* * *
Alana bagai tersambar petir mendengar ucapan Nic yang sangat kejam itu.
"Andai mama tahu bahwa Nicholas sangatlah licik mungkin mama tidak akan memaksaku, atau mungkin ia tetap memaksaku demi membayar budi tergadap keluarga Nic" batin Alana.
Alana memasuki butik dengan lamunan kosong tak berdaya memikirkan hati Omar yang terusir tadi pagi, ucapan Nic, serta mamanya selalu memaksa Alana.
Berulang kali Alana mengecek layar telepon genggamnya menanti balasan pesan singkat Omar.
“mungkin dia sedang sibuk, mungkin dia sedang marah padaku, atau marah pada dirinya sendiri?” Alana bertanya-tanya dalam hatinya banyak pikiran berkecamuk di kepala Alana
Bunyi angkelung bergoyang manandakan ada orang di luar
“permisi . . paket paket!” seru orang yang berada di ambang pintu menggoyangkan angkelung yang beraeda di samping pintu
Alana segera beranjak menuju pintu untuk mnemui tukang paket
“paket atas nama Alana si anak ayam?” tanya tukang paket pada Alana sambil memastikan bacaan yang ada di alamat tujuan
“hah anak ayam?” Alana kaget karena merasa ga pesen ayam. namun beberapa saat kemudian Alana teringat akan candaan Omar
“iya, pak” jawab Alana tersenyum geli
“pasti kerjaan Omar” batin Alana
“terima kasih, pak” ucap Alana
“sama – sama mbak” sahut tukang paket
“eh, mbak!” tukang paket memutar balikkan klembali badannya, tampak ada yang ingin sekali dikatakan
“iya, pak? Ada apa?” tanya Alana heran
“mbak beneran anak ayam?” tukang paket bertanya polos
“iya, pak. Aku kalau malem berubah menjadi ayam” jawab Alana becanda
“serius mbak e?” pria paruhbaya yang polos memastikan kembali pada Alana
“ya engga,bapak. Masa ada anak ayam secantik aku” jawab Alana kasian dengan rasa penasaran tukang paket itu
“oh yasudah mbak. Saya permisi dulu” tukang paket pun pamit pulang dengan kepala penuh rasa penasaran, kenapa gadis secantik Alana dipanggl anak ayam
Alana membuka isi paketan yang isinya berupa gambar seekor anak ayam kecil yang terbang bahagia dan satu porsi ayam KF* dengan sepucuk surat berisi
“anak ayam kecil harus bahagia, meskipun induknya sudah digoreng pake tepung.”
“TTD. Calon Menantu singa”
Alana tersenyum senyum membaca isi surat yang sangat aneh namun bisa membuatnya tertawa bahagia
Alana langsung mencari kontak Omar untuk ditelfon
“ckcckckckckckckckck” suara di telefon terdengar bising tak jelas
“apa si sayang? Tanya Alana
“kan kita ayam, ckck ckck ckckc ckkc ckck ckck” Omar mempraktikkan suara ayam
“Omar, plisss” Alana tertawa gemas dengan kelakuan Omar
“gitu dong ketawa” sahut Omar senang
“gimana ga ketawa” jawab Alana
“kamu ga marah?” Alana bertanya
“marah? Marah kenapa? Sama siapa?” tanya Omar
"soal tadi pagi" Alana melirihkan suaranya
"kenapa marah? Omar balik tanya ke Alana
"maafin mamaku ya" Alana merasa bersalah
"it's OK, Alana" ucap Omar menenagkan Alana
"ngomong ngomong si sepatu gimana?" lanjut Omar
"sepatu?" Alana sedikit mikir kebingungan
"oh. Nic. biasa aja. gabut" sahut Alana berbohong. ia teringat akan ucapan Nic yang sangat menusuk hatinya namun ia belum sanggup untuk menceritakannya
"besok bisa aku jemput?" tanya Omar
"engga" jawab Alana singkat
"kenapa?"
"aku punya supir pribadi" jawab Alana kembali
"Sepatu? " Omar meledek sambil tertawa
"iya, sepatu KW" jawab Alana kesal
"udah ah. selamat makan induk ayam, jangan lupa kulitnya di akhir" pinta Omar
"aku ga suka kulit" jawab Alana
"psikopat" ujar Omar pada Alana
"heh. ko bisa?" Alana tidak terima dikatai psiko
"bye" pamit Omar menutup teleponnya
Alana menyimpan surat Omar di dalam loker meja kerjanya
* * *
(Al, nanti klalau sudah mau pulang kabari si Nic. dia yang akan jemput kamu!)
Titah mama Shinta melalui pesan WA.
"apa Nic ga punya kerjaan si ma" protes Alana pada Mama Shinta
"dia memprioritaskanmu, Alana. jangan membantah!" perintah Mama Shinta yang tidak bisa ditolak Alana.
Alana terpaksa mengiyakan titah ibunya yang semena mena
"iya, ma" jawab Alana mengalah
* * *
"sayang, aku sudah di depan" Alana melihat Notif pesan lalu dibiarkan begitu saja tanpa dibaca dan melanjutkan pekerjaan yang memang belum selesai
telepon berdering sebanyak 17 kali dari nomer yang sama. ya siapa lagi kalau bukan Nicholas sang pengangguran kaya yang selalu mengandalkan harta orang tuanya
suara pintu digedor-gedor dengan sangat keras, membuat kariawan Alana merasa ketakutan dan membukanya.
"Alana mana?" tanya Nic yang berkacamata hitam
"di - di dalem, pak" kata Anisa, kariyawan Alana
"suruh keluar!" bentak Nicholas pada Anisa
"ada apa?" Alana yang langsung keluar begitu mendengar keributan
Nicholas yang melihat Alana langsung berjalan menghampirinya
"kenapa tidak angkat teleponku?" tanya Nic geram
"sengaja, aku belum selesai bekerja" jawab Alana sambil men]lanjutkan pekerjaannya
"sengaja!?" bentak Nicholas makin meninggikan suaranya dengan wajah yang memerah
"ya. siapa suruh kamu datang lebih cepat, kan aku belum ngabarin minta jemput" Alana membela diri
-plakkk-
suara sentuhan tangan Nic mendarat ke pipi Alana. bukan sentuhan kasih sayang melainkan tamparan keras dengan penuh kemurkaan Nic pada ucapan Alana
Anisa hanya bisa berdiri tertegun ketakutan melihat bosnya ditampar oleh calonnya
Alana menyentuk pipinya yang semalam juga mendapatkan sentuhan dari mama Shinta.
"kamu!" Alana menunjuk menggunakan jari telunjuknya ke wajah Nic
"apa?" tanya Nic menantang
"mau balas tampar? silakan! silakan!" tantang Nicholas pada Alana
"kamu ga akan bisa keluar dari perangkapku, sayang. kalau tidak mau pipi lembutmu ini lebam lebam sebaiknya kamu nurut sama aku" Nicholas berkata sangat lembut sambil mengusap bekas tamparannya
Alana membalas dengan tatapan keencian yang sangat tajam
"ayuk pulang sayang" ajak Nicholas pada Alana
"kita mampir ke salon kecantikan dulu, untuk membuat wajahmu yang sudah ada keriputnya itu biar lebih fress dan enak dilihat" ajak Nicholas
Alana sudah tidak berminat uintuk melakukan perdebatan dengan Nic
sepanjang jalan Alana berpikir tentang hidupnya yang sangat apes ini.
ayah yang sudah tiada, ibu yang pemaksa, Nic yang sangat toxic, Anna yang meskipu akan selalu ada,tapi Alana tidak enak hati untuk selalu merepotkannya
dan Omar. kekasihnya yang selalu memberikan kewarasan untuknya
"bagaimana kisahku dengan Omar nanti? bagaimana jika mama tidak membuka hatinya untuk Omar? bagaimana jika aku harus menikah dengan Nicholas laki laki b***t itu?" Alana selalu bertanya tanya dalam hati terntang kehidupannya yang malang ini
"andai ayah masih di sini" Alana dengan mata berkaca kaca berucap lirih meratapi kerinduannya dengan ayahnya
"kenapa sayang?" Ucap Nicholas dengan senyum liciknya
Alana tidak menjawab, ia justru memalingkan mukanya pada jendela mobil melihat lalu lalang kendaraan itu jauh lebih baik dibanding melihat wajah nicholas yang lebih kejam dari hitler itu.
* * *
bersambung . . . . .