Sudut Pandang Omar

1813 Words
* * * Lalu kamu mau mengambil risiko untuk peluang yang pertama? Bagaimana bisa kamu meyakinkan pemilik bunga yang merawat bunga itu dari kecil dengan ancaman mematikan seperti itu? Sedang kebahagiaan sudah di depan mata, apakah worth it untuk mengambil risiko yang begitu besar? Di depan puluhan putung rokok dan beberapa gelas kopi, Omar terngiang tentang apa yang dikatakan Mama Shinta. Naluri seorang ibu, mungkin ada benarnya, Omar terus bergelut dengan batinnya. Bagaimana kalau ranting yang ia patahkan justru mati, layu dan tak bermasa depan? Bagaimana kalau ia tak bisa menjadikan bunga itu kembali merekah di tanah yang ia siapkan? Bagaimana jika ia berhasil menumbuhkan? Bagaimana jika bunga itu berhasil mekar dan bersemi? bagaimana jika, .... “ahh ..” dengan napas yang semakin tersengal, ia memukul mukul kepalanya untuk mengusir semua pikiran-pikiran buruk yang mengganggunya. Bagaimana jika aku mati dan siapa yang akan menyiram bunga yang dengan paksa kutanam? Bagaimana jika umurku tak lama lagi? Omar mengambil buku catatan yang sudah lama tidak diisinya lalu mencoba menuliskan beberapa s hal. Beberapa hal yang sulit terungkap bibir, beberapa hal yang mengalirkan arus deras sebuah kata. Untuk beberapa orang, pena lebih ideal untuk berkomunikasi daripada mulut itu sendiri. Bagi Omar yang hampir tidak diketahui pernah menitikkan air mata atau sekedar rasa galau seperti anak-anak muda lainnya, pena dan buku merupakan teman yang paling setia merasakan goresan tinta Omar yang tak jarang berdarah-darah. Hai. Lama aku tidak bercerita,.. Tulis Omar mengawali curahan hatinya Aku ingin bercerita tentang seorang perempuan yang mungkin suatu saat akan memilikimu dan menggoreskan beberapa catatan (semoga kebahagiaan)di dalam lembaran kosong yang banyak tersisa setelahku. Aku tidak yakin cerita yang kutuliskan bisa memenuhi halaman di tubuhmu. Kunamai kau DERA karena kuakui hanya kau yang bisa menerima dera lara kejahatan yang tak bisa kulampiaskan dengan ragaku. Dera, dari mana kuawali ceritaku ini? Sebenarnya sudah lama aku mengenalnya, kurang lebih lima bulan yang lalu, kala itu dia langit sedang berwarna jingga, di tengah hamparan sawah di sejauh mata memandang, aku melihat bidadari yang kutengok lagi tak ada pelangi di langit jingga itu, kupastikan dulu apa dia beneran bidadari atau hanya halusinasiku saja. Aku tidak minum kala itu, tapi berasa mabuk oleh desir angin yang menerbangkan helai rambutnya. Namanya Alana, dia cantik. Oke, .. Akan kuceritakan perjalanan kami dari awal, maaf kalau kadang ceritanya tidak runtut. Dan maaf kalau aku baru bisa cerita sekarang, sejak saat itu aku merasa akan selalu mengingat hal-hal yang berkaitan denganya dengan detil tanpa harus kucatat. Tapi kali ini, akan kucatat, bukan karena aku takut lupa, tapi karena aku sedang butuh mengeluarkan keluh kesahku, rasa dilema yang seumur hidup baru aku alami. Dera, aku mengalami apa yang orang-orang selalu bahas dan selalu menjadi sumber pokok dalam setiap cerita. Iya aku mengalami jatuh cinta yang sangat parah. Aku masih berpikir bagaimana bumi yang bulat ini berotasi pada porosnya, dan bagaimana tarik menarik antara gravitasi matahari dan bumi yang megakibatkan revolusi bumi. Aku tidak tahu kenapa bumi yang luas ini mempertemukanku dengannya di antara 7,7 miliar manusia di bumi ini. Kami dipertemukan, dijatuhkan pada sebuah kawah cinta. Dipaksa untuk membuat pilihan dan keputusan. Dera, sekarang ini kutuliskan kisah dari sudut pandangku, terserah kau mau percaya atau tidak, suatu saat setelah kepergianku, dia yang akan memenuhi halaman dengan kisah yang kurang lebih sama menurut sudut pandangnya. Ahh aku banyak bicara. Dera, kau tahu aku punya beberapa bagian diri yang tidak bisa kusatukan, kadang mereka berbenturan beda pendapat. Aku punya nurani yang suci namun ia terkekang ego yang mengatasnamakan logika dan nafsu ingin bahagia dengan berkhianatpada nurani. Nuraniku tak pernah lelah membisikanku hal hal baik, meski kadang dipengaruhi ego yang membantah, dan kadang nuraniku yang lemah ini dengan mudahnya mempercayakan nafsu untuk mencintainya, bidadari yang kutemui di senja hari itu, di bawah langit yang kemerah-merahan, desir angin yang dengan beraninya membelai rambutnya. Nuraniku ini, menjerit kesepian namun ego dan nafsuku menutup telinganya dengan buaian kebahagiaan semu. Sebuah jeritan yang terselip dalam doa yang dilewatkan nafsu. Dera, nuraniku berkali kali menasihati dengan bahasa yang tidak ingin kudengar. Aku lebih ingin mendengarkan nafsuku yang membiarkanku jatuh cinta sedalam-dalamnya. Aku belum pernah sejatuh cinta ini, aku didukung ego dan nafsu untuk memilikinya dengan dalih aku mencintainya. Dera, kau tau apa yang dikatakan nuraniku? Kurasa dia jahat. Dia sepertinya tak ingin mengizinkan aku untuk bahagia. Atau tak ingin aku terluka? Aku anggap dia hanya cemburu saja melihat aku bahagia dan berjuang untuk bahagia. Kisah cinta kami memang sedikit rumit, ... Omar menyalakan batang rokok baru pada bungkus kedua di hari ini, belakangan napas Omar sangat pendek tersengal - sengal namun tak cukup kuat untuk menghentikan candunya terhadap rokok itu. Baginya, rokok adalah pelarian teraman yang walaupum berbahaya masih dalam tahap wajar dalam hukum negara. * * * Omar menuliskan cerita panjang di dalam buku catatan yang dulu sebelum bertemu dengan Alana ia tuliskan tentang puisi-puisi kehidupan dan pandangan filosofi kehidupan. Kali ini dia harus dihadapkan oleh pemandangan kehidupan dalam dimensi yang berbeda. Dunia kasmaran yang ia kira isinya tentang saling cumbu dan memberi kebahagiaan satu sama lain, ternyata menyimpan luka luka dan potensi luka dalam yang sangat mengerikan. Benar saja, ancaman Mama Shinta dan Nic perlahan mempengaruhi Omar untuk berpikir ulang melanjutkan hubungan ini. Entah nurani sedang berpihak pada siapa, yang jelas ketika dia dihadapkan dengan Alana dan memandang kecantikan pada wajah Alana, Omar dikuasai egonya. Omar tidak peduli lagi jika ia akan terseok seok untuk memanjatkan hatinya kembali, ia menjatuhkan hati sedalam dalamnya pada sebuah jurang cinta tanpa restu orang tua.  Ia berharap semesta merestui dan menolong jiwanya yang terperosok.  * * * Semoga harimu menyenangkan, Alana Tulis Omar dalam pesan singkatnya mengawali pagi yang cerag. Jadwal Alana memang sangat padat belakangan ini, Omar cukup pengertian untuk memberi Alana ruang untuk fokus pada apa yang menjadi prioritasnya saat ini. Hari ini temani aku di party temen kuliahku di Amerika. Orangku sudah mengirimkan setelan gaun malam untukmu Tulis seseorang yang siapa lagi kalau bukan Nicholas yang tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan baik, tidak paham mana waktu yang tepat dan tidak mempedulikan apakah seseorang memiliki eksibukan lain, yang ia tahu ketika dia memiliki kamuan dia harus mendapatkannya, termasuk mendapatkan persetujuan Alana untuk menemani party nanti malam,. tak peduli betapa sibuk Alana. aku sibuk, balas Alana singkat aku sudah bilang mamamu, dan dia setuju, balas Nic dengan senjata andalannya yaudah kamu pergi aja sama mama, ucap Alana ketus aku jemput jam 7, pakai baju yang kukirimkan! Omar mengakhiri percapakan dengan sebuah pernyataan yang tidak mengharapkan jawaban penolakan. "ooh God" Alana mengacak acak rambutnya sendiri karena lelah dengan semua yang ia alami. "kenapa ada manusia seperti Nic dalam hidupku. apa semua hidup manusia terdapat Nic - Nic dalam bentuk lalin? kurasa hanya aku deh yang dibebani Nic di tanggungan hidupku" gerutu Alana entah mengomel pada siapa. * * * waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, Alana masih santai berpakaian piyama membaca buku di halaman belakang seperti tidak ada acara. "Alana kamu belum bersiap?" ucap Mama Shinta dari arah kejauhan mendekati Alana yang sedang nyaman-nyamannya membaca "kemana, ma? Alana menjawab pura-pura lupa sambil meminum infuse water yang ada di sampingnya tanpa menoleh ke sumber suara "jangan pura-pura lupa!" ujar Mama Shinta galak dan penuh ancaman "ma, aku butuh waktu sendiri" "tapi tidak sekarang, Alana. Nic sebentar lagi akan datang menjemputmu!" "aku ga mau pergi, ma" ucap Alana "Alana! masuk! ganti baju!" "ma?,.." protes Alana berharap mamanya sadar akan apa yang dilakukannya, memaksa putrinya untuk melakukan sesuatu yang ia tidak kehendaki * * * Dengan wajah yang sama sekali tidak ceria, Alana menuruti kemuan Mama Shinta menemani Nic ke acara party bersama teman-temannya yang sangat hedon. Ada banyak manusia semacam Nic dalam komunitas ini, batin Alana memperhatikan sekeliling. "perkenalkan, my fiance to be, Alana" ucap Nicholas dengan bangga di depan puluhan temannya, disambut dengan sorakan yang membuat Alana tidak nyaman "kok beda sama yang biasa diajak?" canda seseorang pada Nic yang kemudian diiringi dengan tawa mereka, berpendidikan tinggi tapi sama sekali tak berkelas batin Alana mencaci. Alana hanya tersenyum berada di situasi asing tak mengasyikkan ini. "wish you were here,Omar" ucap Alana lirih dengan tersenyum memperhatikan tawa-tawa garing teman-teman Nicholas. * * * "hai, udah berapa lama kenal Nic?" seorang perempuan berbaju sangat terbuka menghampiri Alana yang sedang berdiri memegang gelas minuman "eh, em dari kecil" jawab Alana sedikit terkejut karena tiba-tiba ditanyai seseorang yang tak dikenal "oh sudah lama, kok Nic ga pernah cerita sama aku" ucap wanita itu pada Alana yang bingung harus menanggapi apa. memangnya dia siapa sampai harus mendengar ceritaku batin Alana "ohh sejak dia kuliah di luar negeri, kami memang jarang berkomunikasi" jawab Alana sam bil meneguk minuman yang ada di genggamannya. "saya kaget sekali mendengar berita ini, ga nyangka Nic bisa begitu nekat bermain padamu" ucap wanita itu dengan senyum sinisnya memandangi tubuh Alana dari atas ke bawah. "maksudnya?" tanya Alana yang tidak paham maksud wanita itu "Nic tentu tidak sungguh-sungguh mencintaimu, Alona" "Alana" protes Alana ketika wanita itu salah mengucapkan namanya "sorry," ucap wanita itu sambil tertawa "ada apa ini, sayang?" ucap Nic sambil mengecup kening wanita itu di hadapan Alana Alana hanya terdiam sengit melihat kelakuan Nic, bukan karena cemburu, melainkan karena ia sangat jijik melihat sikap Nic yang seperti malaikat jika di depan Mama Shinta. Ingin rasanya Alana mengabadikan momen itu di video dan diperlihatkan kepada Mama Shinta dan menunggu apa yang selanjutnya akan terjadi. Alana menghela napas panjang. "can you explain to me? about your fuckin' relationship?" ucap Alana sambil tetap tersenyum tenang berusaha tidak menampakkan kemuakan di depan umum. "are u jealous of me?" ucap wanita itu "jealous? are you kidding me?" jawab Alana sambil tertawa akrab menepuk bahu wanita itu "honey, dia sepertinya jatuh cinta beneran sama kamu, aku jadi cemburu" ucap wanita itu sambil memeluk Nic dengan manja dan diiringi tawa yang sangat menyebalkan "she is so cute, isn't she?" ucap Nic sambil melingkarkan lengannya ke bahu wanita itu "yes, yopu were right. do you love her?" ucap wanita itu manyun "ha ha what the funckin love? I love you, honey" Nic mengecup bibir wanita itu di hadapan Alana yang terpaku muak melihat adegan menjijikan itu. Alana beranjak pergi meninggalkan pesta memuakkan itu dengan emosi yang meledak-ledak. "i have to go" ucap Nic melepas ciumannya "honey.." wanita itu mencegah Nic namun tak bisa menghalangi Nic untuk mengejar Alana "hei, mau kemana?" Nic memegang tangan Alana yang berjalan cepat "lepas!" ucap Alana "ga bisa dong. kita berangkat bersama, pulang juga bersama" "aku bisa pulang sendiri" ucap Alana "kenapa? mau mampir ke studio brandal itu? mau tidur di sana?" ucap Nic kasar "hah? apa urusan lo?" Alana berusaha melepas genggaman tangan Nic yang sangat kuat "aku anter kamu sampe rumah" Nic menyeret Alanahingga jalan terseok mengikuti langkah Nic yang panjang dan cepat Tidak ada percakapan di sepanjang jalan pulang. mereka sedang sibuk masing-masing, Alana dengan kemuakkannya, dan Nic dengan telefonnya. Sepanjang jalan ia melakukan panggilan telfon mesra dengan wanita itu. membuat Alana makin muak. * * * bersambung . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD