BAB 12 - MAAF, AKU GAK PUNYA WAKTU

1069 Words
Dara tertidur. Itulah yang terjadi saat malam kian larut dan hujan mulai turun. Walau hujan tidak sampai masuk ke balkon, namun hawa dingin malam itu cukup membuat Dara memeluk erat tubuhnya sendiri saat tertidur pulas dengan posisi duduk dan kedua kaki ditekuk naik ke atas kursi. Dara masih enggan masuk ke kamar. Pertengkarannya dengan Demian tadi ditambah dengan sikap enggannya berhubungan suami istri dengan Demian, membuat Dara bertekad tidur di luar malam ini. Dara tidak peduli dengan nyamuk atau pun hawa dingin yang Menyerangnya. Yang Dara sadari kali ini dia benar-benar sendirian. Tidak ada tempat baginya mengadu, selain Tuhan. Ingin mengadu pada Raya, percuma saja. Di kepala Raya hanya uang uang dan uang saja. Bahkan Dara malah merasa dijual oleh ibunya sendiri dengan menikahkannya secara tiba-tiba dengan Demian. Ingin mengadu ke Raka, Dara merasa canggung dengan statusnya yang ternyata hanya anak angkat. Dan dengan Demian? Rasanya tak mungkin karna dialah pelakunya. Dara yang terlalu lelah berpikir, akhirnya malah tertidur. Handphonenya dia biarkan tergeletak di atas meja, sedangkan dirinya hanya bisa meringkuk menahan dingin. Perlahan pintu balkon terbuka. Demian ke luar dengan pakaian tidur berbahan kaus lengan pendek dan celana pendeknya. Demian menatap tak tega ke arah istrinya. Perlahan melangkah mendekat, dan menyentuh kulit tangan Dara yang sudah dingin. Tanpa basa basi, Demian langsung mengangkat tubuh Dara dengan kedua tangannya, dan membawanya ke kamar. Perlahan, Demian membaringkan Dara di tempat tidur, lantas berniat menarik selimut, namun Dara yang secara tiba-tiba berubah posisinya menghadap ke arah Demian, tanpa sengaja menarik leher Demian, yang membuat lelaki itu mendekat terpaksa hingga wajahnya begitu dekat dengan Dara. Demian terdiam, memandangi wajah sang istri yang tertutup rambut Dara sendiri. Perlahan, Demian menyingkirkan rambutnya hingga memperlihatkan wajah cantik Dara. Demian mendekatkan bibirnya dengan Dara. Namun baru saja ingin menempelkannya, tamparan lumayan keras melayang ke pipi kanannya yang membuat Demian merintih kesakitan. Demian spontan menjauh, duduk di tepi tempat tidur sembari memegang pipinya. "Dasar lelaki gak punya hati!" ucap Dara yang membuat Demian menatapnya kaget. Dia tidak menyangka kalau ternyata Dara masih belum tidur walau matanya masih tertutup rapat. "Kamu pikir kamu bisa berbuat seenaknya denganku, hah? Mentang-mentang kamu sudah dapatin aku, iya?!" "Ya maaf, aku gak bermaksud gitu, seharusnya kamu terima kasih samaku karena sudah ku gendong ke dalam. Emangnya kamu mau kedinginan apa di luar?" balas Demian. "Bukannya makasih malah marah-marah, pakai acara nampar segala lagi!" "Diam! Aku bilang diam!!" bentak Dara. "Siapa nyuruh kamu bicara, hah? Sudah cukup enam bulan ini kamu terus mengaturku, mulai sekarang gak lagi!" "Enam bulan?" tanya Demian heran. Demian memeriksanya, melambaikan tangannya di depan mata Dara yang ternyata tidak ada respon sama sekali. Demian akhirnya sadar kalau Dara ternyata hanya mengigau. Demian seketika menghela napas lega karena sadar kalau sejak tadi, dia hanya berbicara sendiri. "Kamu tau, kamu jahat!" Suara Dara bergetar. "Aku udah perjuangin kamu di depan orang tua aku, di depan semua orang aku juga udah bela-belain kamu. Tapi ternyata, kamu malah jahat kayak gini samaku. Jujur aku malu, Tama. Kamu sakit jiwa." Air mata Dara tiba-tiba menetes yang membuat Demian tak tega melihatnya. Dara malah kembali tertidur pulas dengan air mata yang berhasil jatuh ke bantalnya dan meninggalkan lintasan di wajahnya. Perlahan, Demian menghapusnya dan kembali menatap Dara kasihan. Entah apa lagi masalah yang pernah dihadapi Dara setelah berpisah dengannya di SMA, yang pasti Demian yakin, masalah dengan Tama bukan masalah biasa. Air matanya seolah meyakinkan Demian bahwa Tama benar-benar sudah melukai istrinya lebih dari sekedar sayatan luka di hati kecil Dara. Perlahan Demian mengusap kepala Dara dengan tatapan teduh ke arah wajah cantik sang istri. *** Dara membuka matanya saat adzan subuh berkumandang. Kali ini tidak seperti hari sebelumnya. Demian masih tertidur pulas di sampingnya. Dara spontan melihat ke arah balkon. Seingatnya tadi malam dia berada di luar hingga tertidur. Namun kini dirinya sudah berada di tempat tidur dengan selimut yang hangat sampai ke leher. Selimut? Kata itu kembali diulang Dara yang langsung melihat ke dalam selimut. Dara menghela napas lega saat menyadari dia masih memakai piyama lengkap seperti sebelum dia ke luar balkon. Demian tidak menyentuhnya tadi malam. Entah mengapa, ada rasa tidak enak pada Demian yang pastinya menginginkan hal itu kembali terjadi. Namun di sisi lain, Dara juga tidak memungkiri kalau Demian berhasil membuat emosinya naik turun begitu cepat. Bahkan sama sekali tidak bisa terkontrol saat beradu kata dengannya. Demian bagaikan memiliki kepribadian ganda yang kapan saja bisa berubah sesuka yang dia mau. Kadang menjadi sosok suami yang begitu diidamkan oleh semua wanita. Tapi terkadang malah bagai musuh yang ingin dihajar tanpa ampun. Dara membuka selimutnya dan langsung menyelimuti tubuh Demian saat menyadari semua bagian selimut untuknya. Walau Dara sangat yakin Demian lebih tahan dingin dari pada dirinya, tapi Dara merasa tak tega melihatnya tidur tanpa selimut. Lagi pula Dara ingin bergegas melakukan shalat subuh agar tidak telat. Karena Dara ingin mandi terlebih dulu sebelum melaksanakan kewajibannya. Dara menurunkan kakinya dan berjalan menuju kamar mandi. Dengan khusyuk, Dara mengambil wudhu lantas dilanjutkan melaksanakan shalat subuh. Demian membuka kedua matanya saat Dara shalat. Diam-diam memperhatikan sang istri yang dia selalu tahu, bahwa Dara begitu rajin melakukan kewajiban utamanya sebagai seorang muslimah. Ada rasa malu yang teramat sangat dirasakan Demian. Demian merasa gagal sebagai seorang suami yang tidak lain adalah imam bagi Dara yang seorang makmum baginya. Demian merasa belum pantas. "Mami gak shalat dulu?" tanya Demian yang berusia tujuh tahun yang kala itu terlihat duduk di pinggir tempat tidur melihat ke arah Melissa yang berniat ke luar dari kamar. Pemandangan itu seolah bisa disaksikan langsung oleh Demian dewasa yang masih berbaring. "Mami mau nemani Papi ketemu klien, ini masih pagi banget, kamu tidur aja lagi. Entar jam tujuh dibangunin buat sekolah ya," ucap Melissa dengan senyuman lebar. "Tapi kata Bu Guru, shalat itu wajib bagi agama islam. Mami kan islam juga sama kayak Bu Guru, jadi Mami juga harus shalat." "Iya, nanti mami kerjakan. Mami benar-benar gak punya waktu sekarang. Oke?" Demian mengangguk dan pemandangan itu menghilang seketika saat terdengar suara Dara memanggilnya. Demian mengalihkan pandangannya ke Dara yang sudah menatapnya sambil duduk di atas sajadah dengan mukena kuning yang masih dia pakai. "Kamu gak shalat?" tanya Dara dengan suara lembut. Demian sesaat terdiam, lantas turun dari tempat tidur dan menyambar handuk di jemuran handuk kecil di dekat pintu kamar mandi. "Aku gak sempat, aku mau ketemu klien pagi ini," ucap Demian lantas masuk dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Dara hanya menghela napas lantas kembali melanjutkan rangkaian shalat yang terakhir yaitu doa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD