bc

Menantu Idaman

book_age16+
82
FOLLOW
1K
READ
family
HE
love after marriage
sweet
bxg
brilliant
like
intro-logo
Blurb

Spin-Off "Menantu Presiden"

Setelah menjadi suami-istri yang resmi secara lahir dan batin, Alvar dan Aroha menjalani pernikahan mereka dengan damai. Meski bukan berstatus sebagai Putri Presiden dan Menantu Presiden lagi, namun kehidupan keduanya justru terasa lebih sempurna. Menjalani kehidupan pernikahan sambil terus mengenal satu sama lain dan juga menunggu hal yang sama-sama mereka impikan hadir dalam kehidupan rumah tangga mereka.

chap-preview
Free preview
1. Hari yang Aneh
"Enaknya yang udah bersuami. Setiap hari pasti nunjukkin kemesraan di depan mata orang-orang yang belum punya pasangan kayak aku gini." Aroha melirik rekannya tajam, ditambah dengan wajah cemberut. "Kapan aku pernah nunjukin kemesraan di depan kamu? Lagi pula aku cuma teleponan normal sama suamiku, dan nggak sengaja nunjukin ke kamu juga. Kebetulan aja kamu di sini dan dengar pembicaraan kami. Begitu pula hari-hari sebelumnya mungkin.” Aroha beralasan, merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dirinya lakukan. Rika—rekan Aroha yang menggodanya siang itu memang entah benar-benar kebetulan atau takdir selalu ada di samping Aroha setiap kali Aroha menghubungi Alvar entah dengan apa pun alasannya. Dan tanpa sengaja memang terpaksa mendengar percakapan suami-istri yang kadang membuat iri itu, terutama untuk orang-orang yang masih sendiri seperti dirinya. Pada akhirnya yang disanggah hanya bungkam, memasuki cafetaria khusus staff rumah sakit yang seketika menunjukan hiruk-pikuk kesibukkan di dalamnya. Sebenarnya itu sudah lewat jam makan siang, tapi yang namanya rumah sakit jam istirahat atau makan siang pun bahkan tidak tentu. Siapa yang memiliki waktu luang maka mereka-lah yang lebih dulu makan siang atau istirahat, sementara sisanya? Jelas tetap harus siaga dan memenuhi tugas mereka untuk tetap menjalankan operasional rumah sakit yang memang berjalan 24 jam itu. Begitu masuk dan melihat-lihat menu yang ada Aroha menghentikan langkahnya, Rika yang sedang mengoceh tentang beberapa pasien yang ditanganinya tadi tiba-tiba tersadar, bahwa Aroha sudah tidak lagi berada di sisinya. Wanita itu berbalik, mendapati Aroha yang diam dan bukannya mulai ikut mengantri sesuai dengan menu yang dipilihnya. “Kenapa?” Tanya Rika heran, melihat rekannya itu justru terdiam dan membuat beberapa orang harus menyingkir agar tidak menabraknya yang berhenti mendadak di depan mereka. “Aku rasa aku nggak akan makan di sini.” “Huh?” Aroha meringis, wanita itu kemudian menggunakan satu tangannya untuk menutup mulut dan hidungnya. “Kenapa? Ada apa, hm?” Aroha menggeleng, terlihat sekali bahwa wanita itu tidak lagi tahan untuk berada di sana lebih lama. Jadi tanpa mengatakan apa pun lagi Aroha memutuskan untuk keluar dari cafetaria, meninggalkan Rika yang dibuat bingung dengan kelakuan rekannya itu. Pada akhirnya Rika ikut keluar, bertanya pada Aroha apa yang sebenarnya wanita itu rasakan, karena Aroha tidak terlihat baik-baik saja. "Kamu baik-baik aja? Wajah kamu pucat, Ar?" Rika menyetarakan langkahnya dengan Aroha yang terlihat bergegas pergi menjauhi cafetaria. "Aku nggak tahu, tapi bau di cafetaria benar-benar ganggu hidungku, Rik. Nggak biasanya bau makanan bikin aku mual kayak gini." "Hah?" "Huh?" Bukannya saling menjelaskan raut tanya di wajah satu sama lain, keduanya malah melempar kata tanya yang tidak akan terjawab jika mereka tidak mengeluarkan apa yang ada di kepala mereka. "Kamu nggak merasa itu aneh?" "Hah?" "Merasa terganggu dengan bau-bauan… Aroha!" Wajah Aroha masih terlihat bingung, belum bisa menangkap apa maksud Rika. "Aroha! Come on!" Saat itu, ketika Rika sudah hendak membuka mulutnya untuk kembali bicara, dari pengeras suara di rumah sakit terdengar pengumuman darurat "code blue" yang membuat Aroha langsung berlari menuju ruang ICU. Yah, itu sesuatu yang tidak bisa dihindarinya, dan Rika juga paham hal itu. *** “Kamu udah pulang?” Alvar membuka matanya, mendapati Aroha yang diam-diam dan mengendap-endap berusaha agar kepulangannya tidak menganggu waktu istirahat suaminya. Itu sudah pukul 2 dini hari sebenarnya, jadi beralasan jika Aroha melakukan itu karena suaminya besok masih harus bangun pagi dan berangkat kerja. “Hm... Maaf, aku terlalu berisik dan ganggu, ya?” “Nggak, tentu aja nggak. Bukan begitu, Sayang. Sebenarnya saya juga nunggu kamu dari tadi. Habis kamu nolak saya jemput tadi, jadi saya siaga siapa tahu kamu telepon mau dijemput kalau-kalau berubah pikiran.” Suara Alvar yang serak khas bangun tidur ditambah ucapannya membuat Aroha entah harus tersentuh atau merasa bersalah karenanya. Well, Aroha tahu Alvar berniat baik, tapi wanita itu juga tidak ingin menganggu waktu istirahat suaminya. Kepulangannya dari rumah sakit jelas tidak pasti, bisa Aroha pulang awal sesuai jadwal, tapi bisa juga wanita itu tidak pulang sama sekali, dan Alvar seharusnya sudah cukup paham hal itu. “Mas... Aku sudah bilang jangannunggu. Aku bisa pulang kapan aja tanpa aku sendiri tahu. Dan maaf untuk itu karena pasienku sedang dalam keadaan yang kritis makanya harus aku awasi.” “Nggak, Sayang. Kenapa kamu minta maaf? Saya nunggu kamu karena kemauan saya sendiri, karena saya nyaman dengan itu. Jadi jangan merasa bersalah, bukan berarti juga saya keberatan kamu pulang sendiri. Tapi terbangun saat kamu baru pulang itu juga merupakan pleasure buat saya karena setelah ini saya bisa tidur dengan lebih tenang tanpa rasa was-was.” “Mas...” “Saya bilang jangan merasa bersalah. Jadi berhenti pasang wajah kayak gitu.” Raut wajah Aroha yang cemberut perlahan berubah menjadi lebih berseri, meski jelas dalam responnya juga ada gurat lelah yang terpasang jelas di sana. “Kamu nggak lupa makan hari ini, kan? Saya tahu kamu pasti kurang istirahat, jadi seenggaknya makanlah dengan benar.” Ups, bagaimana Aroha mengatakannya? Haruskah Aroha berbohong agar Alvar tidak khawatir? Tapi... berbohong juga bukan cara yang baik karena dikemudian hari kalau Alvar tahu kebenarannya pria itu pasti akan kecewa dan merasa dirinya tidak cukup bisa dijadikan tempat sandaran untuk mendengar keluh-kesah Aroha tentang kegiatannya yang di luar mata Alvar. “Atau kamu mau mandi air hangat dulu? Baru setelah itu kita bicara sambil cuddle? Pillow talk?” Aroha membasahi bibirnya, sebenarnya itu tawaran yang menggiurkan, tapi entah mengapa di jam 2 dini hari ini Aroha merasa lebih menginginkan sesuatu yang lain. “Biar saya siapkan dulu air hangatnya, kamu tunggu dan istirahatlah dulu sebentar.” Alvar sepertinya benar-benar sudah terjaga, hingga dengan cepat pria itu bangkit dari posisi duduk di ranjang. Pria itu berdiri menuju kamar mandi melakukan apa yang dikatakannya tadi. Tapi belum genap Alvar pergi dari sana, Aroha sudah menghentikan gerak Alvar dengan menarik dan menahan lengan pria itu. “Hm, kenapa?” “Boleh nggak, kalau aku minta Mas buatin roti bakar selama aku mandi?”—Aku... sama sekali nggak bisa makan apa pun hari ini.” Aroha sih ingin mengatakan hal itu lengkap, tapi Aroha pikir kalau dirinya memberi tahu Alvar saat itu juga Alvar pasti akan menanyakannya panjang-lebar, Ujung-ujungnya nanti Aroha tidak jadi mandi, dan lebih panjang lagi Aroha mungkin tidak akan mendapatkan roti bakarnya segera. Jadi mari simpan cerita itu untuk nanti saja. “Hm?” “Roti bakar.” Ringis Aroha, memaksakan diri juga untuk tersenyum. Melihat raut wajah Aroha itu, menggelitik rasa gemas di dalam diri Alvar. Pria itu tidak mengerti, kenapa dari sosok seorang wanita berusia 35 tahun lebih bisa tetap menunjukan kegemasannya? Apa ini hanya di mata Alvar saja? Tapi apa mungkin memang tidak ada yang sadar soal kegemasan Aroha ini selain dirinya? Sayang sekali kalau begitu—ah, tidak. Justru kalau begitu tandanya respon dan reaksi Aroha itu memang ekslusif hanya untuk dirinya saja, kan? “Tentu, Sayang. Saya siapkan air hangatnya dulu, ya? Kamu tunggu di sini sebentar.” Ucap Alvar, mengusap pipi Aroha dan meninggalkan wanita itu ke kamar mandi. Dan akhirnya langkah Alvar tidak ditahan lagi, dibiarkan Aroh yang kini fokus dengan pikirannya sendiri. Wanita itu kini merenung, berkutat dengan pikirannya sendiri dan menimbang, “Bagaimana caranya memberitahu Mas Alvar mengenai hal ini?” pikir wanita itu, sejak dari rumah sakit sudah berusaha untuk menyusun apa yang harus dirinya sampaikan pada Alvar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
101.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook