ADNAN DAN AILEENA | 5

1681 Words
     Adnan menatap ngeri porsi makan Aileena. Wanita itu sedang duduk bersila di sofa memakan semangkuk besar mie ayam di campur bakso sedangkan Adnan duduk di karpet bulu sambil ngemil keripik singkong favoritnya. Setahu Adnan, Aileena adalah tipe perempuan yang selalu menjaga pola makan. Melihat porsi makan Aileena yang mendadak seperti kuli bangunan membuat mata Adnan terbengong-bengong bahkan pikiran-pikiran aneh mulai berkenala di otak kecilnya.     “Kamu kenapa liatin aku gitu banget? Kamu mau? Beli dong sendiri,” ucap Aileena dengan mulut penuh.  Adnan masih menatap Aileena dengan mata tidak berkedip. Dia masih belum percaya bahwa wanita yang duduk bersila di hadapannya adalah Aileena Razeta Abdilah.     “Kamu Aileena istri aku yang cantik, seksi menggoda iman itu bukan?” tanya Adnan mulai ngawur. Aileena menoleh sebenar lalu kembali menguyah makanannya dengan semangat penuh.     Merasa di abaikan, Adnan kembali bertanya, “kamu hamil?” celetuk Adnan dengan mulut penuh keripik membuat Aileena tersedak mie ayam. Wanita itu terbatuk-batuk.     “Ai, kamu kenapa?” Adnan mendadak panik. Dia mendekat pada  Aileena dan mengambil segelas air mineral yang ada di atas meja lalu membantu Aileena minum.     Aileena meneguk air itu dengan rakus kemudian tatapan tajamnya mengarah pada Adnan. Tatapan yang membuat tubuh Adnan terbakar ketakutan.     “Kamu bisa nggak sih kalau ngomong nggak sembarangan!” seru Aileena. Dia meletakkan mangkok yang masih berisi dua bulat bakso kecil di atas meja. Kini tatapan Aileena tertuju sepenuhnya pada Adnan.     “Maaf, aku becanda,” ucap Adnan. Dia masih menguyah keripik singkongnya.     “Becanda kamu nggak lucu. Emang kamu pikir aku cewek apaan sampai-sampai hamil,” ucap Aileena. Adnan meneguk air ludahnya dengan kasar. Ekspresi Aileena saat ini sulit di gambarkan. Rasanya Adnan ingin menjawab ‘kamu istri aku’ tapi dia takut terkena amukan Aileena.     “Maaf, Istri,” ucap Adnan. Aileena melengos.     “Kamu pikir aku selama ini baik-baik aja apa punya suami kayak kamu? Enggak sama sekali. Kamu pikir aku bersikap seperti sekarang karena aku sudah bisa menerima kamu di kehidupan aku? Jangan mimpi Adnan. Aku nggak suka sama kamu. Menikah sama orang nggak tahu diri kayak kamu adalah musibah buat aku,” ucap Aileena. Wanita itu beranjak dari sofa, Adnan masih terpaku di tempat duduknya. Ini bukan pertama kalinya Aileena marah tapi ini yang pertama kali Adnan melihat Aileena benar-benar marah.     Adnan lebih baik melihat dirinya di teriaki Aileena setiap hari di bandingkan di tatap penuh kebencian seperti sekarang. Apalagi Aileena kemudian pergi tanpa kata meninggalkannya.     Adnan membereskan sisa makanan Aileena. Wanita itu sudah beranjak ke kamar. Adnan tahu dia memang tidak tahu diri tapi bisakah Aileena mengatakannya dengan kalimat yang lebih enak di dengar? Perkataan Aileena benar-benar menusuk tepat di hati Adnan. Membuat Adnan merasa semakin bodoh dan tidak berguna.     “Otak kapan sih lo pintarnya biar Aileena bangga punya suami kayak gue,” celetuk Adnan saat mencuci mangkuk dan gelas bekas mie ayam Aileena.     “Apa lo harus harus gue masak dulu jadi martabak biar spesial,” ucap Adnan.     Selesai mengeringkan piring dan gelas, Adnan mengambil sapu dan mulai bersih-bersih walau sebenarnya tidak ada yang harus dia bersihkan namun itulah yang sering Adnan lalukan ketika pikirannya kacau. Adnan hanya takut melakukan kesalahan lebih dari sekarang. Menyibukkan diri adalah cara Adnan untuk baik-baik saja.     Adnan dulu pernah kehilangan ibu dan ayahnya di waktu yang bersamaan. Adnan mungkin tidak akan pernah bisa menghadapi kehilangan yang lain. Tapi, Adnan tidak yakin rumah tangganya dan Aileena akan bertahan lebih lama. Dia dan Aileena begitu berbeda. Jika Aileena adalah langit maka Adnan adalah bumi. Jika Aileena itu sultan maka Adnan adalah rakyat jelatanya. Jika Aileena adalah ayam maka Adan adalah t*i-nya.     “Harusnya gue dan Aileena memang nggak menikah,” ucap Adnan, dia sudah selesai membesihkan seluruh isi rumah bahkan sampai debu-debu yang menempel di guci mahal Aileena sudah Adnan hempaskan.     Adnan kini berjalan keluar rumah dengan semangkuk mie dan air mineral. Adnan bahkan baru ingat dia belum makan sejak pagi. Adnan tahu hidupnya memang tidak jelas. Bahkan terkesan tidak memiliki tujuan karena memang kenyataanya memang begitu sih. Sejak melihat dunia, Adnan selalu mengikuti arus, dia tidak pernah menyiapkan keamanan untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu musibah menerpanya. ‘Adnan lo harus sabar dan lo harus terima kenyataan’. Itu kalimat yang selalu Adnan ucapkan pada dirinya sendiri ketika dia merasa lelah.     Sejak menikah dengan Aileena, wanita itu adalah satu-satunya harapan yang Adnan miliki. Adnan ingin menjadi yang terbaik untuk Aileena namun sepertinya Aileena memang tidak bisa melihat keberadaannya selain sebagai pajangan di rumah.     Tentang kursus menyetir mobil, Adnan masih mengikutinya karena itu ada di bawah pengawasan Aileena. Adnan tidak memiliki alasan lagi untuk berhenti belajar menyetir mobil.     “Kenapa mie itu enak bangat sih? Padahal banyak micinnya tapi gue suka bangat. Selera gue memang perlu diacungi jempol, sesuai kantong hahaha,” ucap Adnan, dia meneguk air mineralnya kemudian pria yang masih memakai celana boxer itu memilih merapikan tanaman yang ada di depan rumah.     “Aileena marah Adnan sengsara.”     “Aileena mengamuk Adnan kehilangan arah.”     “Tidak ada Aileena, Adnan ingin mati saja.”     “Karena tidak ada  Aileena yang lainnya.”     Adnan terus menyanyikan lirik yang baru saja dia ciptakan itu dengan irama lagu hits anak-anak sebelum hari raya tiba. Namun, Adnan bahkan lupa kapan dia terakhir kali membeli baju lebaran. Adnan selalu mengatakan pada dirinya bahwa dia masih memiliki baju yang lainnya namun Adnan tidak memiliki Aileena yang lain. Aileena yang seperti Adnan miliki sekarang hanya ada satu di dunia.     ***     Aileena masih terpejam ketika suara ketukan pintu terdengar. Bukannya bergerak membukakkan pintu, Aileena justru kembali menarik selimutnya. Perut Aileena sedang sangat sakit. Ini adalah hari pertama Aileena kedatangan tamu bulanan.     “Ai, buka pintunya dong. Aku mau numpang mandi.” Suara Adnan terdengar, Aileena mendengus. Dia menutup kupingnya dengan bantal. Aileena membenci Adnan, sungguh. Dia tidak berbohong sama sekali tentang apa yang dia ucapkan tadi tapi ada titik dalam diri Aileena yang merasa dia keterlaluan. Tapi Aileena memilih mengabaikan perasaan seperti ini. Adnan memang adalah musibah untuk dirinya.     Status itu membuat Aileena mau tidak mau harus terikat pada Adnan. Aileena tidak bisa lagi pergi sesuka hatinya. Sejak menikah dengan Adnan, Aileena jauh lebih sering ada di rumah karena ayahnya, mengatakan Aileena setidaknya harus ada di rumah walaupun Aileena masih belum bisa menerima Adnan dalam hidupnya.     “Ai, kamu masih marah. Aku minta maaf. Aku tahu becandaku tadi keterlaluan tapi aku hanya heran melihat porsi makan kamu yang mendadak seperti kuli bangunan, eh---” Aileena turun dari kasur. Dia berjalan ke arah pintu. Aileena bisa mendengar Adnan sedang meruntuki dirinya sendiri karena salah bicara.     “Ai, kamu masih bisa dengerin aku, kan? Sayang buka pintunya dong. Aku mau numpang mandi. Aku mencium-cium bau asam sedari tadi. Aku kira sumbernya dari tong sampah yang ada di dapur eh ternyata oh ternyata setelah aku cari, sumbernya dari ketek tampanku yang seksi ini. Aku lupa mandi dari pagi,” ucap Adnan. Aileena bisa mendengar Adnan terkekeh sendiri mendengar ucapannya.     Bukannya ketidakwarasan Adnan harus di acungi jempol?     “Sayang buka dong pintunya, suami kamu mau mandi. Ingat mengunci suami di luar kamar adalah dosa,” ucap Adnan. Aileena mendengus mendengar ucapan Adnan. Kalau sudah membawa-bawa dosa, ya Aileena juga takut. Siapa yang tidak takut bedosa coba? Semua orang juga takut.     “Ai kamu masih di dalam, kan? Kamu baik-baik aja, kan? Ai, jangan diam-diam bae, ngopi ngapa ngopi,” ucapan Adnan terdengar semakin ngawur. Aillena dalam satu sentakan membuka pintu dengan kuat membuat tubuh Adnan yang sedari bersandar di pintu langsung mencium lantai kamar dengan begitu dasyat dan penuh kasih sayang.     Adnan meringis berkali-kali sedangkan Aileena tanpa menolong langsung kembali ke kasurnya. Wanita itu lebih memilih membuka laptop dan dan mulai melanjutkan menulis novelnya yang akan naik cetak tahun depan sesuai kontrak yang sudah Aileena tanda tangani.     “Kenapa kamu nggak bilang sih Ai kalau mau buka pintu. Pinggangku yang sakit karena jatuh dari tangga makin sakit. Lututku yang lebam akibat jatuh dari tangga makin lebam. Kamu dendam banget ya sama aku?” tanya Adnan dia bergerak tertatih ke sisi ranjang.     “Salah sendiri punya mulut berisik. Kamu pikir suara kamu bagus banget apa?!” seru Aileena. Adnan memilih bugkam. Pria dengan celana boxer yang terlihat sangat kusut itu melangkah tertatih ke kamar mandi. Setidaknya Adnan harus bersyukur karena Aileena mengizinkannya masuk ke dalam kamar.     Ketika selesai mandi, Adnan tidak melihat keberadaan Aileena di kamar. Adnan celingukan, mencari Aileena di kolong tempat tidur, di dalam lemari namun Aileena tidak ada dak akhirnya dia memilih duduk di kasur untuk mengistirahatkan badannya yang terasa remuk. Adnan menarik selimut, ketika matanya ingin terpejam, Aileena masuk ke kamar dengan nampan berisi dua cangkir cokelat panas dan brownis yang tadi sempat Adnan belikan untuk Aileena.     “Ambil satu,” ucap Aileena, dia berdiri di sisi ranjang Adnan. Mata Adnan mengerjap tidak percaya seolah kejadian di hadapannya adalah keajaiban dunia. Adnan tidak bohong, ini untuk pertama kalinya Aileena membuatkan minuman untuknya. Benar-benar pertama kali sampai-sampai membuat hati Adnan tersentuh dan matanya berkaca-kaca.     “Coklat hangat buat aku?” tanya Adnan, dia menggeser tubuhnya untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Dia menatap Aileena masih dengan tatapan tidak percaya.     “Buruan ambil satu, berasa sultan banget kamu kalau di layani seperti ini,” ucap Aileena. Senyum Adnan semakin mengembang. Dia buru mengambil cokelat hangat dari nampan lalu mulai meniup-niup cokelat panas itu.     “Makasih banyak-banyak, Istri,” ucap Adnan dengan senyum cerah. Aileena melangkah ke arah ranjangnya sendiri.     “Nggak usah kepedean, itu aku kasih ke kamu karena sayang cokelat mahalnya di buang mending di sumbangkan ke kaum fakir seperti kamu,” ucap Aileena yang berhasil membuat Adnan tersedak cokelat hangatnya.     “Makasih loh, Ai,” ucap Adnan. Dia kemudian kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Adnan merasakan badannya semakin sakit dan kepalanya mendadak pening. Dia tidur miring ke arah Aileena.     “Ai, aku tidur duluan ya. Kayak badanku lagi minta di manja. Kamu jangan tidur kemalaman. Selamat malam, Istri,” ucap Adnan lalu matanya benar-benar terpejam.     Aileena menoleh dari laptopnya lalu menatap Adnan, “mau tidur aja ribet. Kebanyakan basa-basi pantesan aja skripsinya basi,” ucap Aileena kemudian wanita yang seolah tidak mengenal lelah itu mulai terjerat dalam dunia yang dia ciptakan sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD