BAB 14_SELAMAT DATANG

1084 Words
Keesokan harinya, ketika matahari sepenggal naik, Dahlia sudah berada di depan rumah megah berpagar besi bewarna emas dan hitam. Tampak depan, rumah bertingkat yang memiliki ornamen modern itu memiliki balkon yang sangat luas. Dahlia mendongak berkali-kali kembali menunduk, memastikan alamat yang tertulis di kartu nama itu benar-benar tepat. Husen yang mengantarnya tadi meyakinkan bahwa alamat itu benar. "Aku tak boleh gegabah," desisnya masih ragu. Gadis itu memperbaiki masker penutup wajahnya lalu mengeluarkan hp jadul kesayangannya. Terdengar nomor itu tersambung. "Hallo. Siapa?" "Sa-saaya yang kemarin, Mas. Ini saya sudah di depan rumah bertingkat, cat putih, gerbang warna emas dan hitam. Apa benar ini rumahnya Mas?" Sejenak terdengar hening. Dahlia kebingungan. Tiba-tiba gerbang itu terbuka. Membeliak hebat kedua bola mata gadis itu ketika melihat sosok yang sedang membuka gerbang besi itu. 'Allah! Itu kan laki-laki yang nemenin Aditya pas lamar Belinda. Astaghfirullah! Apakah itu artinya?! Rumah ini?!" Tiba-tiba saja lutut Dahlia gemetar. ***POV ADITYA*** Pagi sekali, aku sudah berada di kantor, berkutat dengan data yang harus segera kuselesaikan. Sudah dua hari ini meliburkan diri. Jangan sampai, ayahku berubah pikiran karena aku dikira malas. Sesuai janji, harus selesai secepatnya sehingga aku bisa fokus dengan rencana pernikahanku. "Kamu kemana aja, Dit? Kok sampe dua hari ngilang?" tegur Mita, rekan satu devisi denganku. "Aku sibuk mau lamar anak gadis orang," kekehku. Toni, teman samping meja kerjaku langsung melebarkan telinganya. Laki-laki kurus itu cukup terkejut sebab itu artinya, ada yang akan mengakhiri masa singel sedangkan dia masih bertahan dengan status jomblo. "Iiih seriusan kamu, Dit?!" "Tapi ditolak! Hahahaha!" timpalku terus mengetik. Mita dan Toni ikut tertawa. Tiba-tiba, gadis berambut lurus sebahu dengan tubuh semampai menghampiri meja kerjaku. Aku hanya melirik sekilas. Dengan kemeja coklat muda dan sedikit belahan di bawah lututnya, memberikan kesan seksi. Dialah Belinda, sekretaris COO di perusahaan itu. Chief Operating Officer biasanya berada satu tingkat dibawah CEO dalam sebuah perusahaan. COO memiliki tanggung jawab dalam pengawasan perusahaan dari segi operasional juga menjadi pengawas dan memastikan segala pelaksanaan berjalan secara tepat. Itu artinya, Belinda sebagai sekretaris COO, tentunya memiliki posisi yang diperhitungkan di sana. "Pada ngetawain apa?" "Itu Aditya curcol, absen ngantor dua hari ini katanya habis lamar anak gadis orang tapi ujung-ujungnya ditolak!" tutur Mita menutup mulutnya dengan jari. "Kok bisa kamu ditolak, Dit?!" lanjut Toni. "Tanyain aja Belinda. Aku ngelamar dia tapi dia dan ibunya nolak karena aku gak bisa bawa hantaran 200 juta." Ekor mataku melihat Toni dan Mita melongo, seolah tak percaya. Saking sibuk dengan pekerjaan, mereka sampai tak tahu kalau aku dan Belinda ada hubungan lebih dari teman. Keduanya saling pandang lalu bersamaan memandang Belinda. Gadis itu melongos, mengambil kursi kosong di sampingnya. Belinda duduk sembari menatapku yang fokus mengetik. Mungkin ada api yang sedang berkobar di dalam hatinya karena mengingat segala ucapanku juga tingkah lakuku yang mengerjai dirinya. "Yah. Apa yang dia sampaikan itu benar. Aku dan keluargaku menolaknya mentah-mentah. Dimana-mana, seorang wanita itu harus menikah setidaknya dengan selevel kalau memang tidak bisa di atasnya. Bukan begitu, Mit?" tanya Belinda sekarang menoleh Mita. Wanita berambut keriting itu hanya menggigit bibirnya seperti menahan rasa sungkan. "Ya. Ya. Ya. Terserah," ujarku kembali fokus mengetik. Ini harus selesai agar apa yang kurencakan bisa cepat terlaksana. "Kalian tahu, aku punya versi ceritanya full. Ada yang mau dengar?!!" Suara Belinda memekik. Semua karyawan di ruangan itu melirik padanya. Tatapan mereka seolah sedang mencari tahu apa yang sudah terjadi. Aku hanya sekejap menolehnya lalu fokus lagi mengetik. "Apaan, Bel?!" tanya Nina yang tak jauh dari posisi Belinda. Belinda bangkit dari kursinya lalu berdiri tegak. Tatapannya sinis padaku. Itu sudah pasti. "Aditya sudah melamarku tapi dia kutolak. Bukan perkara itu sih, parahnya, dia langsung mengakui dirinya sebagai direksi di sini! Hahahhaa! Katanya, esok aku harus meminta tanda tangannya untuk mengambil keputusan. Apa itu gak gila?!" Semua tertawa. Belinda yang paling keras suara tawanya. "Dit, serius kamu ngomong gitu?!" tanya Mita menutup mulutnya. "Iya," jawabku tegas. Suara tawa seisi ruangan itu makin meledak. Aku kembali mengetik dan tak peduli. Lihat saja nanti, mulut kalian akan kusumpal satu-satu dengan kenyataan yang akan kalian ketahui. "Kalau dia direksi atau CEO, aku ownernya gaes! Hahahahaha!" lanjut Belinda semakin melebarkan mulutnya. "Kalau gitu, aku minta dinaikkan jabatanku, Bel jadi Direktur Utama!" sambut Toni. Suasa semakin riuh ricuh. Dadaku bergemuruh kencang. Aku sangat marah sekali pada Belinda. Tega sekali dia menjadikanku bahan tawaan! Kutatap gadis yang sedang tartawa gelak sembari memegang perutnya itu. Aku meraih ponselku. "Pak Nyoman, aku memutuskan, kartuku dibuka hari ini. Sekarang!" perintahku. Aku yakin, tak ada yang mendengar suaraku. Mereka semua sibuk menyindirku dan menganggapku gila. "Dit, nikah sama aku ajalah, yok! Jangan terlalu tinggi seleramu, sayang. Ayo!" goda Nina mendekatiku. Semua makin tertawa hingga mulut mereka langsung tertutup rapat ketika Pak Nyoman masuk ke ruangan itu. Laki-laki yang berasal dari Bali itu adalah COO di sini. Dialah bossnya Belinda termasuk boss seluruh devisi di sini. Mereka tak ada yang berani angkat wajah, semua pura-pura kembali bekerja. "Pak, selamat pagi. Saya sudah siapkan berkas untuk rapat nanti pukul sepuluh," sapa Belinda mendekat. "Baik. Mulai hari ini, saya akan berhenti memimpin rapat karena CEO kita sudah kembali. Dialah yang akan memimpin perusahaan!" seru Pak Nyoman. Semua terperangah. Termasuk Belinda. Matanya berbinar. Mungkin dia membayangkan, anak dari founder perusahaan Central Glori seperti kabar burung, sangat tampan juga berkharisma. Aku akan membuktikan bahwa itu adalah fakta. "Waaah ... Pasti CEO kita sangat keren!" seru Nina. "Iya, jadi penasaran," sambut Mita. Pak Nyoman hanya mengangguk tersenyum. "Sebelumnya saya minta maaf pada kalian semua. Sejujurnya, selama ini beliau sudah membersamai kita di sini." Semua wajah yang semula berbinar tiba-tiba langsung meredup. Seperti ada tanda tanya menempel satu-satu di wajah mereka. Aku tersenyum melihatnya. Kartu as sudah di tanganku. "Maksudnya apa ya, Pak?!" tanya Belinda heran. "Yah. Hari ini, kita akan menyambut CEO kita, direksi perusahaan Central Glory, anak sulung dari Founder kita, Pak Hadi Pratama yang sekarang sedang di Dubai. Harusnya beliau sendiri yang memperkenalkan kalian tapi karena halangan, jadi saya yang akan mewakili beliau." Pak Nyoman sejenak terdiam bersama dengan wajah penasaran menunggu dari para karyawan, termasuk Belinda. Gadis itu terlihat sangat serius hingga alisnya terangkat dan tegang begitu. Nyoman Abirama melangkah mendekatiku. Aku menyapu semua ruangan itu dengan pandanganku dengan cepat. Setiap mata tak berkedip dengan wajah nampak mulai memucat. Bibirku tersenyum kecil dan berdiri tegak. Kuraih jas hitam yang telah kusiapkan di kursi dudukku. Aku langsung memakainya dengan percaya diri. Jarakku dan Pak Nyoman sekarang sangat dekat. Laki-laki yang sudah cukup tua itu membungkuk padaku. "Selamat datang Pak Aditya Dafa Pratama. Saya yakin, perusahaan tetap akan menjadi yang terkuat di bawah kepemimpinan Anda."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD