Chapter 3

1155 Words
Emma benar-benar melakukan apa yang dikatakan kemarin. Pagi ini, ia datang ke apartemen milik Theo dan masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Ia tahu jika pemilik apartemen masih terlelap di alam mimpinya pagi ini. “Jam lima aja masih tidur, hadeh … ya udah, gue masak aja sendiri,” ujar Emma. Ia mulai mengeluarkan beberapa bahan makanan yang kemarin sempat dibeli bersama Theo. Lalu Emma mulai memotong dan mempersiapkan beberapa bahan lainnya. Setelah semua sudah siap, Emma mulai menyalakan kompor dan memasak makanan itu untuk Theo dan dirinya. Setelah satu jam berlalu, akhirnya makanan itu telah siap di atas meja makan. Emma menghidangkan semuanya dan menunggu hingga Theo membuka mata. Tetapi, setelah menunggu selama lima belas menit, ternyata Theo tidak kunjung keluar dari kamar itu. Emma memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan membangunkan Theo dengan perlahan. Tok Tok Tok “The … lu masih hidup kan? Bangun gih! Udah siang nih!” ujar Emma. Hening … tidak ada jawaban dari pemilik kamar. Tok Tok Tok “The, lu punya telinga kan?” Ceklek “Lu pagi-pagi udah berisik aja sih, Em. Ada apaan?” tanya Theo yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian bagian atas. “Astaga … roti sobek! Eh … nggak … itu, makanan udah siap, lu mandi gih terus makan, kita ke kampus barengan.” “Oh … lu beneran masak? Padahal gak perlu repot kali, Em. Ya udah, bentar gue mandi.” “Oke.” Theo kembali melangkah masuk ke dalam kamar, sedangkan Emma menata meja makan dengan mengambilkan seporsi makanan untuk Theo. Tidak begitu lama, akhirnya Theo sudah keluar dari dalam kamar, kali ini ia mengenakan celana pendek dengan kaos tipis berwarna hitam. “Cepet amat? Lu mandi apa cuman cuci muka?” sindir Emma. “Hmm? Ya mandi lah!” “Kok … cepet.” “Kalo maunya lama ya mainnya pelan-pelan aja kali.” “Apa? Lu ngomong apa?” “Kagak, ya udah, makan gih!” Theo menarik kursi dan duduk di seberang Emma. Mereka memulai kegiatan makan paginya dengan snatai. “Gimana? Enak?” tanya Emma. “Baru juga masuk, lu tanya enak kagak, mana kerasa.” “Ya udah, lu kunyah aja dulu, terus telen.” Theo pun segera mengunyah makanan itu di dalam mulutnya, lalu menelannya dengan perlahan. “Lumayan daripda lu manyun.” “Jawaban apaan itu?” “Yaelah … enak deh enak.” “Serius? Besok gue masakin lagi yak?” “Serah lu aja deh, bukan gue juga yang minta. Gue Cuma menerima tawaran lu aja.” “Iya, gue tahu.” Akhirnya mereka menghabiskan makanannya, dan bersiap pergi ke kampus bersama. Theo mengganti celananya terlebih dahulu, setelah itu mengambil tas dan kunci mobil. Tidak lupa juga dompet yang berisi kartu penting dan beberapa lembar uang. “Kuy berangkat!” ajak Theo. Mereka berjalan menuju basement menuju mobil Theo berada. Ke duanya masuk ke dalam mobil, dan saat Emma kesulitan mengenakan safety belt, Theo dengan sigap membantunya. Tubuh mereka terlalu dekat, hingga hampir saja tidak ada jarak diantara keduanya. Hal itu membuat jantung Emma terasa ingin meledak. Beberapa kali ia menelan ludahnya dengan kasar karena bibir Theo berada tepat di hadapannya. Akhirnya tatapan mata keduanya bertemu, dan Theo menatap wajah Emma dalam-dalam, hingga akhirnya sebuah ciuman mendarat di bibir cewek itu. Sedikit terkejut dengan ciuman itu, Emma akhirnya membalas ciuman Theo dan membuatnya semakin memanas. Lumatan yang Theo lakukan semakin dalam, bahkan lidahnya mulai menjulur untuk menyusuri rongga mulut milik Emma. Diantara ciuman itu, mereka juga saling bertukar saliva. Namun … tiba-tiba saja Theo menghentikan kegiatan itu, dan meminta maaf pada Emma. “Sorry, gue kelepasan,” ucap Theo. “Ehm … i-iya, gapapa kok, The. Gue ngerti.” Theo kembali fokus pada kemudi mobilnya, dan mulai mengemudikan mobil itu untuk menuju ke kampus. Selama perjalanan, mereka saling terdiam dengan mendengarkan musik dari audio box. Sampai di parkiran, ke duanya turun dan berjalan bersama menuju kelas. Kebetulan hari ini mereka memiliki jadwal yang sama, tetapi tidak dengan teman lainnya. “Pulangnya gue mau mampir ke toko buku, lu mau ikutan?” tanya Theo. “Boleh.” “Oke.” Masuk ke dalam kelas, Theo duduk di samping Emma. Dan saat itu juga seorang dosen memasuki ruangan dan memulai kegiatan belajar hari ini. *** Setelah kelas selesai, ke duanya kembali berjalan menuju tempat mobil Theo terparkir. Mereka kembali pergi bersama menuju sebuah toko buku. Theo ingin mencari beberapa bacaan untuk di apartemen, sedangkan Emma menggunakan kesempatan itu untuk merekomendasikan beberapa bacaan yang cocok dengan Theo. Sampai di toko buku yang jaraknya tidak jauh dari kampus, mereka masuk ke dalam dan mulai mencari buku bacaan. “Lu biasa baca apaan?” tanya Emma. “Punya pacar gue sih novel Agatha Christie semua, sama beberapa punya Sandra Brown. Ada juga punya Stephen King.” “Owh … novel terjemahan ya? Terus sekarang mau cari novel apa?” “Kalo bisa yang sama aja, biar enak pas baca.” “Tapi … lu inget kan kalo kita lagi ada di Inggris, bukan di Indo?” “Gue sadar kok, lu kira gue mabok?” “Kagak, siapa tau aja lu cari yang bahasa indo di sini,” ujar Emma. “Wah … ngajak gelud lu! Gue seret ke ranjang lu lama-lama.” “Ha? Apa?” “Udah sono cariin gue buku yang bagus!” “Ih … ngeselin lu lama-lama.” “Tau ngeselin masih aja dideketin, lu juga aneh!” gumam Theo. Mereka berpencar untuk mencari buku yang diinginkan Theo. Sampai Akhirnya mereka mendapatkan beberapa buku dan akhirnya Theo menyukai semuanya. “Lu yakin mau baca semua?” “Gue masih punya waktu di sini sekitar tiga tahun, buku segini palingan juga dua bulan kelar. Yang ada gue bakalan khatam ama isinya.” “Gue kagak begitu hobi baca yang begini sih, cuman kalo lagi senggang ya … bolehlah dari pada kagak ada yang dibaca.” “Ya udin, lu bisa pinjem juga kan ke gue? Biar lu bisa terus ketemu gue gitu selama tiga tahun, ye gak?” “Apaan sih!” Theo tersenyum dan memberikan tumpukan itu pada pegawai kasir. Ia langsung membayar total buku itu dan membawanya kembali ke apartemen. “Lu mau balik apa ngikutin gue lagi?” tanya Theo. “Gue? pasrah aja deh.” “Gue buang ke jalanan mau?” “Boleh, kan gue bukan orang gila atau cewek bodoh, gue bisa naik taksi ke kantor polisi terus aduin elu deh.” “Wah … ngelunjak … ya udah, serah gue yak?” “Iya.” Theo kembali menjalankan mobilnya menuju suatu tempat. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah café yang sukup ramai pengunjung. Di sana terlihat beberapa menu minuman dan makanan yang disukai Theo. Dan tentu saja Emma tahu semua tentang cowok di sampingnya itu. Masuk ke dalam café, Theo memesan minuman dan camilan. Sedangkan Emma juga memesan makanan juga segelas smoothies. “Duduk sana aja,” ujar Theo sembari menunjuk pada sudut café.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD