Episode 3

1069 Words
Kau benar-benar sudah menandatanganinya?” tanya Aaron yang tak sengaja tengah melintas dan melihat Irene sedang berada di meja Kang Yeri. Irene yang menoleh ke arah Aaron pun akhirnya mengangguk, “Butuh waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkannya, dan akhirnya aku sudah berhasil memutuskannya.” Kini Irene dan Aaron kembali melangkahkan kaki mereka untuk menuju ruangan masing-masing. “Lalu, bagaimana dengan ucapan Ibumu? Apa kau juga telah berhasil memutuskannya?” Irene yang mendengar ucapan Aaron pun mendadak menghentikan langkahnya lalu memukuli Aaron dengan wajah yang jengkel. Tanpa disadari, seorang karyawan perempuan yang tengah melintas pun hanya bisa tersenyum kecil sambil membungkukan badannya selama terus berjalan melewati dua atasannya itu. Irene yang menyadari keberadaan karyawan perempuan tersebut pun hanya bisa tersenyum canggung sambil mengangguk pelan seraya mempersilakan perempuan itu untuk terus melanjutkan langkahnya, “Hei! Kau hampir saja mematahkan image keramahan serta ketegasanku di depan perempuan tadi, tahu!” gerutu Irene sambil kembali memukul Aaron yang meringis namun menahan tawa. “Aku kan hanya bertanya, mengapa kau memukulku?” “Untuk menandatangani proposal itu saja aku memerlukan waktu lebih dari 2 hari untuk mempertimbangkannya, bagaimana bisa aku memutuskan ucapan Ibuku hanya dalam hitungan jam saja!” gerutu Irene lagi. Hampir seluruh karyawan di Perusahaan ini tahu perihal hubungan serta kedekatan antara Irene dan juga Aaron. Bahkan tak sedikit dari mereka yang mengharapkan jika keduanya berpacaran lalu menikah karena saking terlihat begitu serasinya. Dan tak sedikit juga yang sering berpendapat jika Irene dan Aaron sebenarnya memang telah berkencan diam-diam karena keduanya telihat begitu sangat dekat. Padahal, baik Irene maupun Aaron hanya menganggap diri mereka sebagai sahabat baik tanpa memiliki perasaan lebih terhadap satu sama lain. Meski kenyatannya sejak dari duduk di bangku Sekolah Menengah Atas pun Irene sudah tidak terkejut jika banyak sekali anak-anak di kelasnya maupun dari kelas lain yang beranggapan jika dirinya dan Aaron berpacaran. Saat berhasil kembali masuk ke dalam ruangan, ponsel Irene berdering. Ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jas lalu melihat nama Jung Crystal muncul dalam sebuah panggilan masuk. ‘Halo?’ ujar Irene saat telah berhasil menekan icon gagang telepon berwarna hijau. ‘Irene, apa hari ini kau sibuk? Mau makan tteokbokki bersama?’ tanya Crystal. Irene terdiam sejenak. Mengingat betapa penatnya ia hari ini karena ucapan sang Ibu yang akan mengajaknya makan malam bersama keluarga sahabatnya membuat Irine ingin sekali meminum sebotol soju di sore hari ini. ‘Jangan bilang kau tidak bisa? Tidakkah kau mau meluangkan waktumu untuk bertemu denganku? Kau ini sibuk sekali meski bekerja di Perusahaanmu sendiri.’ protes Crystal saat belum mendapatkan jawaban dari Irene. ‘Ah, tidak. Aku bisa. Aku akan segera ke sana. Apa kau datang bersama Leo?’ ‘Tentu tidak, ia pulang malam hari ini, jadi aku memutuskan untuk keluar bersamamu sebentar. Ajaklah Aaron jika kau melihatnya, aku sudah menghubunginya sebanyak 3 kali tapi ia masih belum juga menjawabnya.’ ‘Baiklah, sampai bertemu di sana.’ Setelah panggilan berakhir, Irene segera mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja lalu berjalan keluar dari ruangan untuk pergi menghampiri Aaron di ruangannya. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Irene langsung menarik handle pintu ruangan Aaron dan melangkah masuk ke dalam. “Ya! Tidak bisakah kau mengetuknya terlebih dahulu? Untung saja kau pemilik Perusahaan ini.” protes Aaron. Irene tertawa lalu melempar kunci mobilnya ke arah Aaron yang dengan sigap menangkapnya, “Apa ini?” tanya Aaron dengan raut wajah bingung. “Crystal mengajakmu untuk makan tteokbokki bersama, jadi kau yang membawa mobilku sampai ke tempat tujuan.” “Lalu bagaimana dengan mobilku?” “Sepulang dari makan tteokbokki aku bisa mengantarmu kembali ke kantor agar kau bisa mengambil mobilmu. Cepatlah, bukankah kau tahu jika aku sangat tidak menyukai orang yang lambat?” ujar Irene sambil melangkah keluar dari ruangan Aaron. Aaron mendengus sambil menggelengkan kepalanya pelan, “Bagaimana bisa pribadi seperti itu sangat dikagumi oleh para karyawan di Perusahaan ini.” Aaron mulai melangkahkan kakinya untuk menghampiri Irene yang telah berjalan keluar terlebih dahulu. * “Oh, rupanya Crystal telah menghubungiku sebanyak 3 kali.” ujar Aaron sambil melangkah keluar saat mobil yang mereka kendarai telah tiba di sebuah restaurant yang dulu sering mereka datangi hanya sekadar untuk berkumpul bersama. Irene yang terlalu antusias untuk bertemu dengan Crystal pun tidak menggubris ucapan Aaron dan melangkah terlebih dahulu untuk segera masuk ke dalam restaurant. “Irene!” Crystal melambaikan tangannya saat melihat Irene berhasil masuk ke dalam restaurant. Sambil membalas lambaian tangan sahabat lamanya itu, Irene terus berjalan menghampiri Crystal di tempat duduknya. “Apa kau datang sendiri?” tanya Crystal saat Irene tiba di hadapannya dan mencoba duduk. Irene menggeleng lalu menunjuk ke arah Aaron yang kini melangkah masuk menghampiri keduanya. “Hei, Lee Aaron, apa sibuk bekerja membuat kesehatan telingamu terganggu hingga tidak dapat mendengar panggilan telepon dariku?” cibir Crystal saat Aaron telah ikut bergabung bersama mereka. “Ah, maafkan aku. Hanya saja, aku benar-benar tidak mendengar panggilan telepon darimu. Sepertinya, aku sedang sangat fokus bekerja di jam-jam menjelang pulang.” Crystal hanya terdiam sambil menunjukan wajah meledeknya pada Aaron. Ketika kedua sahabat baiknya telah bergabung bersamanya di meja, Crystal segera mengangkat tangan untuk memanggil salah seorang pelayan yang bekerja di dalam restaurant tersebut. “Bisa berikan kami 3 porsi tteokbokki?” ujar Crystal saat seorang pelayan laki-laki datang menghampirinya. “Ah, tidak, 2 porsi tteokbokki saja. Aku belum lapar.” timpal Aaron. Crystal menatap Aaron, “Lalu kau hanya akan memperhatikan kami makan?” Aaron mengangguk sementara Crystal kembali menatap seorang pelayan yang masih berdiri untuk menunggu ketiganya menyebutkan pesanan selanjutnya, “Baiklah, 2 porsi tteokbokki dengan 2 botol soju.” “5 botol soju.” Kini Irene yang berbicara. “Hei! Untuk apa kau memesan soju sebanyak itu?” protes Crystal. “Ayolah, berikan saja padaku.” “Baik, Nona. Apa ada tambahan lagi?” ujar sang pelayan. “Hanya itu saja. Bisakah kau segera kembali? Kami sudah sangat lapar.” ujar Crystal dengan senyumannya. Setelah menganggukan kepala sambil tersenyum, pelayan tersebut kembali menuju meja bagian pemesanan dan mengantarkan sebuah kertas yang telah ia tuliskan saat berada di meja Crystal. “Kenapa hari ini wajahmu terlihat begitu kusut?” Crystal kembali membuka percakapan saat dirinya menatap wajah Irene yang terlihat sangat tidak b*******h. Terlebih Crystal tahu, jika tteokbokki adalah makanan kesukaan Irene, apalagi tteokbokki buatan restaurant tersebut. “Bukankah wajahnya memang seperti itu sejak dulu?” timpal Aaron. Irene yang mendengar ucapan Aaron pun mulai melempar Aaron dengan kotak tissue yang tersedia di atas meja, “Beraninya kau menghina wajahku!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD