PART 4 - MOTOR PEMBAWA SIAL

1545 Words
Ulfa baru saja memasuki rumahnya, saat Tya putri bungsunya menghampiri dengan raut wajah penasaran. "Gimana Ma, jadinya Kak Danil?" tanya Tya. "Udah gak ada masalah kok." Ulfa mendudukkan tubuhnya di atas sofa. Ia memijit pelipisnya. Tak menyangka kasus putranya membuat ia bertemu dengan mantan kekasihnya yang telah mengkhianati dirinya dengan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Yah, Deri selingkuh dengan Ana, padahal hubungan mereka sudah dalam tahap lamaran. Dalam kesedihan patah hati, Ulfa bertemu Yusuf. Seorang lelaki baik hati yang mencintainya dengan tulus. Walau Ulfa tahu, Yusuf pun tengah patah hati karena menjalin hubungan jarak jauh dengan kekasihnya. Siapa sangka pasangan patah hati bisa saling menerima dan saling mengisi untuk meraih kebahagiaan. Hingga usia pernikahan mereka menginjak lebih dari dua puluh tahun. Tanpa ada pertengkaran orang ketiga. Pertengkaran dengan suaminya hanya masalah anak-anak yang susah diatur terutama Danil, putra mereka. "Jadi si Delia itu gimana Ma?" "Ya gak apa-apa sih. Hanya luka dikit." "Luka dikit kok sampai lapor polisi? Terus beneran dia bunuh diri?" Ulfa terkekeh. "Ternyata hanya salah paham. Mungkin kemarin Ayah Delia keburu emosi, jadi mereka lapor polisi." "Terus?" "Ya Mama bicara baik-baik sama Ayah Delia jadinya selesai deh." Ulfa tersenyum. Ia memang tak ingin mengatakan tentang siapa ayah Delia pada Tya. Gak penting juga. "Tya, mengenai kasus ini kalau bisa jangan sampai papa tahu ya." Tya melipat kening. "Mama pusing kalau Papa sudah ngomel sama Danil. Lagipula masalah sudah selesai. Dan ini murni Danil gak gitu salah, dan gadis itu emang gak niat bunuh diri kok." "Iya Ma." Tya memasang senyum. Ia menghela napas melihat wajah lelah Ulfa. "Mama kelihatan lelah. Mau aku buatkan minuman?" Ulfa tersenyum. Ia bersyukur semua anak-anaknya baik dan sopan dalam bertutur kata. "Terima kasih sayang. Kalau kamu gak keberatan, Mama minta teh manis hangat saja ya." "Siap Ma, bentar ya. Aku buatkan." Tya segera beranjak ke ruang makan. Syukurlah kalau kak Danil gak ada masalah. Kasihan mama bisa ribut terus sama papa nantinya gara-gara kak Danil. Tak lama Tya kembali dengan segelas teh manis. "Ini Ma, teh manisnya." Tya baru saja meletakkan gelas di atas meja, saat terdengar nada ponsel milik mamanya. Ulfa segera merogoh tas di tangannya. Nomor tak dikenal? "Hallo." "Hallo selamat sore, dengan orang tua dari Danil Febian Saputra." "Iya saya sendiri, ini dari mana?" Ulfa menegakkan tubuhnya. Kenapa perasaannya mendadak tak karuan. Semoga bukan masalah lagi. "Kami dari kantor polsek jakarta pusat, mau memberi tahu jika putra ibu berada dikantor kami saat ini." "Apa kantor polisi?" Ulfa bangkit dari duduk. Tya yang semula duduk manis, ikutan khawatir. Ada apalagi ini? "Baik, baik Pak. Saya segera ke sana." Ulfa mematikan ponsel dengan raut wajah kalut. "Ada apa lagi Ma?" tanya Tya saat melihat wajah Mamanya menjadi cemas. "Danil tertangkap polisi," lirih Ulfa. "Ya Tuhan," jerit Tya. Kenapa sih hari ini kakaknya itu selalu saja buat masalah tiada henti. "Tahu gitu, kenapa tadi Mama gak ajak aja dia balik bareng ke rumah." Ulfa mengomel dengan hawa kesal. "Memang Kak Danil kenapa lagi Ma?" Tya menatap Ulfa yang bangkit dari duduknya. "Entahlah Mama belum jelas. Intinya Mama harus segera ke sana. Mama pergi dulu ya." Bergegas Ulfa meraih tasnya yang semula ia letakkan di sofa. Berantakan sudah rencana kegiatannya hari ini. "Eh, Ma. Teh manisnya minum dulu, walau sedikit." Tya mengingat kan Ulfa akan minum yang baru saja ia buat. Tya menyerahkan gelas yang tadi ia taruh di atas meja. Ulfa menurut dan meminum beberapa tegukan teh manis hangat buatan Tya. Rasa hangat mengalir di tenggorokannya. Paling tidak bisa membantunya mengurangi dari rasa lelah yang mendadak ia rasakan semakin bertambah. Setelahnya ia segera beranjak keluar gerbang. "Ma, jangan lupa kabari Papa." Teriakan Tya seolah alarm buat Ulfa jika akan ada lagi pertengkaran antara anak dan suaminya. Danil. Kenapa kamu selalu saja buat masalah dengan papamu. *** Yusuf baru saja mendudukkan tubuhnya di kursi. Masih memikirkan tentang istrinya dan mantan kekasih istrinya itu. Bukankah dulu lelaki itu yang menyakiti Ulfa? Kenapa istrinya masih saja mau bertemu dengan lelaki itu? Jangan-jangan Ulfa masih menyimpan rasa suka pada lelaki itu. Tengah ia termenung, ponselnya bergetar. Menampilkan nama istri tercinta di layar. Ulfa. "Hallo." "Pah, Danil di kantor polisi." Suara istrinya yang terdengar cemas, membuat Yusuf tersentak. "Apa?" Yusuf bahkan berdiri dari duduknya. "Mama dalam perjalanan ke sana, nanti Mama share loc." Ponsel terputus begitu saja. Yusuf menatap layar yang sudah menghitam. Ia memijit pelipisnya. Selalu saja anak itu buat masalah. Ini karena Ulfa sering memanjakannya. Tidak bisakah anak itu menjadi seperti yang ia harapkan? Belajar dengan benar hingga lulus dan mendapat gelar. Lalu meneruskan perusahaan yang sudah susah payah ia rintis. Dengan bergegas ia berdiri dan melangkah ke luar ruangan. "Esih, handel semua urusan. Saya ada keperluan penting. Tolong hubungi tim kuasa hukum kita, suruh di hubungi secepatnya," titah Yusuf. "Baik Pak." Sekretaris Yusuf mengangguk dan langsung meraih telepon. Sepertinya atasannya ini tengah mendapat masalah besar, hingga membawa pengacara segala. ** Danil menunduk, menekuni lantai putih yang ia pijak. Lantai yang menampakkan keramik putih berukuran empat puluh kali empat puluh, mirip dengan lantai rumahnya. Ia memejamkan mata. Andai kata lantai ini adalah lantai rumahnya. Tapi kembali lagi ia sadar dimana ia berada sekarang. Danil menghembuskan napas kesal. Ia seperti akan mendapat hukuman berat kali ini. Padahal tadi pagi ia bersyukur masalah Delia tidak sampai ke telinga sang Papa. Tapi kali ini, ia ragu Papanya tidak tahu. Mama pasti sudah memberi tahu papanya. Dasar nasibnya hari ini penuh ketidakberuntungan. Siapa yang bisa menebak, jika motornya mendadak mogok. Ada-ada saja. Tahu bakal mogok, tadi dia pulang saja ke rumah. Kalau dipikir hari ini dia apes terus. Dari pagi dapat ulangan nilai anjlok, balik ke rumah dapat kabar Delia bunuh diri. Ke rumah sakit, dapat bogeman dari Ayah gadis itu. Dan kini, menunggu orang tuanya menjemput. Bukan hal yang sulit untuk orang tuanya mengeluarkan dia dari tempat ini, tapi setelahnya pasti akan ada lagi keributan. Ia melarikan pandangannya ke sekeliling ruangan. Mereka dikumpulkan menjadi satu dalam ruangan berisi satu kursi untuk di tempati petugas yang mendata. Satu lagi untuk orang yang ditanya. Dan sofa single di ujung ruangan. Jangan harap mendapat kursi. Mereka yang ditangkap berjumlah dua belas orang termasuk dirinya, kini duduk di lantai sambil menekuk lutut. Sementara beberapa petugas menjaga di depan pintu. "Perasaan lo gak ikut balapan, kok kena tangkap," bisik lelaki di sebelah Danil. "Motor gue mogok." Mendengar ucapan Danil, lelaki itu terkekeh. "Nasib lo sial amat." Mau tak mau Danil ikut terkekeh. Telapak tangan terulur di depan Danil. "Gue Erik." "Danil." Mereka bersalaman "Gue sering liat lo di tempat balapan." Danil tersenyum. "Gue cuma iseng aja nongkrong." "Gue tahu." "Lo sendiri gimana? Menang gak kali ini?" Danil balik bertanya. "Harusnya sih menang, tapi keburu ketangkep." "Hah, lo lebih apes dong." Tadi satu-persatu dari mereka sudah dimintai keterangan perihal aksi balap liar. Bahkan Danil sudah berulang kali mengatakan jika ia hanya menonton, apalagi motornya mogok. Tapi tetap saja tidak di percaya. Padahal balap liar itu berada di wilayah yang jauh dari keramaian, tapi tetap saja ketahuan. "Kayaknya ada yang ngadu tentang kegiatan kita di tempat balap," bisik Erik. "Kayaknya sih gitu." Ruangan ini hening, hanya terdengar suara ketikan dari seorang petugas yang mungkin sedang memasukkan data ke komputer. Danil menatap satu-persatu yang hari ini tertangkap. Hanya dirinya yang memakai seragam sekolah, lainnya tidak. Semakin menambah citra buruk saja dia di mata hukum. Pasti di kiranya membolos. Padahal ini kan sudah jam pulang sekolah. Belum lagi ponselnya disita petugas. Entah hukuman apa yang akan ia terima dari ayahnya nanti. Sudah pasti ayahnya akan murka sekali. Pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang wanita polwan yang berwajah lembut, tapi aslinya galak sekali. Danil tidak menyangka bisa juga wanita segalak ini. Semoga nanti istrinya tidak ada yang menjadi anggota kepolisian. Ia ingin memiliki istri selembut ibunya. Tak apa cuma bertitel ibu rumah tangga juga. "Danil Febian Saputra." Saat namanya dipanggil, Danil mendongak. "Saya bu." Wanita polwan itu menatapnya tajam. "Kamu ikut saya sekarang." Tanpa menunggu lama, Danil bangkit berdiri. "Erik, gue duluan ya." "Yuk, sampai ketemu lagi ya." Mereka bertos layaknya sahabat. Padahal di arena mereka jarang bertegur sapa. Saat di ruangan depan, ia melihat kedua orang tuanya duduk bersama seorang laki-laki yang ia kenal kuasa hukum keluarganya. Lihatkan, semua mudah bagi orangtuanya. Hanya menjentikkan jari. Tapi melihat raut wajah ayahnya membuat Danil yakin, akan terjadi omelan panjang di rumah nanti. "Kamu gak kenapa-kenapa sayang?" Ulfa memandang tubuh putranya. Pasalnya baru siang tadi Danil terkena pukulan dari mantan kekasihnya, kini masuk polsek juga. Sia-sia sudah Ulfa menjauhkan pertengkaran yang pasti akan terjadi di rumah nanti. "Aku gak apa-apa Ma," bisik Danil tak enak hati. "Kita pulang sekarang." Yusuf bangkit tanpa menoleh lagi pada putranya. Ulfa mengangguk pada Danil, isyarat untuk mengikuti suaminya. Suasana di dalam mobil terasa hening. Tapi bagi Ulfa dan Danil terasa mencekam. Mereka melihat raut wajah tegang dari kepala keluarga yang kini tengah duduk manis di samping supir. Yah, mereka sadar Yusuf tengah menahan emosi. Tidak mungkin ia melampiaskan amarahnya di kantor polisi. "Pah, kalau kamu mau balik kantor, sebaiknya aku sama Danil naik taxi online saja." Ulfa berusaha mencairkan suasana. Walau telat, karena ini sudah mau arah rumah. Ia hanya berharap tidak ada pertengkaran lagi di rumah antara dua lelaki ini. "Gak perlu, semua pulang ke rumah," ketus Yusuf. Ulfa hanya menghela napas sambil melirik putranya, seolah mengatakan lewat sorot mata jika semua akan baik-baik saja. Danil hanya mengulas senyum sedikit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD