Tujuh

1052 Words
T U J U H Melissa sedikit terperangah dengan kamar Nathan. Simple tapi nyaman. Dan mengingatkan Melissa pada kamar Lucas. Iya. Kamar Lucas di rumah mewahnya seperti kamar Nathan ini. Tidak begitu banyak perabotan. Sementara Nathan berjalan menuju lemari pakaiannya. Mengambil goodie bag dari dalam lemari pakaian. Lalu berjalan kembali menghampiri Melissa yang masih berdiri di dekat pintu. "Nih." Nathan mengulurkan goodie bag itu pada Melissa. "Apa ini?" tanya Melissa menyelidik. Namun toh tangannya mengambil goodie bag itu. "Itu dress yang sebenenya mau aku kasih ke kamu buat acara malam ini, tapi Mama keburu ngasih kamu dress itu." Nathan menunjuk dress peach yang Melissa pakai. Ah iya ini dress bridesmaid yang dikenakan oleh orang terdekat Lexa. Seperti Renata, Keira, dan Angel. Melissa mengangguk mendengar jawaban Nathan. Tangannya dengan pasti merogoh isinya. Dan terbelalaklah Melissa begitu melihat dress di tangannya itu. "Ini kan--" "I know. Desain kamu." Senyum Nathan merekah. Dan Melissa melihat itu. Kehangatan di senyum Nathan. "How did you get this?" Bukannya menjawab, Nathan malah mengembangkan senyumnya. "Yaudah kamu ganti baju ya," kata Nathan membuka pintu kamarnya. Mengisyaratkan agar Melissa melangkah keluar. Melissa merasakan kebingungan yang luar biasa. Dan Nathan merasakannya. "Depan itu kamar Lexa, kamu bisa ganti baju disana, sekalian kamu bisa pakai, you know, underw--" Nathan enggan untuk meneruskannya. Dan Melissa langsung mengangguk, mengerti. "Okey, karena aku juga mau ganti baju disini." Nathan kembali tersenyum. Menatap Melissa yang kini sudah membuka handle pintu kamar Lexa. Menghilang di balik pintu itu. "Damn..What did you do, Nath," Nathan menggumam seraya menutup pintu kamarnya. Melissa dan Keira kini sudah berada di bandara, dimana setengah jam lagi pesawat Keira akan berangkat. Melissa memeluk mamanya itu untuk terakhir kali. "Gonna miss you so much, Mom." "Gonna miss you too, Sweetheart." Keira melepas rengkuhan putrinya. Mendaratkan ciuman singkat di kening Melissa, "Jaga diri baik-baik ya, dan jangan lupa bilang makasih sama Nathan for this beautiful blue dress." Keira kemudian berjalan pasti, meninggalkan Melissa. Melissa menghela napas. Mengamati dress yang masih dia kenakan. Dress biru muda dengan potongan sederhana. Dress hasil desainnya. Tangan Melissa bergerak meraih ponselnya. Mencari nama Nathan disana. Lalu menekan icon telpon pada layar ponselnya. Tak butuh waktu lama untuk panggilan itu tersambung. "Hai," suara maskulin terdengar jelas. Bukan di ujung telepon. Tapi tepat di belakang Melissa. Melissa langsung menoleh. Dan benar. Pria tampan itu sudah berdiri di belakangnya. Menampilkan senyum yang menghangatkan relung Melissa. "Kok kamu disini?" tanya Melissa. Memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Aku jelas gak akan biarin kamu sendiri lah. Kan aku udah janji sama Mama kamu." Kini tangan Nathan terulur. Entah untuk apa. Melissa menatap sejenak tangan Nathan. Namun toh Melissa menyambut uluran tangan Nathan, meski ragu. "Pulang?" tanya Nathan dan langsung mendapat anggukan kepala oleh Melissa. --The Only Exception-- Bukannya pulang, Nathan dan Melissa kini malah berada di sebuah taman tak jauh dari Bandara. Taman yang sepi karena sekarang pukul setengah 2 dini hari. Hanya ada mereka berdua disana. Keduanya duduk bersebelahan di salah satu bangku taman. Masih diam. Tak ada yang membuka percakapan selama 10 menit terakhir. Melissa sibuk memeluk dirinya sendiri yang mulai dilanda hawa dingin. Dan Nathan kini melepas jaketnya. Memakaikannya pada tubuh Melissa. "Better?" tanya Nathan. Kini meraih telapak tangan Melissa. Menggosok telapak tangan Melissa dengan telapak tangannya. Tanpa menatap kedua bola mata abu-abu Melissa, Nathan bisa mengetahui jika kini Melissa mengangguk. Bahkan bibir Melissa membentuk sebuah senyuman tipis. Benar. Melissa memang sedang tersenyum tipis. Dirinya kembali merasakan itu. Kehangatan. Bukan hanya dari jaket Nathan yang terpakai di tubuhnya. Tapi juga sikap Nathan ini. Sikap yang belum pernah Melissa dapat dari pria lain. Nathan masih setia menggosok telapak tangan Melissa. Sesekali Nathan membawa tangan mungil Melissa ke depan bibir Nathan untuk di tiup agar lebih hangat. "I'm sorry," seru Nathan pelan. Masih tanpa menatap Melissa. Namun kini tangannya sudah tidak lagi menghangatkan telapak tangan Melissa. Karena Melissa menarik tangannya. "What for?" sahut Melissa. Menatap Nathan yang kini mulai menatap Melissa. Dengan tatapan menyesal. "For ruined your first," kata Nathan lirih. Melissa diam. Mengalihkan pandangannya dari tatapan sendu manik cokelat Nathan. "You're not just ruined it. You stole it," ujar Melissa lirih. "I know. My first kiss was stolen too," kata Nathan jujur. "And it feels suck." "It does feel suck." Kini Melissa kembali menatap Nathan. Menatap tatapan menyesal Nathan, "Siapa yang mencuri ciuman pertama lo ?" "Kenapa jadi lo-gue lagi sih? Udah bagus-bagus kamu." Gerutu Nathan. Melissa langsung menghela napas kasar. Yaelah ni anak kecil manja banget. "Okey, jadi siapa yang mencuri ciuman pertama kamu?" Melissa sebisa mungkin mencoba menahan emosinya. Allright, Mel. Gak ada alasan lagi buat lo meledak-ledakkan emosi lo. 2 pengacau, eh 4 pengacau hidup itu udah mendapat hukumannya masing-masing. Dan seperti yang Lexa selalu bilang, cobalah memberi kesempatan buat Nathan. Nathan menyunggingkan senyum puas. Masih menatap Melissa lekat. "You won't believe it if I tell you." "Allright, don't tell me." Melissa melengos. Kesal bukan main. Andaikan Melissa adalah Lexa, Nathan pasti sekarang akan kuwalahan menerima ciuman panas darinya sebagai ungkapan kekesalan. Nathan malah terkekeh melihat perubahan emosi Melissa, dari yang penasaran menjadi kesal. Dan Melissa, seperti yang udah diketahui, bukan tipe orang yang kepo. Kalo gak mau cerita ya udah. "Dia adalah orang yang mendapatkan kebahagiaannya hari ini," ujar Nathan lirih. Mengalihkan pandangannya pada langit malam yang mulai menampakkan sinar rembulan setelah hujan reda beberapa jam yang lalu. Sama seperti Nathan, Melissa pun mengalihkan pandangannya. Pada Nathan. Dengan tatapan tak percaya. "Lexa?" "Yap, Lexa. Yakali aku nyium Dylan Mel, dia kakakku," Nathan terkekeh. Terlebih saat mendapati mimik tak percaya di wajah Melissa. "Lexa adalah pencuri ciuman pertama kamu?" "Ya. Tapi bukan Lexa yang sekarang, Lexa yang dulu. Jauh sebelum Lexa mengenal kamu. Ataupun Lucas. Lexa yang masih berada di jalan yang tidak seharusnya dia lalui." "Jangan marah sama Lexa, ya?" Nathan meraih satu tangan Melissa. Membawanya di depan dadanya. Melissa terkekeh sejenak. "Kenapa gue harus marah sama Lexa? Hei, kamu bahkan bukan milikku. Kita bahkan gak saling memiliki," ujar Melissa masih dengan senyum di wajahnya. "Kalo gitu, ayo kita saling memiliki," seru Nathan mantap. Menatap lurus dan tajam, menghujam kedua bola mata abu-abu Melissa. Membuat Melissa kembali merasakan kebekuan. Ya. Melissa membeku mendengar ucapan bersungguh-sungguh dari Nathan. Melissa mematung melihat keseriusan yang tersirat dengan jelas dari kedua manik cokelat itu. Keseriusan yang sebenarnya menghangatkan hatinya. Namun malah membuat tubuhnya seakan membeku. Haruskah gue menjawabnya sekarang ? --The Only Exception--
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD