Adnan meruntuki motornya yang mendadak mogok di tengah jalan. Hujan deras menghujami bumi membuat penderitaan Adnan semakin lengkap. Dia menatap miris pada motornya yang sepertinya businya kemasukan air. Tidak ada cara lain, Adnan mendorong motor astreanya dengan penuh semangat. Pagar rumah Aileena masih belum terlihat. Jantung Adnan berdebar tidak karuan. Dia takut Aileena akan mengamuk karena tidak melihat Adnan di rumah kemudian benar-benar menghukum Adnan tidur di luar bersama pot bunga.
“Kenapa lo pake acara mogok segala sih?” tanya Adnan sambil memukul kepala motornya dengan sadis. “Kalau sampai Aileena ngusir kita, mau bobo ganteng di mana kita?” lanjut Adnan. Dia sesekali mengusap wajahnya. Kaus lusuh Adnan terlihat semakin lusuh karena basah oleh air hujan.
Senyum Adnan perlahan terbit ketika melihat pagar rumah Aileena, dia mendorong motornya semakin semangat walau jari-jari tangannya sudah keriput. Adnan membuka kunci gerbang dengan kunci yang selalu dia bawa kemana-mana.
Adnan memarkirkan motornya halaman rumah. Dia kembali ke arah gerbang lalu menguncinya seperti sebelumnya.
Namun, senyum Adnan perlahan lenyap ketika menatap seseorang yang tiba-tiba berdiri di pintu sambil berkacak pinggang. Aileena. Orang itu adalah Aileena Razeta Abdilah istrinya yang sangat cantik dan salihah. Adnan sesekali mengusap wajahnya ketika air dari rambutnya kembali menetes.
“Assalamualaikum, Istri,” sapa Adnan, dia tersenyum pada Aileena dengan bibir gemetar. Jari tangan Adnan saling bertautkan karena kedinginan dan juga takut.
Aileena kini sedang menatap Adnan dari atas sampai bawah dengan wajah datar, tatapan Aileena membuat tubuh Adnan semakin gemeteran. Benar-benar tatapan membunuh dan penuh intimidasi. Aileena kemudian bersidekap di hadapan Adnan, dia bersandar pada pintu sambil memainkan kuku-kuku cantiknya yang selalu Aileena rawat di salon mahal.
“Kamu tahu ini jam berapa?” tanya Aileena akhirnya buka suara. Dia masih sibuk dengan kukunya namun Adnan semakin di buat gelagapan.
“Siap tidak, Bu,” jawab Adnan tanpa berani menatap Aileena, pria itu menunduk. Persis seperti anak yang ketakutan di marahi oleh ibunya karena terlambat pulang ke rumah.
“LIHAT SEKARANG!” seru Aileena membuat Adnan terperajat karena seruan Aileena yang tanpa permisi dan tanpa aba-aba.
“Siap laksanakan, Buk,” ucap Adnan, dia melangkah cepat ke arah pintu namun tiba-tiba tangan Aileena melintang membuat langkah Adnan langsung terhenti.
“Mau kemana?” tanya Aileena dengan santai tapi tidak santai menurut Adnan. Tatapan Aileena itu seperti orang yang sedang ngajak gelud.
“Aku mau lihat jam, Ai,” jawab Adnan dengan santai. Aileena menggeleng tegas.
“Mudur tiga langkah dan lihat jam di ponsel kamu!” perintah Aileena sudah seperti pemimpin barisan.
Adnan mengangguk patuh dan seperti orang sedang latihan baris-berbaris Adnan mundur tiga langkah dengan tubuh berdiri tegap. Adnan buru-buru mengambil ponsel dari ransel yang dia bawa sejak tadi. Untung saja ransel itu memiliki mantel sehingga skripsi Adnan di nyatakan selamat dari guyuran hujan.
Adnan perlahan mengeluargan ponselnya yang sudah di bungkus plastik dan di ikat dengan karet sudah persis seperti beli lauk di warung nasi padang.
Aileena hampir tertawa namun dia buru-buru memalingkan wajahnya melihat Adnan. Suami gilanya itu benar-benar memiliki banyak tingkah. Aileena berdehem berkali-kali untuk menormalkan kembali ekspresinya.
“Jam sepuluh malam, Ai,” jawab Adnan dengan wajah syok sendiri. Pantas saja Aileena sudah berganti pakaian menjadi memakai piyama dan wajah istrinya itu juga terlihat seperti orang yang baru saja bangun tidur.
“Sudah tahu kesalahannya? Berapa jam kamu terlambat?” tanya Aileena. Adnan mulai menghitung dengan jari sambil berpikir-pikir sejak jam berapa dia keluar dari kafe setelah nongki bersama bapak Abdilah.
“Siap, tidak terhingga, Bu,” jawab Adnan dengan konyol. Aileena mendengus.
“Masuk! Sampai kamu telat lagi. Tidur noh di luar sama pot bunga!”
“Terimakasih ibu Aileena,” ucap Adnan. Dia dengan cepat masuk ke dalam rumah sebelum Aileena menutup pintu bahkan rasel Adnan terjempit pintu karena gerakannya cukup terlambat.
“Ai, tasku ke jempit. Skripsi tercintaku menjerit,” ucap Adnan sambil menyengir, Aileena hanya memasang wajah datar andalannya lalu meninggalkan Adnan yang sibuk sendiri dengan ranselnya.
“Selamat,” ucap Adnan sambil menghela napas lega dan mengusap dadanya ketika kondisi skripsinya yang belum sempurna itu baik-baik saja.
“Maafkan mamamu yang kejam itu ya, Nak,” ucap Adnan. Dia mengelus lalu mengecup skripsinya dengan penuh kasih sayang.
“ADNAN MANDI CEPETAN! AKU NGGAK MAU KETULARAN VIRUS KAMU!” seruan dahsyat Aileena membuat Adnan lari terbirit-b***t ke lantai atas dan langsung masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamarnya dan Aileena.
***
Adnan mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Pria dengan kaus hitam yang lehernya sudah meler dan boxer pororo itu melangkah keluar dari kamar mandi. Adnan melirik Aileena yang sedang tiduran, jemari lentik wanita itu sedang berselancar di ponsel harga selangit itu.
“Kamu ngapain di situ?” seruan Aileena membuat Adnan yang baru ingin mendudukkan bokongnya di kasur jadi kembali berdiri.
“Tidur, Ai.” Adnan merasa tubuhnya sangat mengigil. Sepertinya besok dia akan di serang flu dan demam. Adnan termasuk orang yang sangat sensitive pada air hujan.
“Nggak ada. Kamu tidur di sofa. Bawa selimut sama bantal kamu keluar. Aku lagi muak liat wajah kamu,” ucap Aileena tanpa menoleh pada Adnan.
“Aku tidur di sini aja ya, janji nggak ngorok,” ucap Adnan berusaha membujuk. Aileena tetap menggeleng.
“Nggak mau tahu, pokoknya kamu tidur di sofa!” seru Aileena.
“Siap, Bu!” seru Adnan kemudian pria itu membawa selimut dan gulingnya.
“Tidur diluar bangat ni, Ai?” tanya Adnan sekali lagi, masih mencoba mencari peruntungan.
“Iya udah sana cepat. Bosan aku lihat wajah kamu,” ucap Aileena dan memunggungi Adnan.
“Terima nasib lo, semua gara-gara si Rea!” seru Adnan sambil memaki motor astreanya yang mendadak mogok di tengah jalan.
Adnan menatap hampa ruang tamu rumah Aileena yang sudah gelap, pria itu mulai meletakkan guling di karpet bulu yang ada di bawah sofa. Adnan mulai menarik selimut dan matanya yang terasa berat mulai terpejam.
Sungguh Adnan yang malang, “nasib banget gue nikah sama ibu peri,” celetuk Adnan dengan mata terpejam.
***
“ADNAN!” Seruan maha dasyat Aileena membuat Adnan tergejolak kaget. Pria itu langsung bangkit dari tidurnya. Rambut Adnan terlihat sangat berantakan. Adnan mengucek matanya sambil celingukan layaknya orang bodoh.
“AI, KAMU DI MANA?” seru Adnan ketika dia tidak menemui Aileena di kamar dan di kamar mandi yang ada di dalam kamar. Dia mendadak panik.
“JANGAN TERIAK-TERIAK SAMA AKU. NGGAK SOPAN BANGET KAMU! AKU DI DAPUR! BURUAN AKU KUTUK KAMU!” teriakan Aileena membuat Adnan buru-buru menuruni tangga bahkan Adnan sampai tersandung kakinya sendiri ketika menginjak anak tangga terakhir yang membuat tubuh Adnan mencium marmer dengan penuh kasih sayang.
“ADNAN KAMU NGAPAIN SIH! BURUANN!” seruan Aileena kembali terdengar, Adnan buru-buru berdiri. Adnan sekali meringis karena merasa sakit pada bagian pinggang, langkah pria itu juga tertatih karena kedua lututnya yang membiru.
“SEBENTAR AI, AKU JATUH DARI TANGGA!” Adnan kembali berteriak. Rumah minimalis itu pagi-pagi sudah berubah menjadi hutan. Adnan sangat menysukuri rumah Aileena ada di paling pojok dan cukup jauh dari tetangga. Kalau sampai rumah Aileena ada di tengah mungkin mereka sudah di amuk tetangga setiap hari.
“CEPETAN, NGGAK USAH LEBAY JATUH DARI TANGGA DOANG!” seruan Aileena membuat Adnan melotot.
Jatuh dari tangga doang pamirsahh!
“Kurang sadis apa lagi istri gue,” gumam Adnan, dia menyeret langkahnya ke arah dapur dan ketika sampai di dapur. Adnan di buat syok bukan main melihat kondisi dapurnya yang berubah mengenaskan. Air berceceran di mana-mana.
“AI, KAMU APAIN DAPUR AKU?!” seru Adnan, dia menatap dapurnya dengan panik.
“DAPUR AKU!” seru Aileena dengan tidak santai.
“KAMU KALAU MAU MAIN AIR DI KAMAR MANDI, AI, JANGAN DI DAPUR. JADI BECEK KAN!” Seru Adnan dia dengan sigap mengambil pelan dan ember. Adnan sangat tidak rela melihat dapur yang selalu di rawat sepenuh hati berubah menjadi kolom berenang.
“MAIN AIR NDASMU! MATIIN AIRNYA ADNAN! KERAN WASTAFELNYA COPOT!” Seru Aileena gregetan sendiri. Bahkan piyama Aileena sudah basa kuyup begitu juga dengan rambut dan wajahnya.
Adnan menatap Aileena dari atas sampai bawah.
“Kenapa kamu nggak ngomong dari tadi sih? Kamu basah Ai, kamu bisa masuk angin” ucap Adnan dengan wajah polos bercampur khawatir. Aileena rasanya ingin melempar kepala Adnan dengan mangkok.
“Buruan!” seru Aileena. Dia merasa lelah sendiri.
“Oke, sabar-sabar. Kamu lanjutkan mainnya airnya!” seru Adnan sambil terkekeh.
“ADNAN!” seru Aileena.
“Maaf, Sayang!”
“SEKALI LAGI MANGGIL SAYANG AKU GOROK LEHER KAMU.”
“Siap cinta!”
“ADNAN, KAMU UDAH BOSAN HIDUP!”
***
Setelah drama di pagi hari, kini Adnan sibuk membereskan kekacauan yang di ciptakan oleh Aileena. Adnan bahkan sudah membenarkan keran wastafel yang patah.
Adnan jadi bertanya-tanya sekuat apa tenaga Aileena sampai-sampai keran wastafel sampai copot oleh istrinya itu.
Setelah memastikan semua bersih, Adnan kemudian membuat teh hangat untuk Aileena yang sedang bergelung dengan selimut tebal di sofa sambil menonton film.
“Masih dingin?” tanya Adnan setelah meletakkan segelas teh hangat di meja. Aileena hanya menggeleng pelan. Dia benar-benar sudah capek berteriak sejak tadi. Suara Aileena juga mendadak serak.
“Kamu mau di makasin atau mau di belikan apa?” tanya Adnan lagi. Dia menatap Aileena was-was. Adnan sangat bersyukur tubuh kerennya ini tidak jadi jatuh sakit.
“Soto, mie ayam sama bakso, kue, keripik, es kelapa muda, cendol sama cilok.” jawab Aileena tanpa mengalihkan tatapannya dari layar plasma besar yang sedang menampilkan film favoritnya.
“Semuanya?” tanya Adnan dengan tidak percaya.
“Tinggal beli doang repot banget kamu. Yang nyari uang juga aku,” ucap Aileena dengan suara serak. Adnan langsung mengangguk.
“Aku berangkat sekarang,” ucap Aileena.
“Jangan lama!” seru Aileena penuh peringatan.
“Kalau di tanya buat siapa, jawab aja buat nyonya Aileena,” ucap Aileena. Adnan mengangguk saja.
“Kalau di tanya udah nikah, jawabnya alhamdulillah.”
“Siap, Bu,” jawab Adnan. Dia sudah ingin melesat pergi membelikan pesanan Aileena namun sepertinya istri cantiknya itu masih ingin bicara.
“Kalau di tanya istrinya gimana kamu jawab apa?” tanya Aileena namun dia tidak menatap ke arah Adnan.
“Cantik luar biasa,” jawab Adnan mendapat acungan jembol dari Aileena.
“Buruan, aku laper,” ucap Aileena. Adnan tanpa kata langsung melesat. Sepertinya Aileena sedang dalam model super mager.