“Alana, Alana, percuma kamu menghindariku. Selama ibumu masih hidup kamu ga mungkin bisa jauh dariku” Ucap Nic saat aku gagal menolak ajakannya, siapa lagi kalau buka Mama Shinta yang menggagalkan
Nic memang benar, selama Mama Shinta masih hidup, Alana akan selalu jadi boneka yang harus nurut apapun kemauan Mama Shinta.
“Nic. Apa kamu bahagia?” tanya Alana
“ha ha” Nic menjawab dengan tertawa merendahkan pertanyaan Alana yang dianggap konyol
“Aku tanya, are you happy with this?” Alana mengulang pertanyaan ini
“apa urusanmu menanyakan kebahagiaanku, Alana” tanya Nicholas yang sedang fokus mengendalikan setir mobil
“kebahagiaanmu menjadi penting, karena ini juga menyangkut kebahagiaanku” jawab Alana tegas
“apa kamu bahagia?” Nic balik bertanya pada Alana
“mungkin iya, jika kamu berhenti mengejarkku” jawab Alana ketus
“aku tidak akan melepasmu” Nic bersumpah
“NIC! ..” Alana ingin sekali menampar Nic agar dia sadar
“apa yang akan kamu dapat dari aku? Kamu ga akan dapat apapun” jelas Alana
“aku tidak berharap apapun, aku ingin kita jatuh bersama, sama-sama menderita. Anak seperti kita tidak pantas berharap bahagia, Alana” jawab Nicholas
“kita tidak perlu menanggung dosa atas kesalahan orang tua kita, Nic. Kita punya cerita sendiri, kita berhak bahagia, kamu bisa bahagia, come on” Alana mengingatkan
“tapi aku Cuma mau kamu” Nicholas tetap pada pendiriannya
“kamu pernah bertanya pada dirimu sendiri, untuk apa? Mau sampe kapan kamu kaya gini? Aku capek lo Nic”
“sampai kamu mau jadi istriku” jawab Nic puas
“gila kamu!” umpat Alana memalingkan mukanya ke arah jendela
Nicholas hanya tersenyum picik melihat Alana menderita
Semenjak tau masa lalu keluarga, Nicholas menjadi sangat brutal dan tidak lagi memikirkan orang lain. Bahkan harga dirinya sendiri.
Apa yang dia agungkan hanyalah ego, bukan lagi harga diri.
Nic menjadi sangat kejam dan merasa hidupnya tidak pantas bahagia
Parahnya Nic mengajak Alana untuk masuk ke dalam jurang yang sangat kelam itu.
Ditambah dendam Nic di malam reuni SMA itu bagaikan api yang membakar kayu kayu bakar yang sudah kering. Kian menyala. Berkobar hingga menyambar benda-benda di sekitarnya
* * *
Alana menyadari bahwa Nic hanya butuh pertolongan mentalnya.
Namun kebencian Alana terhadap perlakuan kasar Nic menutupi kemakluman yang ia sadari.
Alana mengingat kembali dulu di masa kecilnya. Nic selalu menjadi guardian angel bagi Alana. Banyak kenangan manis masa kecil antara Nic dan Alana yang dapat dikenang.
Dan memang hanya bisa dikenang
Karena sikap Nic dewasa sangat berbalik 180 derajat.
Terhitung sudah dua kali dalam seminggu ini Alana mendapatkan tamparan dari Nic, belum lagi lengan lebam akibat perlakuan kasar Nicholas.
Telepon genggam Alana bergetar tertanda ada pesan masuk di dalamnya
“Omar” ucap Alana lirih dengan perubahan raut muka dari sedih ke bahagia yang drastis.
“siang ini aku jemput di butik, ya” pesan Omar
“oke” balas Alana
Alana sudah tidak sabar untuk membuka butiknya, bukan hanya karena Omar mau datang, tapi ingin segera bebas dkeluar dari mobil Nicholas
“aku jemput jam 4 sore nanti” pesan Nicholas pada Alana
“aku tidak suka menunggu!” ancam Nic sebelum pergi
Alana hanya menatap sinis, tanpa menyanggupi
* * *
terdengar bunyi angkelung yang digoyangkan mengangetkan Alana dari lamunannya.
Alana melihat jam baru menunjukkan pukul 11.
"mungkinkah Omar?" Alana penasaran
Anisa yang berada di dekat pintu membukakan pintunya dan mempersilakan masuk tamunya dengan wajah ketakutan
"siapa, nis?" Alana menengok melihat siapa yang datang
Anisa tidak menjawab apa apa dan berdiri di belakang pria itu
"ngapain lo di sini?" ucap Alana terkejut
"mau jemput kamu makan siang, sayang. galak amat pacar aku" jawab Nicholas sambil melingkarkan tangannya ke bahu Alana
"aku udah ada janji dengan cutomer hari ini" jawab Alana
"customer? atau gembel itu?" Nic bertanya curiga
“tolong, beri aku privasi” ucap Alana menahan emosi
“oke. Oke. Kamu boleh bertemu dengan customermu” jawab Nicholas
“terima kasih” sahut Alana lega
“tapi aku temani” lanjut Nic memberi syarat
“Nic. Ga gitu dong” jawab Alana sedih
“kalau Cuma customer, kamu harusnya tidak keberatan kan?” kata Nic sambil duduk mengangkat satu kakinya di atas sofa
“gila!” umpat Alana
Nic hanya tertawa melihat kekesalan Alana
***
Angkelung berbunyi lagi, Alana melihat jam dinding menunjukkan jam 12 tepat.
“itu pasti Omar” batin Alana
Benar saja , Anisa mempersilakan masuk tamunya dengan kebingungan
“selamat siang, Anisa” sapa Omar
“siang, kak” jawab Anisa panik
“kenapa panik?” tanya Omar
“di dalem ada ...” belum sempat Anisa melanjutkan perkataannya Nic menyaut dari atas sofa
“ada calon suaminya” jawab Nicholas merasa dalam posisi menang
“selamat siang, bro!” sapa Nic pada Omar
Alana hanya diam menghirup napas dalam dalam menanti pasrah kehebohan apa yang akan terjadi di butik ini.
“lo telat, bro. Gue udah dateng duluan” ucap Nicholas
“sorry, gue kerja” jawab Omar santai
“lu engga kerja?” lanjut Omar menyindir
“ha ha” Nic tertawa lepas mendengar pertanyaan Omar
“jangan samakan aku dengan orang kecil harus bekerja sesuai porsi untuk bertahan hidup” ucap Nicholas sombong
“manusia bekerja bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi untuk mempertahankan harga diri. Harga diri untuk tidak meminta –minta apalagi hanya menantikan warisan orang tuanya” Alana menanggapi dengan kesal
“hei, sayang. Kamu tidak perlu bekerja lagi kalau sudah jadi istriku” ucap Nic menawarkan
“aku tidak mau” jawab Alana
Nic hanya tertawa
“ayok kita berangkat” ucap Nic memecah keheningan
“Panas sekali cuacanya” Nic melongok ke arah luar memang cuacanya sangat panas
“kamu ga akan kuat kalo naik motor, sayang. Belum lagi harus macet di jalan” sindir Nic
Tanpa berkata apapun, Alana langsung menggandeng tangan Omar dan mengajaknya pergi meninggalkan Nic
“hei hei hei. Aku punya ide” ucap Nic tak kehilangan akal
“gimana kalo kita luchh bertiga” lanjut Nic
“gila kamu!” Alana tidak menyetujui
“its just lunch” jawab Nic
“kami tunggu di kafe depan butik” jawab Omar menengahi
“oke” Nic menyetujui
Suasana makan siang kali ini terasa makin panas dengan kehadiran dua saingan di depan Alana.
Namun justru Alana menjadi sangat mengagumi karakter Omar yang begitu santai menanggapi ocehan Nic yang sangat tidak berbobot dan menguras emosi.
“sudah berapa lama kenal Alana” ucap Nic
“secara kuantitas tidak selama elo, tapi secara kualitas, gue jamin gue lebih banyak mengenal Alana dibanding elo” jawab Omar
“lo tau apa yang Alana suka?” Omar mengajukan pertanyaan pada Nic
Nic hanya diam, karena memang Nic tidak pernah tau dan tidak benar-benar peduli dengan apa yang diinginkan Alana
Selama ini Nic hanya memberikan apa yang Nic ingin berikan, bukan apa yang sebenarnya Alana butuhkan
Alana tidak berhentinya menatap Omar yang siang itu tampak lebih tampan dari sebelumnya.
***
Bersambung. . .