Hal. 2 Rasiel Ainsley ( Love & Fall )

2206 Words
Note : Disarankan membaca cerita buku 1 dulu : IMPERFECT ME  :) . .  Karena banyak yang nggak tahu dimana sih klik love itu? Jangan lupa Klik tanda bentuk jantung terlebih dulu sampai berubah jadi warna putih, untuk pengguna Handphone agar masuk ke dalam library kalian  Untuk pengguna komputer cukup klik tulisan ADD menjadi ADDED yaa :D Nikmati dan jangan lupa Appreciate juga karyaku yaa , Terimakasih:* Selamat membaca :) Halaman 2 . . .   Masih di tempat yang sama, Rasi hanya bertugas menjadi penonton, melihat bagaimana ketiga wanita di depannya nampak terang-terangan membully laki-laki itu. Masih dengan aroma mocha menguar di seluruh ruangan, Rasi sama sekali tidak berminat untuk menolong, Mengambil napas panjang, Ia kembali meracik kopi untuk pelanggan. ‘Untuk apa aku ikut-ikutan?’ Kalau tindakannya mungkin akan merugikan tempat ini. Bisa saja Thomas malah tak suka. Mengendikkan bahu sekilas, menaruh lap bersih kembali di atas meja, mencoba mengambil cangkir baru dan biji kopi lain. Lagi-lagi, kedua manik legam Rasi tak sengaja menoleh ke arah sosok itu. Ucapan remeh terdengar jelas. [“Penampilanmu benar-benar mengganggu pemandangan, Paman. Padahal kami suka sekali dengan café ini, tapi gara-gara kau, ish.”] Salah satu wanita berambut panjang, dengan gaya super modis, plus rok pendek, berujar jijik. Well, mungkin penampilan laki-laki tadi memang membuat Rasi risih. Tapi dia sedikit tak setuju dengan aroma sang empunya. Tidak ada aroma busuk, Rasi malah mencium parfum citrus mint dari sosok itu. Aneh. Ditambah lagi kedua manik dan seringai tadi? ‘Ah, aku pasti berkhayal,’ Menggelengkan kepala sekali lagi. Saat wanita itu hendak meracik kopi baru. Suara gebrakan meja hampir membuat Ia menjatuhkan cangkir dalam genggaman. “Astaga!” Reflek berjengit kaget. [“Kau dengar tidak, Paman?! Bisa pergi dari sini?!! Kau mengganggu pemandangan!!”] [“Menjijikan!!”] Oke, Rasi mulai risih. Dia masih bisa mentolerir suara-suara tipis dan sedikit sindiran. Tapi tidak dengan suara teriakan, astaga. Melirik ke semua pengunjung. Mengira bahwa semua pengunjung di sana nampak risih dan tidak suka. Ah, ternyata Tuhan begitu kejam. Semua orang justru tertawa dan menikmati aksi pembullyan di depan mata mereka. Tak siapapun berniat melerai atau membela sang laki-laki. Mendukung tindakan ketiga wanita itu. Rasi bagai berkaca. ‘Apa dulu aku seperti itu juga?’ Setengah merinding dan mendengus geli. Rasanya sudah lama tidak mengejek, berteriak atau berdiri di depan bak menjadi pemimpin diantara semua teman. Persetan dengan semua itu, setelah perusahaan ayahnya hancur. Diantara sahabat yang Ia punya, tidak ada satupun sahabat mau menampung, menolong atau sekedar membantu Rasi mencari tempat tinggal. Mereka seolah lupa, menjauh dari Rasi. Bahkan dia terpaksa putus kuliah untuk menghindari semua pandangan atau tindak buruk beberapa orang jika identitasnya sebagai anggota keluarga Mataniel terbongkar. “Hh, roda berputar cepat sekali,” Menggeleng pelan, kembali terfokus meracik kopi. Membiarkan suara teriakan itu menggema di telinganya. ‘Bukan urusanku, bukan urusanku,’ batin Rasi berulang kali, bernyanyi dalam hati. Terfokus dengan kopi di depannya. Sebelum manik Rasi tak sengaja melirik ke arah sosok Thomas di dalam dapur, laki-laki itu berdiri diambang jendela kecil tempat mengambil pesanan. Melihat ke arah para wanita di sana dengan wajah tertekuk tak suka. Tak suka? Menghentikan gerakannya, jangan-jangan pemikiran Rasi tadi salah? Thomas tidak suka melihat ketiga wanita itu mengganggu tamunya? Apa Thomas merasa kasihan, bagaimana kalau sekarang Rasi bergerak menolong laki-laki itu? Apa kadar kesukaan Thomas padanya akan meningkat pesat? Sebagai wanita baik-ah setidaknya di depan calon suami. Meskipun pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan atau lebih tepatnya ditikung saudara sendiri. Rasi masih tidak menyerah untuk mencari calon pengantin yang sempurna untuk dia. Ck, ck, sifatnya benar-benar tidak berubah setelah beberapa tahun. Tidak apa-apa toh, sifat ini tak merugikan banyak orang ‘kan? Oke, Rasi membulatkan tekad. Menaruh kopi di atas meja kembali, mengambil lap di sebelahnya dan berjalan keluar dari area barista. Baru saja dia bilang tidak ingin menjadi super hero dan tiba-tiba berubah baik. Setelah melihat wajah Thomas tadi, Rasi langsung banting setir. . . . . Jangan remehkan wanita yang lebih sering membully orang lain, Rasi bisa dibilang sudah sangat terbiasa melawan wanita-wanita garang seperti mereka. Dari segala umur. Tumbuh di lingkungan keluarga kaya raya sebelumnya, membuat kepercayaan diri dan sikap bebalnya sebagai putri angkuh seolah tidak tertekan dengan hawa ketiga wanita di depan sana. Umur mereka mungkin hampir sama, tapi soal pengalaman. Kita lihat saja. Berdiri di belakang ketiga wanita itu, memasang senyuman sopan. “Maaf, nona-nona. Tolong jangan membuat keributan di sini.” Mempertahankan sikap sopannya, meskipun saat ketiga wanita di depannya berbalik, menunjukkan wajah kesal dan amarah. “Ck, kami hanya tidak suka jika café ini mengijinkan orang-orang kotor sepertinya masuk! Mengganggu pemandangan!” ujar salah seorang dari mereka. Rasi masih tersenyum, “Tapi saya tidak enak dengan tamu lain. Jika anda berteriak-teriak seperti itu. Ini bukan lapangan sepak bola.” Ketiga wanita di depannya memerah malu, ucapan Rasi yang telak membuat harga diri mereka hancur. “A-apa kau bilang?! Berani sekali mengatakan seperti itu pada tamu!” Kali ini semua kemarahan mereka tertuju pada Rasi seorang. Sementara laki-laki di depan sana nampak sedikit menengadah kaget. Sekilas maniknya terlihat diantara rambut panjang yang basah. ‘Hh, telingaku sakit.’ Walau dalam hati menggerutu, Rasi tetap bersikap professional, jika Thomas melihat kelakuan anak kecilnya, bisa-bisa Thomas ilfeel. Jadi sekarang, Rasi harus berusaha mempertahankan sikap anggun dan cantik. “Jika kalian bertiga ingin berteriak, silahkan lakukan di tempat lain. Bukan di sini.” “A-apa!!” Rasi mengerjap sekilas, melihat salah seorang wanita hendak melayangkan tangannya menampar pipi Rasi. Hal yang bisa Ia prediksi. Menggunakan sedikit kemampuan bela diri dan pertahanan,  Rasi berhasil menangkap tangan wanita itu. Walau gerakan wanita di depan Rasi cukup cepat, ada untungnya juga dulu sang ayah mengajari Rasi banyak hal. Termasuk cara bela diri dan mempertahankan diri. Memang tidak sempurna seperti sang kakak, jika berada di hadapan Teresa. Rasi pasti tak berdaya, lain halnya jika berhadapan dengan wanita yang lebih lemah darinya. Satu cengkraman kuat menggenggam pergelangan tangan wanita itu. Kedua manik tetap tenang dan tersenyum tipis. “Tolong jangan menggunakan kekerasan di sini.” ujar Rasi pelan. Sukses mempermalukan ketiga wanita itu. Cengkraman tangan Rasi terlepas, mengira bahwa sosok di depannya akan menyerah. Ternyata tidak. “Beraninya kau!” Hal yang tidak bisa Rasi prediksi justru terjadi, salah seorang wanita di dekat sosok tadi mengambil satu cangkir kopi lagi dan langsung menyiramkan cairan itu tepat ke pakaian Rasi. Mengotori dengan sempurna. ‘Ah, sial.’ Tali kemarahan Rasi putus seketika. Saat dia sudah berusaha untuk sabar dan menahan diri. Sekarang mereka justru menyiraminya dengan kopi?! “Ups, maaf, aku tak sengaja.” Oke, sudah cukup. Dia sudah berbaik hati, sejak awal memang kadar kesabaran Rasi cukup rendah. Sedikit saja ada yang berani menyinggungnya. Tanpa segan-segan, memperlihatkan kebiasaan sang Ainsley. Bergerak mencengkram salah satu pergelangan tangan sosok di depannya, “Ah!” Membuat tubuh itu berbalik, sengaja menekuk tangan ke belakang. Satu jeritan kecil keluar, “Sakit!” “Aku sudah berusaha bersabar, Nona. Tapi kau malah menyiram kopi ke pakaianku?!” Tidak seperti Teresa yang mampu mengendalikan diri dengan akting luar biasa. Rasi berbeda, walau dia pintar menggunakan topeng. Tapi tingkat kesabaran mereka berbeda. “Lepas! Ma-maafkan aku, astaga!” Saat berusaha mengeraskan aksinya, begitu mendengar kata maaf. Baru-lah Rasi puas. Bergerak melepaskan tangan itu, ketiga wanita di depannya nampak takut. Berusaha berdiri tegap, “A-awas saja kau!” Tak lupa sebelum melarikan diri, mereka berteriak kompak, keluar dari café. Meninggalkan Rasi dalam posisi berdiri, mendengar dengan jelas bagaimana para tamu lain justru kecewa. [“Yah, pertunjukannya selesai.”] [“Seharusnya bisa lebih lagi, membosankan,”] Hh, haruskah dia mendesah lelah? ‘Dasar netizen.’ . . . . “Terimakasih.” Satu suara baritone menyentakkan pikiran Rasi. Wanita itu mendengus kecil, bergerak mengelap noda kopi di atas meja laki-laki di dekatnya. “Untuk apa? Aku hanya sedang menyingkirkan pengganggu tadi.” tukas Rasi singkat. Seolah bisa menebak pikiran Rasi, “Pengganggu? Justru yang kulihat tadi, semua orang nampak menikmati ketiga wanita itu membentakku habis-habisan.” Well, tidak ada yang salah dari perkataannya. Rasi mengendikkan bahu  singkat. “Masih banyak orang yang akan merendahkanmu jika menggunakan penampilan seperti itu.” ‘Termasuk aku tentunya,’ lanjut Rasi dalam hati. Mengambil nampan berisikan kopi dan hendak pergi dari sana. “Hh, aku harus mengganti pakaian ini.” desah sosok itu kesal. Manik legamnya melirik ke arah sosok tadi, “Lain kali gunakan pakaian yang menarik dan bagus, jika tidak ingin diperlakukan seperti tadi lagi.” Mendengus singkat. Hendak pergi dari sana, sebelum, “Orang-orang sepertimu yang hanya bisa melihat sesuatu dari covernya bisa apa?” Telinganya menangkap perkataan laki-laki itu, samar tapi masih terdengar jelas. Berbalik kembali dengan manik menyipit. Sosok yang kembali tersenyum menatapnya, dengan setengah wajah ditutupi oleh rambut bergelombang. “Oke, aku tarik lagi kata-kata tadi.” Satu ucapan yang singkat, salah satu tangan Rasi bergerak mengambil satu gelas air putih di atas nampan tadi. Tanpa senyuman dan dengusan singkat, Ia bergerak menjatuhkan air tadi di atas kepala laki-laki itu. “Tolong jernihkan dulu pikiranmu, Tuan.” Tersenyum sinis, dengan wajah setengah terangkat angkuh. “Coba kau pikir ulang, Tuan. Membicarakan orang dari belakang dan menilai seseorang dari covernya. Mana yang lebih buruk? Jika baik cover ataupun isi di dalam orang itu tetap rusak, bukannya sama saja?” Mengabaikan tatapan kaget semua tamu di dalam ruangan. Rasi berbalik pergi dari sana. “Daripada menyindirku, lebih baik anda memperbaiki diri sendiri.” Setelah kalimat terakhir Rasi terucap lantang, wanita itu langsung berjalan menuju kamar mandi. Hampir saja membenturkan kepalanya ke dinding kaca. . . . ‘Ah, sialan! Aku melakukannya lagi!’ Mengacak rambut kesal, salah satu sifat yang tidak pernah hilang. Bahkan setelah Teresa memberikan dia trauma cukup besar. Hh, sikap keras kepala, dan tidak mau kalah! Jika seseorang mengganggu idealisnya, Rasi otomatis memberontak. Dia tak suka! ‘Thomas, pasti melihatku tadi!! Aish, Rasi bodoh!!’ Memukul kepalanya dengan salah satu tangan. Mengambil napas panjang. Setelah menyiram air di kepala pelanggan. Mungkin hari ini Thomas akan memecatnya. Sialan! ‘Kenapa aku harus menolong laki-laki itu, dan apa-apaan kata-kataku tadi!’ Sedikit merinding, mendengar kalimatnya sendiri. Menilai seseorang dari cover. Ah!! Rasi tentu saja masih mempunyai satu sifat menyebalkan itu. Kecuali membicarakan seseorang di belakang mereka. Rasi entah kenapa paling anti. Tumbuh menjadi wanita antagonis membuat bibirnya ini sering kali tidak bisa direm. Apapun, siapapun orang yang tidak Ia suka. Rasi pasti akan mengatakan langsung di depan orangnya sendiri. Tidak bisa menyembunyikan kekesalan dan cenderung menjadi sosok egois. Hah! Pasti penilaian Thomas padanya akan menurun drastis! ‘Haruskah kuucapkan salam perpisahan dengan tempat ini?’ batin wanita itu pasrah. .. . . . “Rasi,” Hampir menjatuhkan handuk di tangannya, Rasi berjengit kaget.  Kembali dari kamar mandi, beruntung dia menggunakan apron besar, jadi noda kopi tadi hanya mengenai apron saja, sebelum menembus ke pakaian berkerahnya. Dia sudah cepat-cepat melepas apron tersebut. Mendapati sosok Thomas berdiri di area barista. “Ka-kak Thomas,” Rasi belum siap menerima amarah dan kalimat pemecatan dari bibir Thomas. Hanya karena menyiramkan air putih ke pelanggan. Aih, berjalan dengan wajah menunduk. Mengelus salah satu lengannya gugup, berjalan mendekati Thomas. “Kakak, pasti melihat kelakuanku tadi ya?” Sedikit menggaruk area leher, menengadahkan wajah, menatap wajah Thomas di depannya. Lho? Rasi tidak melihat tanda-tanda kemarahan di wajah Thomas. Sosok itu justru tersenyum kecil, bergerak menepuk puncak kepala Rasi lembut. “Ya, aku melihat semua. Bahkan kata-kata terakhirmu yang keren.” Hampir saja terbatuk, wajah Rasi mendadak merah. Kembali menggaruk bagian belakang lehernya gugup, “Keren?? Kak Thomas, bilang aku keren?” Padahal jelas-jelas tadi dia melanggar kode etik pelayanan café ini. Sosok itu mengangguk kecil, “Tentu saja keren. Kau bahkan bergerak lebih cepat dariku.” Sedikit terkekeh, Rasi hendak membalas ucapan Thomas sebelum laki-laki di depannya berujar dengan tegas, “Seharusnya sejak awal aku memang melarang laki-laki itu datang ke sini. Jika semua tamu-ku risih dengan keberadaannya. Bisa-bisa tidak ada yang mau ke sini.” Ah- Menelan kalimat yang hampir terlontar tadi, Rasi membalas perkataan Thomas dengan kikuk. Ternyata semua pemikiran Rasi sebelumnya sangat berbanding terbalik dengan pikiran Thomas. Apa sejak awal laki-laki itu tidak berniat menolong? Entah kenapa ada satu hal yang cukup mengganggu Rasi saat mendengar ucapan Thomas. Hatinya sedikit tercubit, tidak mengerti gara-gara apa. Well, Rasi akui, dia sendiri juga bukanlah wanita yang baik-baik. Malah cenderung tumbuh menjadi pemeran antagonis. Seharusnya dia merasa biasa-biasa saja ‘kan dengan perkataan Thomas tadi. Tapi kenapa, rasanya aneh? Menggeleng cepat, tersenyum lebar. Rasi membuang pemikirannya tadi. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Mungkin Thomas salah satunya . . . . Seolah mendapat jackpot besar, Rasi tidak mengira bahwa hari ini akan tiba dimana Thomas mengajaknya pergi. “Apa malam ini kau ada acara?” Berbisik pelan, seolah hanya menjadi rahasia mereka saja. Setengah melongo, Rasi menggeleng cepat, “A-aku free sampai pagi, Kak!” Memberikan jawaban langsung. Thomas terkekeh. Mengacak rambut Rasi sekilas, “Baiklah, bagaimana kalau nanti aku menjemputmu ke rumah. Kita berkencan,” ujar Thomas, sembari memberi kedipan singkat. Rumah? Thomas melihat kondisi rumah ah lebih ke arah apartementnya yang kecil dan lusuh. Rasi tidak mau. “Ka-kakak, tidak usah menjemputku, kita bertemu saja di sini ya! Jam berapa kira-kira, Kak?” Thomas sedikit terdiam, sebelum akhirnya mengangguk setuju, “Baiklah kalau memang itu mau-mu, kita bertemu pukul delapan malam saja, oke?” “Baik!!” “Kalau begitu aku kembali kerja dulu, Kak!” Melempar senyuman lebar, Rasi berbalik dengan semangat, tidak sabar menunggu malam. Berjalan ke arah beberapa meja yang masih berisikan sisa cangkir kopi kosong. Biarpun ini bukan bagian pekerjaannya, untuk hari ini saja Rasi tak peduli! Melihat laki-laki tadi sudah menghilang dan pergi dari dalam café. Apa artinya dia sudah menyerah datang ke sini lagi? ‘Hah, aku tidak peduli! Yang penting malam ini aku kencan!!’ batinnya senang, setelah satu tahun tidak mendapatkan acara kencan romantis. Bahkan berpacaran pun Ia tidak sempat karena harus sibuk bekerja karena mengurus diri sendiri tanpa bantuan siapapun. . . . . Seseorang di seberang sana nampak mendengus penuh seringai, bergerak mengambil handphone yang bergetar di saku celananya. Mengacak sekilas rambutnya yang sedikit berantakan. [“Hn, semua persiapan sudah kau bawa ‘kan?”] [“Tentu saja! Kami menunggu jackpotmu hari ini, Kakak! Kali ini siapa lagi mangsamu?”] Sosok itu semakin menyeringai, menjilat bibir bawahnya dengan seduktif. Seolah menunggu penuh kesabaran untuk hari ini. Setelah berbulan-bulan sabar, [“Hanya wanita cantik yang sedikit liar. Kalian pasti senang melihatnya.”] [“Kau memang panutan kami, Kak!!”] [“Belilah obat perangsang yang banyak, setelah itu kita nikmati mangsa kita bersama.”] [“Siap laksanakan!! Kahhaha!!”]  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD