Lopita terperosok ke kursi, napasnya tercekat. Ancaman Leon menusuknya hingga ke ulu hati, dingin dan tanpa ampun. "Mayat keluarga kakakmu." "Darah dibayar darah." Kata-kata itu, diucapkan dengan nada rendah yang penuh bahaya, berputar-putar di benaknya, mengikatnya dalam teror yang mencekik. Ia tahu Leon tidak main-main. Pria itu, dengan segala kekuasaan, jaringan, dan pengaruhnya yang tak terbatas, sanggup mewujudkan setiap detail dari ancamannya. Kengerian yang selama ini ia coba kubur dalam-dalam kembali menyeruak, lebih nyata dan menyakitkan dari sebelumnya. Air mata jatuh begitu saja, membentuk jejak di pipinya yang pucat pasi. Ia menunduk, tak ada pilihan selain menerima takdir pahit ini. Kehidupannya, masa depannya, bahkan kebebasannya untuk memilih kematian, kini telah direnggut.

