"Pantang pisang berbuah dua kali, Belinda!" Tangannya justru memegang betisku, mendongak dengan tatapan memohon. Aku langsung bangkit dan menarik kakiku. "Jangan rendahkan dirimu. Kamu justru semakin membuatku muak!" "Please, Dit! Aku mohon. Meskipun kita tak jodoh, setidaknya kita bisa berteman." Chh ... jurus lama. Otakku ini encer, Bel! Berteman tapi nyeleneh pasti itu niatmu. Aku takkan terperdaya. "Silahkan bangun, Bel! Lalu keluar dari ruanganku," ujarku. Mantanku itu menggeleng-geleng pertanda tak mau. "Kamu yang meninggalkan tempat ini atau aku yang keluar?" Lagi-lagi Belinda menggeleng sembari terisak. Justru ia semakin histeris seperti anak kecil yang sedang tantrum. Betisku digenggamnya sembari menunduk, menangis. Aku sudah jengah. Tak peduli tangannya terpelanting,

