Part 05

1408 Words
Mobil Range Rover berhenti di depan pintu restoran ternama. Alana melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil dengan sangat anggun, helaian rambutnya seketika berterbangan dengan manjanya. Dia tersenyum lebar saat melihat beberapa orang yang tengah memperhatikannya. Tidak salah lagi, mereka pasti terpesona dengan kecantikan Alana yang mirip seperti Lisa Blackpink ini. Ah tapi maaf-maaf saja kalian bukan tipenya. muehehehe. Bruk “Hei, Jangan banyak gaya kamu. Buruan turun dan bawa dokumen ini.” ujar Arion seraya mendorong tubuh Alana hingga membut tubuhnya hampir jatuh terhuyung. Aku sontak mendelikkan matanya kesal. Hampir saja dia jatuh mengenaskan. Beruntung Alana berhasil menyeimbangkan tubuhnya jika tidak mungkin saja dia sudah terjatuh dengan sangat tidak kerennya dan menjadi tontonan gratis orang-orang. Membayangkannya saja susah membuat Alana malu. “Santai dong Pak! Kalo saya jatuh terus terluka, Bapak mau tanggung jawab?” gerutu Alana kesal seraya mengambil dokumen yang ada ditangan Arion. Arion sontak menatap Alana seraya tersenyum penuh arti. “Tanggung jawab? Emangnya apa yang udah saya lakuin? Apa saya meniduri kamu? Nggak kan?” ujar Arion sinis. “jadi saya rasa nggak ada yang perlu di dipertanggung jawabkan lagi” ujar Arion menyeringai lebar seraya berlalu pergi. Sedangkan Alana masih terbengong-bengong tak percaya. Sial mendengarnya saja sudah membuat tubuhnya merinding ngeri. Setelah tersadar Alana segera bergegas berlari menyusul langkah kaki Arion. Kalian bisa bayangkan sendiri betapa kesal dan lelahnya menjadi Alana. Setiap hari dia harus menghadapi tingkah menyebalkannya. Arion tidak pernah membiarkannya hidup tenang bahkan hampir setiap saat Arion selalu mengejeknya. Yah seperti tadi itu. Dan setelah puas mengejeknya Sean pergi begitu saja. Kurang ajar sekali kan? Kalau bukan bos sudah Alana tandang dia. “Pak tunggu! Bapak mau ke mana?” Alana mencoba mensejajarkan langkah kakinya, “Bapak tidak lupa kan? Sebentar lagi meeting Pak.” “Menurut kamu?” ujar Arion seraya terus berjalan. Dia bahkan tidak memperdulikan Alana yang kesusahan mengejar langkah kakinya Alana menggeleng tidak percaya ingin rasanya aku ah sudahlah. “Ya mana saya tahu Pak!” jawab Alana jengkel masalahnya sejak tadi Arion terus berjalan dan Alana sudah kewalahan mengikuti langkahnya. “Kalau saya tahu saya nggak bakalan tanya” Arion menghentikan langkahnya dengan sangat tiba-tiba lalu menoleh ke arah Alana. “Bawel! Kamu cukup ikuti saya aja nggak usah banyak protes!” ujar Arion Mengintimidasi tanda tidak ingin dibantah. Alana yang mendengar ucapan Arion sontak menutup mulutnya. bukan apa-apa masalahnya jika Arion sudah mengeluarkan sifat mengintimidasi. Arion bisa berkali-kali lipat lebih menyeramkan dari biasanya. Diam diam Alana melirik Arion sepertinya mood Arion sedang buruk. Tapi apa yang membuat mood nya buruk? Sudahlah Lebih baik dia mencari aman saha. daripada nanti aku terkena amukan amarahnya. Ya ampun kenapa disaat seperti ini Alana malah kebelet pipis? ‘Aduh gue nggak tahan lagi.’ “Maaf Pak, apa saya boleh izin ke kamar mandi sebentar?” tanya Alana seraya menahan pipis. Arion menolehkan kepalanya menatap Alana dengan tatapan datarnya seraya mengambil dokumen yang ada di tangan Alana. “Yaudah sana tapi Jangan lama-lama” ujar Arion ketus seraya melangkah meninggalkan Alana. Sementara Alana segera berlari terpogoh-pogoh menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi. Alana terdiam menatap pantulan dirinya seraya menghela napas dalam-dalam. Huft harusnya hari minggu begini enaknya bersantai bukan malah bekerja. sungguh miris sekali nasibnya. hiks. Setelah selesai merapikan penampilannya. Alana memutuskan segera kembali menemui Arion. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan guna mencari keberadaan Arion. Namun dia belum juga menemukan batang hidungnya Arion. Padahal seingatnya tadi Arion masih berada disini. Lalu pergi kemana dia? Dengan malas Alana melangkahkan kakinya mencari keberadaan Arion. Huft kenapa restoran ini sangat besar? Kalau begini caranya kapan dia bisa menemukan keberadaan Arion? Ah Arion menyusahkan saja. Dengan ragu-ragu Alana menelusuri ruangan yang ada di dalam restoran. Sesekali dia menengok kekiri dan ke kanan dengan harapan segera menemukan keberadaan Arion. Alana menghentikan langkahnya sesaat setelah telinganya mendengar suara yang sangat dikenalinya, tidak salah lagi itu suara Arion. Alana refleks menoleh ke arah sumber suaranya dan mata Alana seketika melotot sesaat setelah dia menemukan Arion yang tengah asyik mengobrol di salah satu meja restoran. Sialan dia sudah mencarinya seperti orang linglung tapi Arion malah asyik-asyik disana. Arion benar-benar menguji kesabarannya. Dengan kesal Alana berjalan mendekati Arion sementara bibirnya terus menggerutu kesal. “Maaf Pak kalo saya lama.” ujar Alana sekedar berbasa-basi seraya menunduk hormat. “Iya, Cepat duduk.” perintah Arion ketus seraya menatap Alana dengan tatapan tajamnya, “Ohya, kenalin ini sekertaris saya.” tunjuk Arion pada Alana. Mata Alana seketika terbelalak kaget. Apa-apaan dia sejak kapan Alana menjadi sekretarisnya? Arion menatap Alana dengan tajam seolah-olah matanya berbicara untuk segera memperkenalkan dirinya. Alana menghela napas, mau tak mau dia segera berdiri. “Halo Pak, Perkenalkan saya Alana sekretaris dari Bapak Arion,” ujar Alana sesopan mungkin. “Hai, kita bertemu lagi Alana.” Alana yang mendengar sapaan itu sontak mendongakkan kepalanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat Zidan duduk di depannya seraya tersenyum manis. “Lo? Kok apa disini?” ujar Alana tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Zidan tersenyum manis seraya menatap Alana. “Saya lagi mau meeting nih,” jawab Zidan sambil membenarkan letak kacamatanya. “Apa meeting? Jangan bilang kalo lo yang jadi kliennya Devil Arion.” Alana memekik kaget. Tanpa sadar kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Alana. Hal itu jelas membuat tatap tajam Arion langsung terarah padanya. Alana yang sudah tersadar sontak menutup mulutnya seraya meliriknya dengan takut-takut. Sialan bisa-bisanya dia keceplosan. Lalu tiba-tiba. Tanpa belas kasihan Arion menendang pergelangan kaki Alana seraya menyeringai sinis. “Arghhh ... ” teriak Alana kesakitan. Dia refleks menatap tajam Arion. Sementara Arion malah terlihat tersenyum seolah-olah puas melihatnya yang kesakitan. Zidan bangkit berdiri seraya bergegas mendekati Alana. Terlihat jelas ada raut khawatir yang terpampang di wajah tampannya. "Alana, ada apa?” tanya Zidan. “Apa kamu baik-baik aja?” Aku meringis kesakitan seraya terus menatap tajam Arion. Sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Zidan. “Iya gapapa kok,” jawab Alana meyakinkan, berbanding terbalik dengan kenyataannya. Dia jelas sangat kesakitan. “Apa kamu yakin? Ekspresi kamu terlihat kesakitan.” Alana tersenyum manis. duh peka sekali babang Zidan ini. tidak seperti Devil Arion. Setelah menendang kakinya Arion malah dengan santainya meminum minumannya tanpa memperdulikan Alana yang tengah kesakitan. Pokoknya Alana benar-benar membenci mahluk bernama Arion. “Iya yakin.” “Yaudah kalo gitu.” Zidan ikut tersenyum dan kembali mendudukkan dirinya. Arion menyilangkan kakinya seraya menatap jam tangannya. “Ehem, Apa bisa kita mulai meetingnya?” tanya Arion datar seraya menyilangkan tangannya di depan d**a. Zidan menganggukkan kepalanya. Sedangkan Alana hanya memutar bola matanya dengan sangat malas. “Iya tentu,” ujar Zidan penuh wibawa seraya tersenyum kecil. Tidak terasa dua jam kemudian meeting pun selesai. Perusahaan Zidan resmi menyetujui kerjasama dengan perusahaan milik Arion. Dan saat ini Alana sibuk membereskan berkas-berkas penting hasil dari meeting. Sedangkan Arion sudah menghilang entah kemana. Alana tidak peduli. “Aww kaki gue.” Alana meringis kesakitan sesaat setelah kakinya semakin terasa sakit. Perlahan, dia membuka sepatunya untuk memeriksa keadaan kakinya. Lalu bertapa terkejutnya Alana saat melihat kakinya sudah membiru. Ah sial, Ini semua gara-gara Devil j*****m itu. Dia memakai kembali sepatunya. “Lho, Alana kamu belum pulang?” Alana mendongakkan kepalanya menatap orang yang bertanya kepadanya. Orang itu tak lain dan tak bukan Zidan. “Belum.” Alana menjawab sekenanya, saat ini keadaan moodnya sedang tidak baik. “Lo sendiri bukannya sudah pulang, yah?” Zidan melangkah mendekati meja tempat mereka meeting tadi. “Iya tapi kunci mobil saya ketinggalan,” jawab Zidan seraya menunjukan kunci mobilnya. Alana mengangguk mengerti seraya bangkit berdiri. “Gue duluan, yah.” Alana tersenyum seraya melangkahkan kakinya dengan tertatih-tatih. Sementara Zidan terdiam memperhatikan Alana. Dia menyipitkan matanya saat menyadari ada hal yang aneh dari cara berjalan Alana. “Tunggu dulu.” Zidan langsung mencekal pergelangan tangan Alana lalu kemudian menuntunnya untuk kembali duduk. Alana menatap Zidan dengan tatapan bingungnya. “Ada apa, Zidan?” Zidan tidak menjawab, dia malah membuka sepatu Alana. “Astaga, apa yang terjadi sama kaki kamu?” tanya Zidan sesaat setelah memeriksa pergelangan kakinya. “Kaki kamu kayaknya keseleo harus segera di obatin.” Alana yang mendengar itu refleks menggelengkan kepalanya. “Nggak parah kok ... makasih, tapi nggak perlu kerumah sakit.” Alana menghargai kebaikan Zidan. Seandainya saja Zidan yang menjadi bosnya alangkah bahagianya kehidupan kantor Alana. “Saya tahu, tapi gimanapun kaki kamu harus segera diobatin. Saya akan mengantarmu ke rumah sakit.” Belum sempat, Alana menjawabnya namin Zidan sudah lebih dulu memapah tubuhnya. Sementara Alana hanya terdiam tidak berkata apapun karena kakinya memang benar-benar terasa sangat sakit. Setelah sampai di rumah sakit. Alana berusaha keras menahan sakit saat dokter mengobati pergelangan kakinya. Dokter memberikan banyak nasehat untuk tidak melakukan hal yang berat-berat dulu dan jangan mengunakan high heels. Alana hanya mengangguk patuh. Sialan ini semua gara-gara Devil j*****m itu. Oh kakinya yang malang hiks.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD