***
"Lo yakin, Al? Tidak mau nemuin Omar lagi? Terus projek kita gimana? Pra wedding sodara Sam gimana? dia butuh wardrobe dari elo, Al" Anna bicara dengan sangat hati- hati sekali mengingat mood Alana yang dua minggu ini sangat bergejolak naik turun.
"Ya kan bisa lo aja yang handle. Kenapa harus ada gue si, An"
Benar saja Alana yang sedang sibuk di laptop nya menjawab dengan nada yang tidak enak didengar
"Lo kenapa si? Kalo emang ga mau terima ya tolak aja. Kita mau kerja profesional, Alana. Ini jelas bukan Alana yang gue kenal"
"Alana yang elo kenal gimana? harus nurut semua omongan lo? atau gimana si?" Alana mulai mengeluarkan kata kata yang ketus pada sahabatnya
"Alana yang gue kenal, tidak pernah membuat customer kecewa karena ketidak profesionalannya"
Alana berhenti mengetik dan melihat reaksi sahabatnya itu yang. dia sadar kalau perkataannya barusan memang berlebihan.
Anna menutup laptop dan membereskannya bersiap untuk segera cabut dari obrolan.
"Ann,i'm sorry. gue ga bermaksud...." Alana berhenti mengetik dan memegang tangan Anna yang sedang berkemas.
"It's OK" sahut Anna singkat, dan berdiri untuk pamit duluan
"gue cabut duluan" Anna berpamitan
"An...."
"Kenapa, Al?"
"Hati - hati"
"OK"
***
Di perjalanan pulang, seperti biasa Alana membelokkan mobilnya ke gang kecil tempat di mana cahaya Merida selalu menariknya kembali ke tempat itu.
20 menit Alana duduk di atas kap mobil, melihat dari arah kejauhan, tidak ada satu pun manusia lewat yang memberi harapan.
Harapan entah apa pula yang diharapkan Alana. Hampir per semenit sekali ia mendongakkan wajah lurus ke depan.
Menanti
Entah siapa
Tiba - tiba ada pemotor santai dari arah kejauhan, dengan helm yang sudah tidak ada kacanya lagi
"Omar" batin Alana bersemangat
Setelah berlalu ternyata adalah orang asing yang sama sekali tidak dikenal oleh Alana. Dan berlalu begitu saja
"Kenapa juga gue berharap itu Omar?" Batin Alana kebingungan dengan apa yang terlintas di pikirannya itu
Alana menancapkan gas, berbalik arah pulang
Di rumah Alana disambut manis oleh dua wanita paruhbaya dengan pakaian yang sama rapih lipstik sama menyala.
Merekalah mama Shinta dan mama dari Nicholas, tampak mereka sangat bersemangat menyambut kepulangan gadis cantik, Alana.
"Halo, Sayang" sapa mama Nicholas dengan penuh semangat
"Hai, tan, sudah lama?" Alana menyalami dan menerima ciuman pipi kanan dan pipi kiri dari mama Nicholas.
"Oh belum, ini saya tadi abis dari arisan, mampir ke sini, kangen sama kamu, calon mantuku" Mama Nicholas mengusap pipi Alana gemas
"He he tant.. Alana ke atas dulu ya mau bebersih, gerah seharian kerja" Alana yang tampak mulai muak dengan semuanya segera bergegas untuk menghindar
"Kamu ini wanita, kamu tidak harus bekerja keras, Alana" mama Nicholas menyayangkan Alana yang menurutnya terlalu sayang untuk disuruh bekerja
"Saya suka tan" Alana yang geram dengan pernyataan yang sangat patriarkis tetap menunjukkan senyum manisnya
"Kamu kalau sudah merasakan dunia kami, kamu juga akan menikmatinya, Alana. Come and join with us, ya?" Mama Nicholad merayu . Entah dunia apa yang dimaksud
"Alana ke atas dulu ya tan" Alana mengakhiri percakapan dan bergegas ke kamarnya untuk beberaih atau sekedar menghindari omong kosong para sosialita yang hanya memikirkan brand, brand, dan brand.
Alana tidak berminat untuk turun makan malam bersama mama Shinta dan mama Nicholas yang mungkin sedang membicarakan masa depan hubungan kedua keluarga ini.
Diraih telepon genggam Alana yang bergetar menerima beberapa pesan baru.
Dari cutomer -skip
customer -skip
operator - skip
grup keluarga -skip
Anna...
(Al, sorry ya gue pulang duluan tadi)
Alana membalas chat Anna
(It's OK, me too. Sorry)
Alana menambahkan emot peluk. Memang mereka tidak bisa marahan dalam waktu yang lama.
Omar...
(I'M OK) tulis Omar dalamm pesannya.
Seolah dia tau apa yang sedang dipikirkan Alana.
Alana tidak membalas pesan Omar, meskipun dia merasa lega bahwa Omar baik-baik saja dengan kemarahan Alana dua minggu lalu yang sangat luar biasa.
Alana sedikit menyesali emosi sesaatnya itu, namun Alana masih belum siap untuk bertemu dengan orang yang sudah memporak porandakan hati Alana.
"Alana...mama tunggu di bawah, makan malam sudah siap"
Mama Shinta memberikah titah yang tidak mungkin ditolak Alana.
"Baik, ma" Alana segera beranjak malas dari tempat tidurnya merapihkan diri dan turun ke bawah untuk makan malam dengan persiapan menahan emosi jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
"Alana, kamu inget tidak, dulu pas kamu masih kecil kamu suka banget main di rumah tante. Nyari -nyari Nic. Dari kecil kalian udah cocok satu sm lain. Nic juga sangat bisa ngemong jagain kamu".
"Iya tante" Alana mengiyakan sesuatu yang bahkan diia sendiri sudah lupa. Atau jangan- jangan yang diceritakan mama Nicholas emang belum pernah terjadi hanya mengada ada saja
"Iya, Al. Beruntung sekali kamu dari kecil dijagain sama Nic. Laki laki baik, dari keturunan baik- baik ya jeng ya" mama Shinta tampak kompak dengan sahabat arisannya itu memuji Nicholas.
Andai dia tahu Nicnyang sebenarnya mungkin tidak akan seindah ini kata katanya.
Namun lagi - lagi yang terucap dari mulut Alana adalah...
"Iya, ma" dengan tanpa menghentikan kunyahan makan malamnya.
"Kemarin Nic baru saja membeli perusahaan baru, jeng" mama Nicholas berusaha memamerkan kekayaan di depan mama Shinta untuk menarik perhatian Alana
.
"Oh iya? Tidak salah jeng mendidik anak, Nic tumbuh jadi laki- laki yang mandiri dan tanggung jawab" mama Shinta tampak sumringah dan atusias mendengar kabar itu.
Kecintaan dan ambisi untuk mendapatkan Nic sebagai menantunya meningkat drastis.
Alana yang kurang tertarik dengan obrolan ini segera berpamitan dengan alasan banyak kerjaan yng belum diselesaikan.
"Tante, mama, Alana ke atas dulu ya, ada banyak lemburan untuk mlam ini. Terima kasih sudah datang ya tante" Alana berpamitan
"Alana, tolong dipikir kembali ya pesan tante"
"Hah. Pesan yang mana ya tante?" Alana kebingungan. Karena dia tidak mengingta pesan apapun dari mama Nicholas
"Pertimbangkan untuk segera menikah dengan Nicholas, kamu tidak perlu susah- sudah kerja sampe lembur seperti ini" mama Nicholas menasihati
"Benar, Al. Kamu ini perempuan, kodrat kamu adalah tidak untuk bekerja sekeras ini" mama Shinta menimpali
"Ma,...." Alana terheran dengan apa yang diucapkan kedua wanit aparuh baya ini
"Alana ke atas dulu" tak ingin berdebat Alana segera beranjak berjalan cepat menuju kamarnya
"Anak muda ya jeng, memang susah diajak berpikir realistis, maunya ngikutin zamaan aja. Padahal ga semua hal modern itu bagus dan cocok untuk kita ya jeng" mama Shinta memulai obrolan
"Benar, jeng. Perempuan- perempuan sekarang itu merasa berpikir modern, sampai- sampai kadang ada lo yang ga pengen punya anak. Alasannya ya karena mengurangi populasi- lah, karena finansial, waktu, dan tanggung jawab"
Lanjut mama Nicholas prihatin dengan gaya berpikir wanita modern
"Benar jeng, makanya saya ini pengen banget Alana tu segera menikah dengan Nic. Biar Nic bisa membimbing Alana agar tidak terjerumus terlalu jauh pad pikiran - pikiran modern t*i a*u itu, jeng" mama Shinta menyaut dengan dengan sedikit becanda ala ibu ibu
"Saya kalo liat temen- temen Nicholas di luar negeri tu miris jeng"
"Kenapa, jeng? Mama Shinta penasaran
"Ya gitu, merasa punya pikiran modern mereka meninggalkan kodrat- kodratnya sebagai wanita. Bahkan ada yang amit- amit ya jeng, lesbian. Itu karena pergaulan bebas, dan jajahan pemikiran modern yang mewajarkan semua orang berhak melakukan apapun
...." ucapan mama Nicholas berhenti sejenak untuk meminum air putih
"Saya ini takut sekali jeng. Alana masuk dan terjerumus di lubang yang sama. Soalnya saya lihat Alana seperti tidak ada niatan untuk menikah ya?"
Lanjut mama Nicholas
"Iya jeng...nanti saya bicarakan jeng"
mama Shinta dan Mama Nicholas melanjutkan obrolan malamnya yang berisi rencana perjodohan, nostalgia masa muda, menceritakan mantan masing- masing, dan banyak hal.
mereka bersahabat sejak Alana dan Nic masih kecil, saat itu almarhum ayah Alana bermitra dengan ayah Nicholas. sebelum kecelakaan di pabrik milik mereka merenggut nyawa ayah Alana.
setelah itu ekonomi keluarga Alana mulai menurun, dan ayah Nicholas lah yang membantu mama Shinta untuk menaikkan kembali omset perusahaan yang ia bangun bersama almarhum ayah Alana
***
Alana kembali scroll notifikasi chat yang tidak semua ia buka. Ada beberapa yang ia baca dan ia balas, ada juga yang ia baca notifnya dan membalas di dalam hati, ada pula yang ketimpa chat lain. Chat yang dibalas oleh Alana adalah chat orang-orang yang memang Alana ingin balas saja
Ada nama Nic di antara puluhan chat yang ada di ruang obrolan Alana.
(Hai sayang, gimana makan malam sama calon mertua?).
Alana membaca notif mengambang di layar teleponnya langsung ia usap agar segera hilang tanpa dibuka apalagi dibalas.
Alana sangat muak dengan perlakuan Nic yang sangat kekanak- kanak an.
Ia juga malas karena tidak ada yang lebih istimewa yang bisa dipamerkan Nic kecuali harta orang tuanya yang ia hambur- hamburkan untuk merayu banyak wanita. Ya banyak wanita tentu saja. Alana tahu itu. Alana berharap suatu saat mamanya kan tahu kebejatan Nic.
Alana scroll lagi melihat chat yang hanya berisi dua kata yang sangat melegakan Alana
(I'M OK)
(thank you) Alana membalas chat dari Omar
(r you OK?) Omar menanyakan kabar Alana
(yes. of course. I am OK) Alana membalas dengan jawaban yang lebih panjang. dan segera mematikan data internet di ha pe nya.
(Ann. lusa jadikan foto pra wedding sepupu Sam, kostum sudah siap, coba hubungin biar besok bisa fitting beberapa kostum ke butik) isi chat Alana pada Anna seolahenandakan bahwa ia sudah siap untuk bertemu dengan Omar kembali.
Alana tidur lelap dengan kelegaan dan kedahsyatan kata OK jika diucapkan oleh orang yang tepat.
...
bersambung