* * *
“lusa?” jawab Omar kaget dengan kabar Alana.
“aku harus gimana, Omar?” Alana berbicara pasrah.
“aku ke rumah kamu nanti malam” Omar menenangkan. “kamu yakin?” Alana bersemangat kembali
“kamu yakin?” Omar kembali bertanya pada Alana.
“aku percaya kamu. Aku percaya kita bisa melewati ini semua” Alana mulai mendapat semangat baru menghadapi masalah ini
“Omar, ...” Alana melanjutkan pembicaraannya
“mungkin ada baiknya kamu menyebutkan identitas, emm bukan apa – apa, mungkin itu bisa membantu mama berubah pikiran. Aku tau ini terlihat sangat memalukan, tapi mama emang matrealistik. Dia memaksa aku bersama Nic karena menurutnya Nic bisa memberiku segalanya dan kamu hanya... “ Alana tidak melanjutkan
“berandal?” lanjut Omar tertawa
“Omar, kamu jangan salah paham dulu. Itu wajar, karena mama emang belum kenal sama kamu. Kekhawatiran seorang ibu akan kebahagiaan putrinya. Kamu harus mengerti dari sisi mama juga”
Alana menjelaskan
“aku paham, Alana. Aku akan melakukan yang terbaik. Aku akan menjadi diriku sendiri nanti” Omar berucap janji
“terima kasih, Omar” jawab Alana
***
Omar berpakaian rapih malam itu, mengendarai motor vespa andalannya untuk menemui seseorang yang sangat menyeramkan.
“selamat malam, tante” sapa Omar memasuki rumah Alana
“malam” Mama Shinta yang tengah bersiap menanti apa yang akan diobrolkan Omar
“sehat, tante?”
“tidak usah bertele - tele! Langsung pada intinya saja” Mama Shinta berkata tegas dan garang
“baik, tante” jawab Omar tegas dan membenarkan posisi duduknya. Alana tampak sangat tegang melihat dialog antara Omar dan Mama Shinta
“perkenalkan, saya Omar saya fotografer, saya mencintai anak tante, Alana. Dan Alana juga merasakan hal yang sama, kami saling mencintai satu sama lain. Saya meminta izin sama tante untuk bisa melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius” ucap Omar tegas dan sangat percaya diri
“terima kasih atas niat baikmu meminta izin ke saya,” Mama Shinta menjawab dengan suara datar dan tertahan emosinya
“tapi sepertinya Alana lupa memberi tahu kamu kalau besok Alana akan dilamar oleh Nicholas, keluarga konglomerat yang sangat terjamin masa depannya. Bukan apa – apa, saya ini seorang ibu, saya yang paling mengenal anak saya, bagaimana cara membuat Alana bahagia. Dan saya tidak menemukan kebahagiaan di dirimu. Bahagia yang kalian rasakan sekarang adalah kasmaran saja yang sifatnya hanya sementara. Jika ke depan masalah ekonomi cinta kalian diuji, saya tidak yakin kalian akan bisa bertahan” benar saja prediksi Alana, Mama Shinta hanya mempertimbangkan uang, uang, dan uang.
“ma, ...” Alana mencoba menghentikan ucapan mamanya
“kamu diam! Kamu tidak perlu ikut campur!” bentak Mama Shinta
“tante, Alana ini manusia yang punya kemauan juga. Dia berhak didengar pendapatnya, tante” Omar mencoba membela Alana
“hah. Tau apa kamu? Saya yang paling tahu mana yang terbaik untuk Alana!” jawab Mama Shinta
“tapi, apakah tante pernah bertanya pada Alana, Apakah Alana bahagia dengan semua pilihan yang tante paksakan?” Omar tampak berani mengutarakan pertanyaan yang sangat sensitif itu
“lancang kamu. Ya! Apapun yang kamu katakan tidak akan merubah keputusan yang sudah saya ambil. Alana akan tetap menikah dengan Nic. Dan kamu! Kamu jangan sampe jadi duri penghalang jalan Alana! Sebelum saya usir, sebaiknya kamu enyah jauh – jauh dari hidup Alana” ucap Mama Shinta kali ini dengan nada yang tinggi
“kita sama – sama mencintaii Alana tante”
“cinta? Tau apa kamu soal cinta? Kalau kamu mencintai Alana tinggalkan dia! Biarkan dia bahagia bersama laki – laki yang bisa menjamin hidupnuya!” Mama Shinta beranjak dari tempat duduknya
“mari saya antarkan kamu ke depan!” Mama Shinta meminta Omar untuk pulang, mengusirnya
“mama!!...” protes Alana
“Omar sudah tidak ada kepentingan lagi di sini” jawab Mama Shinta
“baik, saya pulang, tante” pamit Omar beranjak dari tempat duduknya
“Alana, aku pulang dulu ya, tante, terima kasih atas waktunya!” Omar pergi meninggalkan ruang tamu
“Omar, ...” Alana mencoba menghentikan Omar namun ditahan oleh Mama Shinta
* * *
Dalam hidup ada beberapa kesalahan yang konsekuensinya akan bersifat permanen. Mungkin kesalahan terbesarku adalah dilahirkan. Mungkin mama seharusnya tidak perlu repot – repot melahirkanku. Seharusnya mama bahagia dengan mimpi mama sendiri. Tidak perlu memaksakan aku untuk mewujudkannya.
Benar kata orang, jangan menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain. Tapi mamaku, kenapa dia selalu memaksa ?
Apakah hal ini juga dirasakan oleh anak – anak lain? Aku paham perkara surga di bawah telapak kaki ibu. Tapi, apa dari itu aku tidak berhak untuk memperjuangkan pendapatku sendiri? Pendapat untuk hidupku sendiri, apapun konsekuensi atas keputusan yang aku ambil, aku siap menjalaninya. Mama, aku tidak takut menjadi miskin, aku tidak merasakan ketakutan yang sama dengan apa yang ditakutkan Mama.
Dan andai Mama tahu siapa Omar, mungkinkah Mama akanberubah pikiran?
Alana menuliskan catatan di buku hariannya dengan derai air mata. Malam itu ia tidak menghubungi Omar. Ia tidak siap dengan kenyataan yang harus dihadapinya. Alana hanya menulis, menangis, dan menyesali keberadaannya di dunia dengan kemalangan yang menyertainya, dengan penjara yang mengurungnya.
* * *
“hari ini kamu tidak boleh bekerja” Perintah Mama Alana dengan suara yang sangat keras di depan pintu kamar Alana.
Alana hanya terdiam, dia memang belum beranjak dari kamarnya, tidak ada hasrat untuk bergerak. Ia juga tidak mengaktifkan ponsel pintarnya. Berkali – kali Omar menghubungi dan sangat mengkhawatirkan Alana.
Samar Alana mengingat suatu tempat yang Alana dan Omar hayalkan, suatu tempat di mana ia terbebas dari kekangan, tempat yang nyaman, tempat di mana hanya mereka yang tau.
“apa yang harus aku lakukan?” rintih Alana lirih. Alana berusaha berpikir jernih.
“apa aku harus menolaknya ? ya tentu aku harus mneolaknya, tapi bagaimana ? apa aku punya cukup nyali untuk menghadapi keluarga licik itu?” pikiran Alana berlayar teombang ambing
Keluarga Nic memang cukup licik. Mereka melakukan seribu cara untuk mendapatkan segala hal yang diinginkan. Bagaimana tidak, setelah kematian ayah Alana hak – hak yang didapat keluarga ahli warisnya sangatlah banyak, ayah Nic yang dipercaya untuk mengelola justru memanfaatkannya untuk menjadikan Mama Shinta ‘buddak’nya. Hutang budi yang ia tanamkan perlahan menjadi jeruji besi yang mengurung kebebasan keluarga Alana.
Namun Mama Shinta tidak pernah menyadari itu, ia silau akan kemegahan yang ditawarkan, bukan. Ia bahkan nyaris buta sampai – sampai kebahagiaan putrinya dengan Omar pun tidak dilihatnya, begitu juga pederitaan Alana dengan Nicholas .
Dia tidak sadar jika kelak Alana dan Nic menikah, ia akan dicampakkan dan sangat mungkin untuk dibuat menderita secara batin. Memang bergelimang harta, namun mereka tidak akan menemukan kebahagiiaan dalam hubungan ini.
“andai mama tahu itu” Alana berbisik lirih pada dunia
Andai kita bisa hidup di luar waktu, Omar.
kita keluar dalam kungkungan waktu untuk hidup selamanya, berdua saja.
kita meninggalkan jasad kita untuk orang-orang yang kita cinta atau yang mencintai kita, kita bis ajalan jalan dengan jiwa kita. hanya jiwa kita.
andai kita bisa keluar waktu
* * *
Bersambung, .... .