Part 06

1248 Words
Setibanya di depan rumah Alana. Zidan tetap bersikap perhatian dengan membantu Alana keluar dari dalam mobilnya. “Nggak usah, gue bisa keluar sendiri kok.” Alana jelas merasa canggung dan berusaha menolaknya. Zidan tersenyum seraya berkata. “Gapapa, Lagian saya nggak tega biarin kamu kesakitan.” Setelah mengatakan itu, Zidan langsung membantu memapah tubuh Alana sampai di depan teras rumahnya. Alana hanya bisa tersenyum, dia tidak menyangka Zidan sangat baik. Beruntung sekali yang menjadi sekretarisnya. Tidak seperti Arion yang selalu menyiksa Alana. Contohnya tadi. arion pergi begitu saja, setelah melukai kakinya. Alana benar-benar membencinya. “Ohya Alana, saya harap kamu nggak ngambil hati atas semua tingkah menyebalkan dari Arion.” Alana yang mendengar itu sontak melototkan matanya, bagaimana tidak mengambil hati? Selama ini dia sudah sangat sakit hati dengan semua ucapan dan tingkat menyebalkannya. Kalau bukan karena susahnya mencari pekerjaan baru. Mungkin Alana sudah berhenti sejak dulu. Zidan tersenyum manis seraya mengacak-acak rambut Alana. “Saya ngerti, kamu pasti muak dengannya. Tapi coba bertahanlah. Arion nggak seburuk itu kok.” Alana yang mendengar itu refleks mengalihkan pandangannya seraya mencibir pelan. “Arion emang nggak seburuk itu. Tapi, dia benar-benar sangat buruk dari yang paling buruk.” Zidan tertawa terbahak-bahak. “Haha, Kamu bisa saja.” Bersamaan dengan itu, Tiba-tiba pintu rumah Alana terbuka dan menampilkan sosok Eliza yang tampak terbelalak kaget melihat Zidan. Alana yang melihat itu, sontak terdiam menatap aneh sang Mama yang terlihat tersenyum-senyum sendiri. Entah kenapa tiba-tiba perasaan Alana menjadi tidak enak begini? Dia berharap, Semoga sang Mama tidak mengatakan hal yang aneh-aneh. Alana mengalihkan pandangannya ke arah Zidan. “Zidan, makasih yah .... Lo udah bawa gue ke rumah sakit dan lo juga udah nganterin gue pulang,“ ujar Alana seraya tersenyum manis. “Pokoknya makasih banyak.” Zidan tersenyum seraya menepuk-nepuk kepala Alana. “Iya sama-sama, Anggap saja ini sebagai permintaan maaf dari Arion,” jelas Zidan seraya tersenyum. Alana mengerjapkan matanya dengan heran. Ada yang aneh. kenapa sejak tadi Zidan terkesan terus-terusan menyebut-nyebut nama Arion. Apa jangan-jangan mereka berdua saling kenal? Ah masa sih? “Arion itu teman saya semasa sekolah dulu. ” ujar Zidan dengan tiba-tiba seolah dia tahu apa yang sedang aku pikirkan. Alana mengangguk mengerti. Dia tidak menyangka mereka berdua ternyata berteman. Pantas saja Zidan terkesan seperti membela Arion. Sungguh tidak bisa dipercaya. Alana baru saja ingin bertanya lebih detail tetapi, tiba-tiba Eliza sudah terlebih dahulu menyela ucapnya. “Alana kenapa teman kamu nggak diajak masuk?” Eliza berjalan mendekati Alana. “Anu Ma—” Alana baru saja ingin menjawab pertanyaan sang Mama. Namun Zidan sudah terlebih dulu berjalan mendekati Mamanya. “Siang tante, kenalin saya Zidan,” ujar Zidan tersenyum dan segera menyalami tangan Eliza. “nggak usah tante, Saya harus kembali ke kantor.” Alana terbelalak kaget sesaat setelah melihat betapa sopannya Zidan. Astaga sopan sekali dia. Benar-benar calon suami idaman. “Siang, Kamu ganteng banget, ohya kenalin. nama tante Eliza Mamanya Alana, ” ujar Eliza seraya tersenyum lebar. “Kenapa cepat sekali? Ayo makan dulu. Kebetulan tadi tante masak banyak.” “Maaf tante, mungkin lain kali.” Eliza menghela napas panjang seraya menatap Zidan. “Yah yaudah gapapa deh,” ujar mama terdengar seperti kecewa. Tunggu kok Alana merasa seperti tidak dianggap yah? Masalahnya dari tadi yang berbicara hanya mama dan Zidan saja. Sedangkan Alana hanya berdiri mendengar percakapan mereka. “Kalo gitu saya pamit dulu tante,” ujar Zidan seraya mencium tangan mama lalu berbalik menghadap Alana lalu kemudian tersenyum manis. “Alana semoga kamu cepat sembuh.” “Iya makasih.” “Ohya Alana, boleh saya minta nomor hp kamu?” tanya Zidan seraya menyodorkan ponselnya. Alana terbelalak kaget bercampur senang. yah lumayan lah itung-itung untuk pedekate muehehe. “Iya boleh,” ujar Alana seraya mengambil ponsel Zidan lalu kemudian mengetikan nomor teleponnya setelah selesai dia segera mengembalikan ponsel Zidan. “Ini udah gue simpen nomer hp punya gue.” Zidan tersenyum seraya mengambil ponselnya. “Okey, Makasih. Nanti saya akan ngehubungin kamu lagi.” Alana hanya tersenyum seraya mengangguk mengiyakan. Zidan melangkahkan kakinya menuju mobilnya sebelum dia benar-benar pergi Zidan menyempatkan untuk mengklakson. “Hati-hati dijalan calon menantu!” teriak Eliza dengan tiba-tiba. “Uhuk.” Alana yang mendengar itu sontak tersedak air ludahnya sendiri. Arghh Mama ini benar-benar. Calon mantu katanya? Wow Amazing sekali, Semoga Zidan tidak mendengar teriakan mama. “Iya, calon mama mertua,” balas teriak Zidan seraya berlalu pergi. Alana menelan ludahnya. Sial ternyata Zidan mendengar teriakan sang Mama. Dan apa maksudnya dia berteriak calon mama mertua? Dia meledek Alana atau apa? ah sudahlah. Alana menatap kesal Eliza lalu kemudian menghela napas berat. Dia benar-benar merasa sangat malu. Bayangkan, bagaimana bisa Mamanya berteriak seperti itu dengan pria yang baru dua kali Alana temui? Apa segitu besarnya keinginan mamanya untuk segera memiliki menantu? Tapi tidak begini juga caranya! Dengan tertatih-tatih Alana segera berjalan masuk kedalam rumah. "Aishh sakit,” ringis Alana seraya menggerutu kesal. Eliza yang mendengar itu segera berjalan mendekati Alana. Terlihat jelas ada kekhawatiran yang terpancar dari bola matanya. “Kamu kenapa? Apa yang sakit?” Alana mendongakkan kepalanya menatap sang Mama. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. “Kaki aku sakit, Ma.” “Hah kok bisa? Yaudah sini mama bantu jalan.” Eliza bergegas memapah tubuhnya masuk kedalam rumah setelah itu mendudukan Alana di salah satu sofa. Lalu kemudian Mama berjongkok hendak memeriksa pergelangan kaki putrinya. “Awww, sakit Ma jangan ditekan!” Alana mengaduh kesakitan saat Eliza tidak sengaja menekan kakinya. Eliza bangkit berdiri. “Kamu ini yang .... udah dewasa, tapi masih ceroboh, dan nggak bisa menjaga diri sendiri.” Alana yang mendengar omelan Eliza hanya bisa cemberut kesal dan memilih untuk diam. Bayangkan saja. kakinya sedang nyut-nyutan. Tapi mamanya malah memarahinya. Malang sekali nasibnya. “Makanya kamu lain kali harus lebih berhati-hati dong.” “Iya Ma iya,” sahut Alana pelan seraya menutup kedua matanya. Lalu tiba-tiba ponselnya berbunyi. Alana refleks membuka matanya dan segera mengambil ponsel. Doa menghela napasnya dalam-dalam setelah mengetahui siapa yang sudah meneleponnya. Ya siapa lagi kalau bukan dari Arion. Astaga mau apa lagi dia meneleponnya? Apa Arion belum puas melukai kakinya? Benar-benar mengesalkan. Mau tak mau Alana segera mengangkat panggilan telepon dari Arion. “Halo Pak? Ada yang bisa saya bantu?” [Kenapa baru di angkat panggilan telepon dari saya? Sekarang kamu ada dimana? Kenapa nggak ada dikantor?] Astaga itu pertanyaannya banyak banget, sudah seperti soal di ujian nasional saja. Pikir Alana heran. “Maaf Pak, saya baru saja sampe di rumah. Lagian. Ini kan masih hari minggu Pak,” balas Alana seraya memegang pergelangan kakinya. [Siapa yang ngizinin kamu pulang? Saya nggak perduli mau hari senin atau minggu. Kamu harus tetap kerja!] Alana melotot tidak percaya. Mentang-mentang dia boss bisa seenaknya saja begitu? Oh tidak bisa. Ini sudah melanggar hak asasi karyawan. Dasar Devil j*****m. Benar-benar menyebalkan. Alana baru saja akan membalas ucapan Arion. Namun, tiba-tiba Eliza datang dan langsung merebut ponselku. Alana yang melihat itu jelas kaget dan berusaha merebut kembali ponselnya. “Apa kamu bosnya Alana?” tanya Eliza dengan to the point. “Dengar yah, Alana lagi sakit. Jangan paksa dia berkerja. Apa kamu mengerti?!” Tut ...Tut Sambungan telepon terputus. Eliza tampak menggerutu kesal. “Bos kamu tidak sopan. Mama lagi ngomong. Bukannya dijawab malah dimatiin teleponnya. ” Sementara Alana. Dengan panik segera mengetikkan pesan untuk Arion. Devil j*****m. [° Pak] [° Maaf Pak, hp saya barusan dibajak mama saya pak.] [° Bapak tenang aja, besok saya akan tetap masuk kerja kok.] [° Tolong jangan pecat saya Pak soalnya saya belum kaya Raya pak.] Namun pesan yang Alana kirim tak kunjung mendapatkan balas dari Arion. Alana menghela napas kesal. Sialan, sekarang dia mendapatkan masalah baru lagi. Alana yakin 100%. Arion pasti tidak akan membiarkannya begitu saja. Hari ini Alana benar-benar sial.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD