Part 04

1699 Words
Dengan gontai Alana berjalan menuju kamarnya. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit dan ini semua gara-gara Bos Devil menyebalkan itu. DEVIL j*****m CALLING. “Astaga apalagi sekarang? Kayaknya dia emang nggak bisa hidup tenang kalo nggak ngegangguin gue.” Alana menatap ponselnya seraya menggeram kesal. Bayangkan betapa stresnya dia setiap hari harus menghadapi tingkah menyebalkan Arion. Seperti biasa mau tak mau dia segera mengangkat panggilan telepon dari Arion sebelum Devil itu murka. "Halo Pak?" Alana membuka pintu kamarnya lalu kemudian melemparkan tasnya dan segera membaringkan tubuh di atas kasurnya. "Ada yang bisa saya bantu?" [Kenapa baru diangkat panggilan telepon dari saya? Nggak sopan banget kamu!] Arion menggerutu kesal dari seberang telepon. Alana yang mendengar itu sontak terperangah kaget. Maksud Arion apa coba? Masih untung Alana masih mau mengangkat panggilan teleponnya. Hufft dia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Arion. "Maaf Pak, Saya baru aja sampe di rumah. Sebenarnya ada keperluan apa Bapak enelpon saya?" tanya Alana to the point. masalahnya dia ingin cepat-cepat tidur. Sluruh tubuhnya sudah sangat lelah letih dan juga lesu. [Saya mau kamu secepatnya menyelesaikan dokumen yang tadi siang saya kasih." ujar Arion dengan ketus. “Pokoknya besok harus udah selesai] Apa? Astaga yang benar saja! Besok itu kan hari minggu waktunya untuk bersantai-santai. Bukannya malah bekerja bagai kuda kaya tidak, capek iya! "Tapi Pak besok kan weekend. Apa nggak bisa hari senin aja Pak?" ujar Alana mencoba bernegosiasi. Sudah bekerja hampir seminggu penuh dari siang hingga malam terus berkutat dengan pekerjaan tetapi giliran waktunya Alana liburan dengan seenak jidatnya Arion malah meminta Alana mengerjakan dokumen. Tubuh Alana bukan mesin yang bisa bekerja 24 jam. Alana hanya manusia biasa. Dia juga membutuhkan waktu mengistirahatkan tubuhnya. Arion benar-benar tidak berperikemanusiaan. [Saya tahu ... tapi sayangnya saya nggak peduli!] ujar Arion terdengar tidak berperasaan. [Mau itu hari biasa ataupun hari minggu kek. kalo saya bilang kerjakan. Maka kamu harus tetap mengerjakannya!] Alana terbengong-bengong. Oh ya tuhan dosa apa dia? sampai-sampai Alana yang manis ini bisa mendapatkan Bos yang modelnya seperti iblis. Benar-benar tidak berperasaan sama sekali. "Iya baik Pak, akan saya selesaikan secepatnya. ” [Oh Bagus.] ujar Arion seraya memutuskan sambungan teleponnya. Dengan kesal, Alana melemparkan ponselnya di atas tempat tidur seraya menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. sabar-sabar Alana orang sabar di sayang Sehun. Sebelum Alana mengerjakan pekerjaannya. Dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Tubuhnya sudah sangat lengket. Alana berjalan menuju lemari pakaiannya untuk sekedar mengambil handuk beserta baju gantinya. Begitu dia membuka lemari mata Alana seketika langsung terbelalak kaget sesaat setelah melihat hanya ada pakaian aneh yang memenuhi isi lemarinya. “Lho kemana kemeja sama kaos-kaos gue?” Alana memejamkan ke dua matanya lalu kemudian memijat pangkal hidung. Ah ini semua pasti ulahnya Eliza. Dengan langkah lebar aku bergegas menuju kamar sang Mama. Sesampainya di depan kamar orang tuanya. Tanpa basa-basi Alana segera menggedor-gedor pintu kamar Eliza dengan penuh kesal. Dan tak lama kemudian, pintu kamar kedua orang tuanya terbuka dan munculah Eliza dari dalam kamarnya dengan daster yang tampak kusut bahkan kancing bagian atasnya tidak terpasang dengan benar. "Berbisik! Kamu ngapain sih menggedor-gedor pintu kamar Mama?" tanya Eliza dengan ketus seraya berkacak pinggang. “Dasar anak durhaka ... Kamu ganggu aja, Mama lagi Naena nih sama Papa kamu!” Astaga dragon apa katanya? Naena? Sudah tua masih saja naena? Memangnya kuat apa? Ah sudahlah sekarang yang terpenting saat ini dimana baju-baju kesayangannya berada. "Semua kaos-kaos aku Mama taruh dimana?" tanya seraya menatap Eliza. "Mama sama Papa itu udah tua jangan kebanyakan naena nanti encok baru tau rasa." “Udah Mama sumbangin.” Eliza menatap sinis Alana. “Halah, sirik aja kamu, Mangkanya cepetan nikah biar tau enaknya Naena.” Alana yang mendengar itu sontak terbelalak kaget. “Lho, itu kan kaos aku mah, kenapa Mama nggak bilang dulu!!” ujar Alana, bukannya dia tidak iklas Alana hanya kesal Eliza memberitahunya telebih dahulu. “Terus kenapa lemari aku isinya penuh baju-baju aneh kekurangan bahan.” Plak Tanpa aba-aba Eliza memukul kepala putrinya dengan penuh kekesalan. "Kamu itu yah, baju bagus-bagus begitu dibilang aneh!" ujar Eliza seraya melototkan matanya. "Pokoknya mulai besok kamu harus pake baju itu." Alana yang mendengar itu sontak membulatkan matanya. Dia syok bukan main, Pasalnya bagaimana bisa Mamanya sendiri menyuruh Alana memakai pakaian kekurangan bahan seperti itu? Masalahnya selama 25 tahun Alana hidup. Dia hanya memakai pakaian simpel seperti kaos atau kemeja. Alana tidak pernah satu kalipun berpikiran untuk memakai pakaian kekurangan bahan seperti itu. "Astaga Ma, Yang benar aja! Masa aku pake baju begituan.” Protes Alana seraya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak setuju. "Itu bukan gaya aku Ma." “Anak bandel, kamu itu perempuan wajar kalo pake baju-baju kek gitu. Lagian Mama juga udah bosan ngeliat penampilan kamu yang urakan kayak cowok begitu," ujar Eliza seraya menyilangkan tangan di dadanya. “Pokoknya mulai kamu besok harus pake baju itu titik!" Brak Setelah mengatakan itu Eliza langsung menutup pintu kamarnya. Sementara Alana hanya bisa mendesah tidak percaya. Oh astaga, tidak di kantor dan tak di rumah ada saja yang membuat kepalanya pusing bukan main. Entah apa yang akan terjadi kalau besok Alana beneran memakai pakaian kekurangan bahan seperti itu. Memikirkan dan membayangkannya saja sudah membuat tubuh Alana merinding geli. °° Pagi harinya. Di sinilah Alana berdiri di depan cermin seraya menatap penampilannya yang entahlah Alana sendiri tidak sanggup untuk melihatnya. Rasanya aneh dan sangat tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi. Alana tidak punya pilihan lain selain tetap memakainya. Alana baru saja turun dari tangga tiba-tiba dia di kagetkan dengan teriakan Eliza. Alana yang mendengar itu sontak menghentikan langkahnya seraya menyengitkan alisnya terangkat. Sekarang ada apa lagi? Semoga bukan hal aneh-aneh lagi. "Apa sih Ma? Pagi-pagi udah teriak-teriak begitu." Alana kembali melanjutkan langkahnya mendekati Eliza. Bukannya menjawab, Eliza malah menarik Alana masuk ke dalam kamarnya. “Astaga Mama ngapain sih?!” “Udah kamu diem aja situ ... Baju kamu udah cantik tapi muka kamu kusam kayak kotoran kerbau,“ ujar Eliza lebih terdengar seperti mengejeknya. "Kamu ini anak perempuan setidaknya harus bisa makeup. Pantesan aja kamu masih jomblo.” 'Skakmat, Tega banget Mama, masa nyamain anak sendiri sama kotoran kerbau hiks,' runtuk batin Alana dalam hatinya. "Mama kok tega sih! Aku jadi curiga jangan-jangan aku bukan anak kandung Mama.” Plak Eliza kembali memukul kepala Alana kali ini menggunakan sisir rambut yang kebetulan ada di tangannya. "Aduh sakit Ma." keluh Alana seraya mengusap-usap kepalaku Eliza menatap Alana dengan tatapan sinisnya. "Siapa suruh kamu ngomong asal nyeplos?!" cibir Eliza seraya memakaikan makeup. "Iya iya maaf, Lana kan tadi cuman becanda.” Alana mempoutkan bibirnya kesal. Dan tak lama kemudian. "Nah, Kalo beginikan jadi cantik. ” Eliza tersenyum puas. Alana mengejap-kejapkan kedua matanya. Dia tidak percaya sesaat setelah melihat wajahnya yang baru saja selesai di makeup. "Ini aku Ma?" Alana terus menatap bayangannya sendiri seraya menyentuh kedua pipinya. Eliza menganggukkan kepalanya lalu memegang kedua bahu Alana. "Iya cantikan?" Alana masih tampak terbengong-bengong. Dia masih tidak percaya ternyata dia bisa secantik ini. Sungguh luar biasa the power of make up ini. "Udah jangan kebanyakan bengong," ujar mama seraya menepuk bahuku. "ayo cepat kita sarapan." Mama melangkah pergi telebih dahulu. Sementara aku masih berdiri di depan cermin untuk sekedar memastikan penampilanku. Aku menghela napas seraya bergegas menyusul mama. Ting Ponselku berbunyi. Untuk sesaat Aku hanya melirik ponselku sekilas. Aku menghela napas dan dengan malas segera memeriksanya. Devil j*****m. |•Alana, Cepat datang ke kantor. "Uhuk." Alana tersedak saat membaca pesan dari Arion. Apa-apaan Arion? Ini hari weekend dan Arion meminta dia untuk cepat datang ke kantor? Hah yang benar saja. |•Bapak bercanda kan?] [Saya serius! Kamu harus ikut saya meeting.] Hah apa? Astaga yang benar saja, Alana dengan kesal segera membalas pesannya. |• Lho, Kok saya pak? Kan bapak punya sekretaris.] |• Kamu kan tahu Siska lagi hamil nggak memungkinkan kalo ikut meeting, Dan saya maunya kamu yang ikut!] |• udah cepat ke kantor! Saya tunggu dan jangan ngebantah!] Alana mendengus kesal, kalau sudah begini bagaimana dia bisa mendapatkan jodoh? Sementara setiap hari ada saja pekerjaannya dari yang tidak penting sama sekali, sampai yang penting banget. Ya walaupun lebih banyak yang tak pentingnya sih. |• Iya saya segera kesana Pak] Alana bergegas masuk kembali ke kamarnya untuk mengambil tas beserta laptopnya. Sebelum berangkat dia menyempatkan diri untuk berpamitan dengan Eliza. "Ma, Lana berangkat kerja dulu!" ujar Alana berpamitan seraya mencium kedua Mama. pipi Baru juga Alana ingin melangkahkan kakinya tetapi tiba-tiba saja Eliza mencekal pergelangan tangannya. Dia kembali membalikan tubuhnya menatap Mama. "ini weekend lho? Masa kamu masih masuk kerja juga sih?" "Ada meeting Ma ... Mau nggak mau aku harus tetap masuk karena ini penting banget mah,” sahut Alana mencoba memberikan menjelaskan. "Maaf Ma, Alana harus cepat Pergi." Dengan sangat berat Eliza segera melepaskan pergelangan tangannya. "Yaudah kalo gitu ... kamu hati-hati." Alana tersenyum seraya mengangguk mengiyakan dan segera bergegas menaiki ojek online pesanannya. 30 menit kemudian Alana sampai kantor, dia membuka helm dan segera masuk ke dalam kantor. Sesampainya di dalam kantor. Alana melihat ada beberapa karyawan yang terlihat bekerja. sepertinya mereka mengambil jatah lembur. ya sudahlah itu bukan urusannya juga. Dia segera melangkahkan kakinya menuju ruangan Arion. Setelah sampai di depan ruangan Arion. Alana bergegas mengetuk pintu ruangannya. "Masuk!" ujar Arion dari dalam ruangannya. Aku melangkahkan kakiku mendekati meja Arion. "Pagi Pak!" ujarku menyapa Arion seraya menunduk hormat. Arion terdiam terpaku menatap Alana. Sedangkan Alana yang ditatap seperti itu jelas merasa heran. "Halo Pak, apa ada yang aneh di wajah saya." tanya Alana dengan penuh keheranan namun Arion tetap diam tak menjawab pertanyaan Alana. "Ehem Pak?" Alana mencoba menyadarkan Arion dari lamunannya tetapi lagi-lagi Arion tidak bereaksi apa-apa. Dia malah terus menatapnya. Alana menyipitkan matanya. Tunggu jangan bilang Arion terpesona melihat penampilan barunya ini. Ah tapi itu tidak mungkin kan? Alana melambaikan tangannya. Dan tidak lama kemudian, Arion tersadar dari lamunannya. Dia segera memalingkan wajahnya, sedangkan Alana hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Kenapa kamu berdandan kayak gitu?" tanya Arion seraya menatap Alana tanpa ekspresi. "Ini permintaan mama saya pak. Gimana penampilan saya? cantikan Pak?" tanya Alana seraya menaik turunkan alisnya. Arion berdecak kesal seraya mengalihkan pandangannya, "cih masih cantikan kucing saya!" ujar Arion sinis Alana hanya bisa melongo syok mendengar ucapan Arion. Dia benar-benar tidak tahan lama. Masa dia yang cantik cetar membahana di bandingin sama kucing. dasar Devil j*****m Alana membencinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD