BAB 9 - KATAKAN SEJUJURNYA

1021 Words
Pintu mobil dari sisi ke luar Dara dibuka oleh Demian dari luar, sesampainya di depan rumah Raya. Dara melangkahkan kedua kakinya ke luar dari mobil, bergandengan dengan Demian yang dengan sopan memperlakukan bak seorang ratu. Suara Raya berseru menyapa keduanya. Seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya, Raya langsung memeluk Dara, mencium pipi kanan dan kiri Dara yang malah menunjukkan ekspresi enggan. Sementara itu, Demian sendiri malah langsung menghampiri Raka yang berdiri dengan senyuman lebar menyapa Demian. "Bersikaplah yang baik, jangan tunjukkan sikap atau pun ekspresi yang menjijikkan seperti itu," bisik Raya di telinga Dara saat Demian dan Raka saling mengobrol. Dara hanya menghela napas pelan, lantas tanpa peduli dengan ucapan Raya, Dara langsung mendekati Raka dan mencium punggung tangan kanan Raka seperti biasanya. "Wah, anak papi yang sekarang udah jadi istri, sombong banget gak pernah ke sini." Dara melirik ke Raya yang masih berdiri di belakangnya, "Masa sih, Pi, Dara gak pernah ke sini? Salah kali Papi," sindir Dara yang sebenarnya ditujukan ke Raya yang ternyata tidak mengatakan pada Raka tentang kehadirannya kemarin. Raya berusaha tersenyum, saat tatapan Raka terarah padanya, melangkah mendekat dan menyentuh punggung Dara sembari menepuk-nepuk pelan seolah memberikan peringatan pada Dara. "Sudah yuk, sambil makan aja ngobrolnya," ajak Raya. "Kasihan menantu kamu kalau kelamaan makan siang, takutnya juga mau ada kerjaan lagi, ini kan masih hari kerja sih, Mas," tambah Raya dengan senyuman tipu muslihatnya yang kali ini malah membuat Dara benci melihatnya. "Ya udah, ayo kita ke ruang makan," ajak Raka uang langsung dituruti Demian sembari mendekati Dara dan mengajaknya menyusul Raka yang sudah terlebih dulu pergi. Raya yang belakangan, tampak memudarkan senyumannya dan menatap kesal ke arah pergi semua orang, terutama ke Dara yang berani menyindirnya di depan suaminya sendiri. Canda tawa terjadi saat makan siang berlangsung. Ada banyak hal yang diceritakan antara Demian dan Raka. Terutama tentang pekerjaan. Keduanya yang sama-sama berbisnis, membuat Raka dan Demian memiliki bahan obrolan yang cukup membuat keduanya memiliki alasan untuk lebih cepat akrab dibandingkan Demian dengan Raya yang sejak tadi hanya senyum-senyum saja mendengarkan keduanya bicara. "Apa Dara menyusahkan kamu, Dem?" tanya Raka setelah beberapa menit memberi jeda untuk menikmati santapan siang. Ada menu ayam bakar, steak daging dan lalapan yang disediakan. Sayur lalapan yang sangat disukai Raka. Bahkan dia bisa satu minggu penuh hanya menikmati sayuran lalapan saja yang disediakan tukang masak di rumahnya. Demian tertawa sembari menggelengkan kepala pelan, "Malah saya merasa, saya yang selalu menyusahkannya." Dara menarik tatapannya ke Demian. Entah itu hanya ingin menutupi apa yang terjadi di pernikahannya dari kedua orang tua sang istri, atau memang benar-benar tulus ingin mengatakan bahwa Dara sangat berarti untuknya, yang pasti Dara cukup terenyuh dengan kalimat Demian barusan. "Kenapa malah kamu?" tanya Raka lagi. "Iya, Pi, soalnya hampir setiap hari waktu saya sepenuhnya untuk pekerjaan. Bahkan sebelum Dara bangun sampai malam, saya sudah berada di perusahaan. Malahan untuk menikmati status sebagai pengantin baru dengan membawa Dara berbulan madu saja, saya belum. Bisa wujudkan." Demian tersenyum tipis. "Jadi saya merasa, sampai detik ini sayalah yang selalu menyusahkannya. Saya selalu meminta Dara untuk mengerti bahwa saya belum bisa memberikan waktu sepenuhnya untuk Dara di rumah." Mau nangis. Itulah yang kini terjadi pada Dara mendengar semua yang diucapkan Demian. Semua kalimat yang dia ucapkan dengan nada rendah dan menenangkan, membuat Dara merasa seperti dipuja-puja oleh lelaki yang sebelumnya malah membuatnya kesal bukan main. Sebelumnya Dara merasa tidak dihargai dengan hadirnya surat perjanjian itu. Namun kini, Dara malah merasa diterbangkan ke langit. Raka tersenyum mendengar ucapan Demian, "Dem, saya ... bukan ayah kandung Dara." Kalimat Raka yang secara tiba-tiba diucapkan Raka jelas saja membuat Raya dan Demian kaget bukan main. Raya kaget karena tidak menyangka kalau Raka akan mengatakannya secepat ini. Sedangkan Demian tidak menyangka kalau orang yang ada di hadapannya, ternyata bukan ayah kandung dari sang istri. Sementara itu Dara, hanya tertunduk tak berani menatap siapa pun di hadapannya. "Alasan saya tidak bisa hadir ke pernikahan kalian bukan karena saya ada acara di luar kota hingga tidak bisa pulang karena tidak mendapatkan tiket pesawat. Itu hanya akal-akalan saya saja agar tidak ada yang tahu siapa saya sebenarnya untuk Dara. Saya tidak ingin ada kolega saya yang menjadikan kebenaran ini bahan untuk menjatuhkan saya." Raka menarik tatapannya ke Dara yang masih belum berani menatapnya. "Mas, apa-apaan ini. Malu sama Demian!" cegah Raya yang sebenarnya takut kalau sampai Demian memutuskan hubungan dengan Dara hanya karena status Dara yang tidak menilai seorang ayah. "Mau sampai kapan kita simpan terus, Raya. Sudah waktunya Dara tau hal ini," ucap Raka yang masih terlihat tenang. "Dara sudah tau segalanya, Pi," ucap Dara yang akhirnya berani mengangkat kepalanya dan melihat ke semua orang. Demian yang duduk di sampingnya, langsung mengarahkan sorot matanya ke Dara. Dia akhirnya mengerti, alasan Dara sebenarnya yang sempat menolak untuk ikut ke acara jamuan makan siang kali ini. "Kamu tau dari siapa, Ra?" tanya Raka yang langsung dijawab Dara dengan mengarahkan pandangan ke Raya yang duduk di hadapannya. Semua pasang mata langsung tertuju ke Raya yang terlihat membalas tatapan Dara dengan sorot mata tajam. "Kamu memberitahu Dara?? Bukannya kita sudah berjanji untuk ngasih tau Dara berdua. Kenapa kamu malah lebih dulu mengatakannya?" "Aku ... aku hanya ...." Raya bingung bukan main. Rasanya mustahil baginya untuk mengatakan tentang surat perjanjian yang ditunjukkan Dara padanya pemberian Demian. Bisa hancur semua yang dia rencanakan jika Raka mengetahuinya. Raka pasti akan membatalkan pernikahan Dara dan Demian dengan mengizinkannya bercerai. Raya tidak ingin kehilangan pohon yang yang sekarang Demian lah pohon uang itu. "Kenapa, Mi, kenapa malah gak bisa jawab?" tanya Dara sembari tersenyum sinis. "Apa harus Dara yang mengatakannya?" tanya Dara lagi yang tampak puas dengan kegelisahan yang dihadapi Raya saat ini. Raya semakin menajamkan sorot matanya ke Dara, walau masih saja terlihat jelas gerak gerik Raya yang masih gelisah karena harus memberikan jawaban pada Raka. "Mami mengatakannya karena ...." "Karena dia memaksaku, Mas!" potong Raya yang membuat Dara menghentikan kalimatnya. "Dia mulai curiga saat kamu gak berusaha datang ke akad nikah, dan Dara memaksaku untuk mengatakan yang sejujurnya. Maaf, Mas," ucap Raya dengan akting yang luar biasa. Dara benar-benar salut melihat aktingnya. Sedangkan Demian sendiri semakin mengerti, bahwa Raya bukan ibu yang baik bagi Dara selama ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD