Senja menghabiskan malam itu dalam kesunyian yang menusuk. Air matanya terus mengalir, membasahi bantal yang sejak tadi ia peluk erat. Berulang kali ia menatap layar ponselnya, menunggu pesan atau panggilan dari Bayu—apa pun yang bisa memberinya sedikit harapan bahwa semua ini hanyalah kesalahpahaman. Tapi tidak ada. Bayu benar-benar menghilang seakan tak pernah ada dalam hidupnya. Dada Senja terasa sesak. Ia mencoba menghubungi Bayu berkali-kali, tetapi panggilannya hanya berujung pada nada sambung panjang yang tak pernah berujung pada suara yang ia harapkan. Setiap pesan yang ia kirim hanya terabaikan, tidak ada balasan, bahkan tidak ada tanda bahwa pesannya telah dibaca. Malam semakin larut, tapi Senja masih terjaga, matanya memerah dan tubuhnya terasa begitu lelah. Kenangan bersa

