Part 09

1846 Words
“Tuan, kami berhasil menemukan keberadaan nona,” ujar anak buah dari pria misterius itu. “dan kami juga berhasil mendapatkan nomor ponsel nona.” Di balik meja kerjanya, Bibir pria itu mengembang membentuk sebuah senyuman. “Hmm, Kerja bagus,” ujar pria itu seraya mengibas-ngibaskan tangannya meminta orang kepercayaannya untuk segera keluar dari ruangannya. "kalian pergi sekarang.” Orang kepercayaannya mengangguk seraya melangkah keluar dari ruangan Tuan nya. "Akhirnya setelah sekian lama, Aku berhasil menemukan keberadaanmu sayang. Tunggu aku akan segera kembali,” ujar seseorang itu seraya mengusap-usap foto seorang wanita yang sangat dia cintai. “Tidak akan ada yang akan memisahkan kita sayang, Dan kamu akan selamanya menjadi milikku seorang,” ujar pria itu seraya tersenyum misterius. **** Alana tersentak bangun dari tidurnya. napasnya tampak terengah-engah dan sekujur tubuhnya penuh dengan keringat dingin. Mimpi buruk itu membuatnya terbangun. Ini bukan kali pertama Alana mimpi buruk. Sudah sejak bertahun-tahun dia memimpikan hal yang sama berulang-ulang kali. Namun, anehnya Alana tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari pria misterius yang ada di dalam mimpinya itu. Sebenarnya pria itu siapa? Dan kenapa selalu muncul di dalam mimpi Alana? Dan entah kebetulan atau bukan setiap kali pria itu muncul di dalam mimpi. Dia sering merasakan perasaan takut yang Alana sendiri pun tidak mengetahui apa yang menyebabkan perasaan takutnya ini. Sedangkan dia sendiri tidak merasa pernah bertemu dengan pria itu. Alana menarik napas dalam-dalam mencoba untuk menenangkan dirinya. Dan satu-satunya cara hanya dengan berendam di dalam air dingin seraya mendengarkan lagu kesukaannya. Sebelum berendam Alana menyempatkan diri untuk memeriksa ponsel dan betapa terkejutnya dia saat melihat jam yang tertera di layar ponselnya sudah menunjukan pukul 7:30 pagi. Argh sial! dia sudah hampir terlambat. Tanpa membuang waktu lagi, Alana segera mengambil baju kerjanya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sudah tidak ada waktu lagi untuk berendam. Jangankan berendam untuk mandi pun sudah tidak sempat. Yang terpenting saat ini Alana harus segera sampai di kantor lebih dulu sebelum Arion. 15 menit kemudian Alana selesai bersiap-siap tanpa membuang waktu lagi. Dia segera melangkahkan kakinya dengan tertatih-tatih keluar dari dalam kamar. “Lho, kamu mau ke mana?” Eliza menatap anak gadis satu-satunya itu seraya berkacak pinggang. “Kaki kamu kan lagi sakit, Kenapa masih masuk kerja sih?” “Gapapa kok Ma, Kaki aku udah aga mendingan udah nggak terlalu sakit lagi.” jelas Alana mencoba menenangkan kekhawatiran sang Mama. “Aku punya tanggung jawab yang nggak bisa aku tinggalkan gitu aja, Ma.” “Anak mama ini kan kuat!” sambung Alana tersenyum penuh percaya diri. Plak Untuk yang kesekian kalinya Eliza memukul kepala putrinya seraya mendengus kesal. sedangkan Alana hanya merengut kesal sembali mengusap-usap kepalanya. “Kamu pasti di paksa masuk sama bos kamu kan? Sini biar mama telepon bos kamu,” ujar Eliza seraya berusaha mengambil ponsel yang ada di tanganku. Wow Alana jadi penasaran, bagaimana jadinya kalau seandainya nanti Eliza tau kalau yang menjadi bos dari putrinya itu Arion yang kemarin sempat di puji habis-habisan olehnya. “Nggak kok Ma, Aku nggak di paksa siapa-siapa kok,” ujar Alana seraya melirik jam tangannya. Gawat waktunya tinggal sedikit lagi. “Yaudah Ma, aku berangkat kerja dulu.” Eliza terlihat ragu, tapi Alana sudah benar-benar tidak punya waktu lagi. Dia segera bergegas pergi. Sesampainya dikantor, Alana segera melangkahkan kakinya menuju ruangan divisi tempatnya berkerja. ‘Huft syukurlah gue tidak telat.’ batin Alana tersenyum lebar. “Pagi semua,” Alana menyapa teman-teman satu divisinya. Dania dan Anya saling melirik satu sama lain seraya berjalan mendekati meja Alana. “Kenapa Lo, Lan? Kok jalannya tertatih-tatih gitu?” tanya Anya seraya menatapku dengan tatapan anehnya. Alana menghela napas panjang. dia baru juga duduk tetapi kedua temannya itu sudah mengajukan pertanyaan. Untung mereka temannya. Coba kalau bukan? “Kaki gue keseleo Mbak,” jawab Alana seadanya seraya menghidupkan komputer. “Loh kok bisa? Gimana ceritanya?” ujar Dania mulai kepo. “Iya bisa lah, Ini semua gara-gara Devil Arion!” gerutu Alana berapi-api. Dia masih sangat kesal dengannya. Dania dan Anya saling bertatapan lalu kemudikan dengan cepat mereka kembali ke tempat masing-masing. Lho kenapa mereka? Tadi nanya-nanya sekarang malah pergi begitu saja. dasar aneh. Pikir Alana. “Ehem, Ini masih pagi dan kamu sudah memfitnah saya?” Alana yang mendengar itu sontak terdiam membeku. Dia sangat mengenali suara itu. Dengan perlahan-lahan Alana menolehkan kepalanya ke arah belakang tubuhnya. Dan dia melihat Arion berdiri di belakangnya dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam sakunya. Sementara matanya menatap tajam ke arah Alana. Alana yang melihat itu refleks berdiri seraya melirik kedua temannya yang terlihat sedang menahan gelak tawanya. “P—pagi Pak.” Arion mendengus seraya menatap Alana dengan tatapan datarnya. “Kamu! Ikut ke ruangan saya,” ketus Arion. “Saya Pak?” tanya Alana seraya menunjuk dirinya sendiri untuk sekedar memastikannya. Yah siapa tahu kan yang Arion panggil itu bukan Alana tetapi Anya atau mungkin Dania, Bisa saja kan? Arion semakin menatap tajam Alana. “Menurut kamu?” ujar Arion balik bertanya. Aneh, Kenapa tiba-tiba feeling Alana menjadi tidak enak begini, yah? Alana hanya menggaruk-garuk tengkuk tanda sedang gugup. “Yah mana saya tahu Pak.” Arion memijat pelipisnya. “Iya tentu aja kamu ... emangnya siapa lagi yang hobi fitnah saya. Selain kamu?!” “Sekarang Pak?” tanya Alana sekali lagi. Arion melototkan matanya. “Lebaran monyet, Yaiyalah sekaran!” ketus Arion seraya berlalu pergi. Alana membalikan tubuhnya menatap Anya dan Dania dengan tatapan kesalnya. “Kenapa kalian nggak bilang kalo di belakang gue ada Devil Arion.” Belum sempat mereka menjawab. Sebuah suara yang sangat dia kenal kembali terdengar, Ya siapa lagi kalau bukan suara Arion. “Alana, dalam waktu 6 menit kamu nggak mengikuti saya. Siap-siap gaji kamu akan saya potong.” “Sabar kali, Pak. ini saya baru mau mengikuti Bapak.” Arion berdecak kesal seraya menatap satu persatu karyawannya. “Dan untuk kalian, cepat selesaikan tugas kalian!” Setelah mengatakan itu, Arion lansung bergegas pergi. Alana mengikutinya dari belakang dengan langkah yang tertatih-tatih. Begitupun dengan divisi marketing tampak kalang kabut mengerjakan laporan masing-masing. “Ck, Cepat jalannya!” ketus Arion. Alana yang mendengar itu sontak mendengus kesal. Ok Tahan Alana Tahan. Ya coba kalian bayangkan saja bagaimana Alana bisa berjalan cepat? sedangkan kakinya masih terasa sangat sakit dan itu semua gara-gara dia. Menyebalkan sekali bukan? Ah sudahlah tidak ada gunanya juga protes. Setelah berjalan cukup lama akhirnya Alana dan Arion pun sampai di ruangannya. Arion sudah lebih dulu duduk di kursi kebesarannya sedangkan Alana masih berdiri di depan meja kerjanya. “Ehem, permisi pak ... Apa saya boleh duduk?” tanya Alana masalahnya kakinya terasa ngilu karena terlalu lama berdiri. Arion mengerutkan dahinya seraya menopang dagu. “Ya silakan! Duduk aja atau kamu mau duduk di pangkuan saya?” ujar Arion menaik turunkan kedua alisnya. Sandal mana sandal? Mau Alana timpuk wajah menyebalkannya yang sok kegantengan itu. Ya walaupun kenyataannya memang ganteng sih tapi tetap saja sangat mengesalkan. “Haha ... Aduh Bapak lucu deh,” ujar Alana tertawa kaku seraya duduk di salah satu kursi yang ada di depan meja kerja Arion. Arion menatapku tajam. “Lucu? Kamu pikir saya badut begitu? Hei saya ini Bos!” ujar Arion penuh kekesalan. Alana menutup matanya dengan kesal. Berhadapan dengan Arion membuat kepalanya nyut-nyutan menahan amarah. Sialan! Sebenarnya dia mau apa sih? “Saya nggak bilang Bapak badut! Saya hanya bilang Bapak lucu,” jawab Alana seraya menahan kekesalan. Arion tidak menjawab, dan tiba-tiba suasana ruangan Arion berubah menjadi dingin dan sangat mencekam. diam-diam Alana melirik ke arah Arion yang terlihat terus menatap tajam padanya. Huft sudah beberapa kali Alana bilang sifat Arion sering berubah-ubah dalam waktu yang bersamaan. terkadang dia menjadi baik, cerewet, dingin. Dan di antara sifat Arion yang paling Alana benci adalah sifat dinginnya. Arion bisa dua kali lipat lebih menyebalkan dari biasanya. Ya seperti saat ini. “Ehem, Sebenarnya apa yang ingin Bapak bicarain sama saya?” tanya Alana masalahnya dia sudah tidak tahan lagi berada dalam satu ruangan dengan Arion. Dia ingin cepat-cepat keluar dari sini. Arion melirik Alana seraya menopang dagunya. "Mulai sekarang kamu akan jadi sekretaris pribadi saya,” ujar Arion dengan santai. Alana yang mendengar itu sontak terbelalak kaget. Apa maksudnya? Dia menjadi sekretaris pribadinya? Hah yang benar saja! “Loh, kan udah ada Mbak Siska sekretarisnya Bapak.” “Siska udah resmi berhenti kerja,” ujar Arion dengan santai. “udah kamu jangan ngebantah. Harusnya kamu bersyukur saya naikin jabatan kamu.” Bersyukur sih bersyukur tapi mengingat perlakukan Arion yang suka seenaknya padanya. Yang ada nanti Alana semakin tersiksa olehnya. “Kenapa harus saya Pak? Kan masih banyak karyawan lain yang lebih berpengalaman dari saya,” protes Alana, masalahnya dia tidak memiliki kemampuan untuk menjadi seorang sekertaris. Telebih lagi, dia tidak ingin menjadi sekertaris Devil Arion. “Tapi saya maunya kamu ... Apa ada masalah?” jawab Arion sinis. ‘Ya ada lah, masalahnya gue ogah jadi sekretaris Bapak.’ Jawab Alana dalam hati. “Ingat Alana, Jawaban kamu harus iya nggak boleh tidak.” ujar Arion seraya melotot. Alana menutup mata seraya memijat dahinya yang tiba-tiba saja terasa pusing. Sedetik kemudian, Alana membuka matanya lalu menarik napasnya dalam-dalam. “Iya baik Pak, saya bersedia.” Dengan sangat terpaksa Alana menyetujuinya. Dia tidak punya pilihan lain selain menerimanya. Arion tersenyum penuh kemenangan Lalu mengulurkan tangannya di depan Alana. Untuk sesaat dia hanya terdiam menatap uluran tangan Arion. Saat Alana ingin menyambut uluran tangannya. Arion malah berlaga merapihkan rambutnya seraya tersenyum mengejek. Alana yang melihat itu jelas sangat kesal. Namun, dia memilih untuk mengabaikannya. sebagai orang waras lebih baik Alana mengalah. “Tugas pertama kamu pelajari dokumen-dokumen ini!” Perintah Arion seraya meletakkan setumpuk dokumen di depannya. Alana terbelalak kaget seraya menatap tumpukan dokumen itu. Sial. Kenapa banyak sekali? "Tunggu apa lagi? Apa kamu mau saya tambahin lagi dokumennya?” ujar Arion seraya menyeringai sinis. Alana yang mendengar itu sontak menggelengkan kepalanya. Ya gila saja. Segini banyaknya mau ditambah lagi. Bau-Baunya bakalan lembur lagi nih. “Baik Pak, Saya permisi dulu.” Alana mengambil dokumen itu dan bergegas keluar dari kandang e—eh maksudnya ruangan Arion. Dengan lesu, Alana melangkahkan kaki menuju divisi marketing untuk mengambil barang-barangnya. “Cie yang sudah naik jabatan,” uja Anya seraya menatap Alana. Alana mendelikkan matanya lalu kemudian menghela napas dalam-dalam. “Apa sih Mbak? Kok kalian bisa tahu?” tanya Alana seraya menyipitkan matanya curiga masalahnya sia kan belum cerita apa-apa lalu mereka tahu dari mana? “Tahu lah ... Sekantor juga udah pada tahu,” Anya menyilangkan kedua tangannya. Alana yang mendengar itu sontak membulatkan matanya. Oh pantas saja banyak yang menatapnya dengan sinis ternyata mereka semuanya sudah mengetahui tentang kenaikan jabatannya. “Enak ya? gue aja yang udah lama kerja disini belum naik jabatan,” ujar Dania lebih tepatnya menyindir Alana. Alana mendengus kesal seraya menatap Dania. Enak dari mananya? Yang ada tersiksa iya. “Aduh kalian ini! Enak dari mananya sih? Kalo kalian mau yaudah kalian saja yang jadi sekretarisnya!” ujar Alana kesal seraya membereskan barang-barangnya. Anya dan Dania saling bertatapan dan tiba-tiba terdengar gelak tawa yang keluar dari mulut mereka. “Haha kirain gue ... lo naik jabatan jadi manager eh taunya jadi Sekretaris Pak Arion,” ujar Dania menertawakan Alana. “Untungnya bukan gue yang menjadi sekretarisnya.” Bukan rahasia umum lagi hampir sebagian besar karyawan di kantor ini tak ingin menjadi sekretarisnya. Yah kecuali para bucinnya Arion mereka bahkan mati-matian ingin menjadi sekretarisnya Arion. Akan seperti apa hari-hari Alana nanti? Dia yakin 100% para bucin Arion tidak akan tinggal diam. Huff Oke semangat Alana kamu pasti bisa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD