Athaya berdiri canggung di depan kelas X2, menatap pintu yang setengah terbuka seperti menghadapi gerbang ke medan perang. Tubuhnya bergerak maju-mundur, seolah ada tali tak kasatmata yang menariknya untuk maju tetapi juga menahannya untuk tetap mundur. Napasnya terasa berat, bukan karena kelelahan, melainkan karena pikirannya yang terus berkecamuk tanpa henti. Ia mengepalkan tangan, mencoba mengumpulkan keberanian, tetapi langkah kakinya tetap ragu-ragu. Entah kenapa, kata sederhana seperti 'maaf' selalu terasa begitu berat baginya. Apalagi di depan seseorang yang lebih muda, apalagi di depan orang yang-meski tak sengaja-ia rugikan. Minta maaf itu gampang. Katakan saja, selesai. Ia mencoba menyemangati dirinya sendiri. Tapi hatinya langsung membalas. Gampang? Lo yakin? Terus kenapa

