Seketika pelukan Aditya merenggang. Ia langsung menatap mata Dareen yang layu. Tanpa ragu ia menggoyangkan rahang adiknya, kiri kanan berkali-kali. "Kamu pasti sedang mabuk. Habis minum apa kamu ha?!!" Aditya bahkan memukul perlahan pipi Dareen. Yang barusan dia dengar itu adalah omong kosong. Meskipun seringkali dia iri dengan Dareen karena begitu dimanjakan ayahnya, ia tak sampai berharap pemuda itu bukan adiknya. "Aku berkata jujur, Bang. Dia ... ayah kandungku. Itu yang mereka katakan padaku kemarin. Katanya ... katanya ...." Merah wajah Dareen. Sempurna ia menangis di depan abangnya. Aditya menggeleng berkali-kali. Ia masih belum bisa mempercayainya. "Tidak, Dareen. Meskipun kamu sering membuatku kesal tapi kamu adikku. Kita satu ayah. Walau ibumu itu wewe gombel dedemit sekal

