"Terimakasih atas sambutannya, Pak Nyoman. Anda banyak membantu," ujarku sedikit membungkuk untuk menghormatinya. Selama ini, dialah yang menghendel tugas ayahku. Kerjanya bagus dan orangnya tegas. Sekarang aku berdiri tegak lalu melihat seluruh penghuni ruangan itu satu-satu. Tak ada yang berani mengangkat wajah. Jangan tanya bagaimana Belinda. Aku rasa, gadis itu sebentar lagi akan pingsan. Lihat saja, ia sedang berpegang pada ujung meja di sampingnya. Belinda hanya menunduk. Jelas kulihat, tangannya yang mulus itu sedang gemetar. Aku jadi ingin menyediakannya kursi karena takut dia akan ambruk. Gimana Bel?! Masih bernafas kamu?! Aku tersenyum puas. "Sebelumnya, aku minta maaf karena tak jujur pada kalian. Aku hanya ingin mengenal perusahaanku lebih dalam. Aku juga ingin mengetahui

