," ucap Deema yang menolak. Aiden yang sudah gemas dengan perilaku Deema, ia pun berbicara. "Mau saya jemur di lapangan sampai sore, atau masuk dan duduk di ruangan saya." Deema menatap curiga kearah Aiden. "Bapak suka ya sama saya?" Aiden berdecak dan menutup pintu ruangannya sedikit kencang. "Hahaha ... Bapak, buka, Pak. Iya saya masuk. Kocak banget dah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD