BAB 6 - ADEGAN DI FILM

1110 Words
"Kamu pulang?" Suara Demian terdengar saat Dara sedang duduk di sofa ruang tamu sembari melepaskan sepatu high heels yang dia kenakan sejak tadi pagi. Sesaat, Dara hanya meliriknya, lantas menjawab singkat sekedar menghargai pertanyaan lelaki yang sudah duduk di hadapannya. Dia sudah siap, itulah yang terlihat di kedua mata Dara. Kimono berwarna cokelat muda dengan panjang selutut sudah dia ikatkan talinya di pinggangnya. Dara sendiri sebenarnya menikmati permainan Demian di atas ranjang tadi malam. Ada sensasi yang membuat Dara merasa ingin lagi dan lagi. Bahkan melihat Demian berpakaian seperti itu saja, sudah membuat gairahnya memuncak hingga rasanya ingin menarik Demian langsung ke kamar. J Namun, surat perjanjian yang tiba-tiba terlintas di ingatannya membuat Dara meredam keinginan gilanya itu dalam-dalam. "Dini bilang, kamu sudah makan di nasi pecal lele di pinggir jalan, kenapa gak di restoran sekalian?" tanya Demian yang terdengar tidak menyukai apa yang sudah dilakukan Dara itu. "Aku makan di tempat langgananku, di situ lebih enak dari pada di restoran." Dara menatap Demian kesal. Dara sebenarnya sengaja melakukan semua yang dibenci Demian agar lelaki itu, membencinya. Walau sebenarnya Dara sendiri takut jika Demian marah dan malah melepaskannya, dia pasti akan kehilangan segalanya. Bahkan Raya sendiri akan mengusirnya dan tidak lagi mau menganggapnya anak. Demian menatap Dara dingin. Tidak ada ekspresi di wajahnya, entah itu ekspresi senang, kesal atau malah murka. Dara sendiri yakin, sampai kapan pun Demian tidak akan mau diajak makan di pinggir jalan seperti itu. Dini yang memberitahu bahwa Demian paling anti makan makanan yang dianggapnya tidak higienis. Apa lagi kalau harus makan di pinggir jalan seperti yang dilakukan Dara tadi, membuat Dara berpikir bHwa malam ini, dia bisa melewati malam tanpa permainan yang diinginkan Demian. Minimal Demian akan mengusirnya dari kamar karena marah. "Lain kali, ajak aku makan di tempat langganan kamu itu," ucap Demian sebelum pergi meninggalkan Dara yang langsung bengong mendengarnya. Dia tidak menyangka, Demian akan mengatakan hal itu. Dara malah berharap, Demian akan marah padanya dan melarangnya untuk makan di luar lagi. "Eh, tunggu!" seru Dara yang berhasil menghentikan langkah kaki Demian yang hampir menaiki anak tangga pertama menuju kamar di lantai dua. Dara menyusulnya dan berhenti tepat di hadapan Demian. "Gak ada niat marah gitu?" tanya Dara yang malah terdengar lucu di telinga Demian. "Buat apa marah?" tanya Demian santai. "Kamu tuh seharusnya marah, ngelarang gak boleh lagi makan di sana, bukannya malah minta diajak makan di sana juga, gimana sih!" ucap Dara kesal. "Atau minimal ngusir aku malam ini tidur di luar gitu," lanjut Dara dengan nada suara semakin merendah. Demian tersenyum mendengar ucapan Dara. Senyuman yang semakin membuat Dara bingung bukan main dengan sosok suaminya itu. Sesaat Demian bisa lembut dan sopan, dan tadi siang malah kasar bukan main. Dan kini, Dara malah melihat senyuman di bibirnya. Seolah lelaki di hadapannya memiliki kepribadian ganda yang sulit ditebak, kapan dia akan berubah menjadi sosok yang baik dan kapan menjadi sosok yang sangat menakutkan. "Buat apa dilarang?" tanya Demian. "Kamu melakukan kesukaan kamu, aku melakukan kesukaan aku, gak ada yang perlu dilarang. Yang aku tau, kamu gak boleh stres, jadi lakukan aja apa yang kamu mau, selagi masih dalam batas wajar, aku gak akan pernah marah apa lagi ngelarang." "Tapi bukannya kamu bakalan malu sama semua kolegamu, kalau sampai mereka lihat istri dari pewaris tunggal Bramantyo Putra, malah makan di pinggir jalan yang berdebu," sindir Dara yang malah dibalas Demian dengan tertawa kecil. "Gak masalah, lagian cuma makan, bukan buka baju di pinggir jalan, kan?" balas Demian lantas kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Dara yang seketika berubah kesal mendengar ucapannya. "Bersih-bersih dulu, aku tunggu kamu di kamar!" "Ogah!!!" jerit Dara dari lantai bawah. Dara terdiam, mencoba memikirkan cara lain agar malam ini tidak harus tidur satu ranjang dengan Demian. Dara baru ingat, bahwa di rumah besar milik Demian ini, ada beberapa kamar kosong yang bisa dia tempati. Dara bergegas ke semua kamar di lantai bawah. Mencoba membuka pintu kamar satu persatu, tapi sialnya kelima kamar malah terkunci. Dara menghela napas kesal, lantas melihat ke Dini yang datang mendekatinya. "Percuma, Non, semua pintu kamar di sini dipegang Tuan Muda. Semua dikunci setiap malam," ujar Dini yang semakin membuat Dara mendengus kesal. "Lagian, Non mau ngapain meriksa semua kamar di sini?" "Niatnya, saya mau tidur di salah satu kamar, males tidur di kamar Tuan Muda kamu itu." Dini tertawa mendengarnya, "Jangan gitu, Non, Tuan Muda bisa marah sama Non Dara nanti." Dini menggelengkan kepala pelan. "Lagian, Non kan sudah jadi istrinya Tuan Muda, masa tidurnya terpisah. Kapan jadinya, Non." Ada rasa malu yang dirasakan Dara mendengar sindiran Dini tentang anak yang diinginkan Demian. Entah apa maksudnya, perasaan malu itu langsung hadir tiba-tiba mengalahkan kekesalan yang sempat memenuhi d**a Dara. "Pakaian Non sudah disiapkan di kamar, handuknya juga, Non sebaiknya bersih-bersih sekarang. Saya yakin, kalau Non Dara gak mau malam ini, Tuan Muda juga gak bakalan maksa." "Masa?" tanya Dara tidak yakin dengan dugaan Dini. Dini menganggukkan kepala, "Yakin seratus persen, cepetan, Non, udah malam, gak baik juga buat kesehatan kalau mandi terlalu malam." Dara menyerah, melangkah malas menuju tangga meninggalkan Dini yang kembali menggelengkan kepala sembari tersenyum melihat tingkah majikannya yang terkesan seperti anak-anak. Dini berlalu pergi menuju kamarnya berada. Sementara itu sesampainya di depan kamar, Dara membuka pelan pintu kamar, mengintip ke dalam memastikan Demian belum masuk. Namun sialnya, Demian malah berdiri di balik pintu sembari berkacak pinggang melihat ke Dara yang langsung berpura-pura biasa saja. "Ngapain di kamar sendiri pakai ngintip segala?" tanya Demian. "Kagak, maaf, aku mau mandi!" ucap Dara ketus sembari melewati Demian dan melangkah menuju tempat tidur, mengambil handuk dan pakaian yang dimaksud Dini yang ternyata kimono berwarna sama dengan yang dipakai Demian. Kedua pipi Dara kembali merah merona, bayangan tentang hal aneh, berputar di kepalanya yang dengan cepat, langsung ditepis Dara. Dara melirik ke Demian yang masih berdiri di belakangnya sembari mencabut wayar charger yang sejak tadi terpasang ke handphonenya. Adegan seperti di film-film dewasa kembali berputar di kepala. Adegan Demian yang tiba-tiba masuk ke kamar mandi, membuat Dara langsung menepis kembali khayalan aneh itu. Dara menghela napas pelan, mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya yang terasa panas akibat pikiran kotor yang terlintas di kepala hanya karena kimono di hadapannya. Dara menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskannya perlahan. Meraih handuk dan kimono itu, lantas beralih menghadap pintu kamar mandi. "Jangan coba-coba masuk ke kamar mandi, aku mau mandi!" seru Dara lagi sembari bergegas ke kamar mandi dan menutupnya. "Kamu bisa menguncinya dari dalam, itu pintu mahal, buka cuma kain yang dipasang buat sekedar jadi penutup!" balas Demian sembari berbaring di tempat tidur dan meraih handphonenya. "Ya?! Gak usah dikasih tau aku juga udah tau! Dasar orang kaya sombong! " jerit Dara dari dalam kamar mandi yang berhasil membuat Demian tersenyum tipis mendengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD