1. New Hair New Smile
Moko mendekati Risa yang ditinggal sendirian oleh Cakra dan teman-temannya yang lain. Wajah gadis itu terlihat suntuk tak seceria biasanya. Mengenal Risa hampir dua puluh delapan tahun usianya, pria berambut gondrong itu hafal betul ekspresi wajah sahabatnya itu.
"Yang lain mana Ca? Lo ditinggal sendirian sama anak-anak?"
"Humm ... Cakra cabut abis ditelpon ceweknya. Andi juga pulang, capek katanya." jawab Risa tanpa tenaga, tangannya memutar-mutar gelas kecil berisi cairan bening didalamnya. Hampir menenggaknya lagi, namun tangan Moko sigap mencegahnya.
"Lo gak capek? kita abis manggung di tiga tempat sekaligus loh." saut Moko.
"Badan gue gak pernah capek, hati gue aja yang capek ngadepin Bimbim."
Bimbim yang dimaksud adalah Bimo, kekasih Risa yang juga vokalis di home band Senorita yang dimanageri oleh Moko. Bimo dan Risa menjalin hubungan asmara sejak sepuluh bulan lalu, mungkin karena kebersamaan mereka saat ada pekerjaan, hubungan mereka makin baik dan memutuskan menjalin kasih.
"Bimo kenapa lagi?"
"Ponselnya gak aktif, udah dua hari ini kita gak ada komunikasi. Dia sebenernya serius gan ya sama gue?" racau Risa lagi.
"Sibuk kali, Ca."
Sejujurnya Moko sendiri sejak kemarin tak bisa menghubungi Bimo, padahal mereka seharusnya ada job manggung bersama. Tapi belakangan ini Bimo sendiri yang terlihat menarik diri. Tak hanya dari Risa namun juga darinya dan teman-teman band yang lain.
"Sibuk sama cewek lain?" gumam Risa lirih.
"Elo kan ceweknya? Harusnya lebih tau dong." Moko menarik kursi kayu di sebelah Risa dan mendaratkan bokongnya di sana.
"Tapi nyatanya, gue sendiri gak tau dimana Bimo sekarang. Kayaknya gue sendiri deh yang berjuang sama hubungan kami. Gue bego nggak sih Ko kalo cuma dimanfaatin sama Bimo?"
Moko nampaknya tak begitu tertarik dengan kisah cinta sahabatnya ini. Namun ia akan maju terlebih dahulu jika sahabatnya ini terluka karena asmaranya.
"Dimanfaatin gimana?" Moko menautkan kedua alisnya.
"Ya buat dia pamerin ke temen-temennya kalau Bimbim bisa taklukkin gue yang terkenal cantik dan susah didapetin ini."
"Ckk ... tingkat kepedean elo udah di level meresahkan Ca."
Moko berdecak sambil memandang heran ke arah gadis cantik dengan rambut lurus sebahu yang kini tampak bak sarang burung itu.
"Gue gak butuh komentar pedes lo nyong." cibir Risa mulai jengah dengan sahabatnya ini.
Moko sendiri hanya mengangkat bahunya dengan gaya menyebalkan sambil meneguk sake yang ia ambil dari tangan Risa.
"Sebelum elo keburu mabok dan bikin rusuh disini, mending lo ikut gue deh Ca." Moko berdiri dan sudah menyambar sebelah tangan Risa.
"Ke?"
"Liat gue berubah wujud, kali aja Lo kesambet terus jatuh cinta sama gue." jawab Moko asal.
"Sarap gue kalau sampai jatuh cinta sama elo Ko." sungut Risa tak terima.
"Weitss.. ati-ati kena karma Lo, biasanya cewek yang habis ngomong gitu langsung klepek-klepek sama pesona gue."
Moko menarik pelan tangan Risa untuk meninggalkan kafe yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul.
"Kecuali gue Ko. Gue udah kenal elo sejak lahir, males banget kalau harus jatuh cinta sama elo juga." dengkus Risa namun tetap berjalan mengikuti Moko yang mendahuluinya.
"Ehhh... eeh ... Main keluar aja, bayar dulu bill nya."
Risa menghentikan langkah, yang mau tak mau membuat Moko berhenti juga karena tangan mereka yang saling bergandengan.
"Udah gue bayar nyonya, elo mah kapan pernah bayar sih kalau keluar sama gue." Moko mencubit gemas ujung hidung Risa hingga memerah.
"Iiih ... Moko the best lah pokoknya." Risa tersenyum lebar lantas melingkarkan tangannya memeluk lengan Moko.
"Kita mau kemana sih?" lanjutnya.
"Ada deh, pokoknya elo gak bakalan suntuk mikirin Bimo lagi."
***
"Jadi maksud Lo ngajak gue hangout tadi kesini?" Risa menarik nafas dalam-dalam.
"Nemenin Lo potong rambut gimbal Lo?" lanjutnya setengah mendelik. Kedua tangannya sudah berkacak pinggang dengan ekspresi wajah sebal yang ia perlihatkan terang-terangan.
Setelah memaksa Risa untuk mengikuti keinginannya, Moko ternyata mengajak Risa ke Amazed Hair and Makeup studio milik temannya di pusat Yogyakarta. Sudah sejak dua hari lalu ia berniat memangkas rambut gondrongnya agar tampil lebih rapi dan lebih fresh dari sebelumnya.
"Thats true, tapi beneran bisa bikin Lo ngilangin suntuk kan? Sudah sana sekarang giliran elo yang dipermak." Moko mengendikkan dagu ke arah Berta, hair stylist yang baru saja selesai memotong rapi rambutnya.
Melihat Risa yang hanya diam mematung, pria jangkung itu mendekati Risa dan mendorong bahunya agar gadis itu duduk nyaman di kursi putar yang sudah disediakan.
"Berta ini orang kepercayaan gue, tangan ajaibnya pasti bisa bikin elo terkesima. Liat aja penampilan baru gue? Udah kayak oppa-oppa Korea kesayangan lo kan?"
Moko merentangkan kedua tangan, sesekali ia juga menyugar rambut barunya yang dipotong pendek, entah model apa namanya. Tapi cukup membuat Risa membolakan mata karena memang penampilan Moko terlihat begitu berbeda, dan memang cukup ... ganteng luar biasa.
"Oppa-oppa gue gak ada yang kaku kayak elo. Eh tapi ini lo traktir lagi kan?" todong Risa tanpa sungkan sama sekali, karena memang itulah yang selalu terjadi. Setiap kali ia menghabiskan waktu berdua dengan Moko, pria itulah yang banyak memanjakannya dengan segala rupa.
"Otomatis lah, serah deh elo mau treatment apa aja gue bayarin." Moko menekan kedua bahu Risa agar sahabatnya itu duduk tenang.
"Naah gitu dong, baru deh jadi Moko kesayangan gue." saut Risa tanpa menurunkan kadar juteknya.
"Mas Berta, eeh.. mbak maksudnya. Hair coloring aja ya." titah Risa pada Berta yang memang sebenarnya sedikit membingungkan untuk orang yang baru mengenalnya, harus dipanggil dengan sebutan apakah orang itu.
Mbak?
Tapi badannya terlalu besar dan berotot untuk ukuran seorang perempuan. Apalagi jika melihat ukuran lengannya yang hampir dua kali lipat dengan lengan mungil milik Risa.
Tapi jika dipanggil mas? Parasnya terlalu cantik rupawan, bak model catwalk dengan sentuhan make up yang tak terlalu tebal itu.
"Oke cantik, mau warna apa?" tanya Berta dengan suara lembutnya.
"Apa aja yang lagi ngetrend dan bikin gue cantik." Risa mengibaskan rambutnya yang memang sedikit acak-acakan sore ini.
"Rose brown kayak gini gimana? Cucok banget deh sama kulit putih dan wajah imut kamu." Berta mengulurkan tablet yang layarnya menampilkan pilihan warna-warna cantik untuk rambut.
Risa menoleh dan menggerakkan telunjuknya menggeser layar tablet ke kanan dan kiri, mencoba membandingkan pilihan warna yang disarankan oleh si cantik berotot, Berta.
"Boleh deh, yang penting bikin gue makin cantik cetar membahana hulala ...." jawab Risa membuat Moko yang berdiri dibelakangnya ikut terkekeh kecil.
"Siaap, percayakan saja tangan ajaib Berta." jawab Berta setelah meletakkan tablet di meja kecil sebelahnya.
"Ta, titip sahabat gue ya." ucap Moko.
"Eeh ... Mau kemana lo?" saut Risa yang menangkap bayangan Moko dari kaca besar didepannya.
Moko menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Risa. "Beliin Lo boba Cha, Lo pasti oleng kan kalau sehari gak minum Boba."
"Uuhgg.... pengertian banget anda pak, gue yang pre—"
"Premium matcha Boba milk kan?" potong Moko cepat.
"Duuuh... Pinter bener deh mamas Herpinda Moko." pekik Risa akhirnya tertawa lebar.
Moko ikut tersenyum melihat sahabatnya itu tersenyum lagi setelah seharian tadi mukanya berlipat tak karuan. Pria itu lantas melanjutkan niatnya membelikan Boba milk untuk Risa di ruko sebelah.
"Yaa ampun enak banget deh punya pacar pengertian kayak mas Moko gitu." celetuk Berta sambil menyisir rambut hitam milik Risa.
Risa hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Moko bukan pacar gue by the way. He is my best best best friend ever."
"Oh ya? Masa siiih?" decak Berta mencebikkan bibir tak percaya.
"Serius, tanya aja sama orangnya. Gue sama Moko udah sahabatan sejak lahir, keluarga kita dulu tetanggaan. Umur kita aja cuma selisih tiga minggu, duluan dia."
"Tapi kamu cewek pertama yang diajak mas Moko kesini looh."
"Soalnya emang dia payah banget kalau soal cewek, kaku banget. Cuman sama gue aja baru keluar sifat aslinya."
"Sayang banget cakep cakep gitu jomblo ya." decak Berta seraya mulai mengaplikasikan cat rambut pada rambut Risa.
Setelah selesai menyulap penampilan Risa dengan rambut barunya. Berta tersenyum lebar seraya memutar balik kursi ergonomis yang diduduki Risa.
"Yuhuuw ... Check this out. Kecantikan cewek kamu makin naik berlipat-lipat kan setelah kena sentuhan tangan Berta." ucap hair stylist tersebut sangat bangga.
"Oo.. wow, you look so different Ca." Moko menelan ludahnya susah payah begitu melihat penampilan sahabatnya itu.
Harus Moko akui, mengajak Risa menemui Berta memang pilihan yang tepat, selain memperbaiki mood gadis itu, penampilan baru Risa pun jauh lebih segar dan lebih.. manis.
"So pasti lah, mbak Berta jago banget pilihin model yang cocok sama muka aku."
Risa kembali menatap cermin dengan senyum sumringah. Sepertinya memang benar perkataan Berta tadi, 'New Hair New Smile'. Penampilannya dengan rambut baru seketika juga bisa memperbaiki perasaannya yang sedari tadi gundah gulana karena sang kekasih yang menghilang tanpa kabar.
"Kuyy lah balik, mau jalan lagi atau kemana dulu?" Moko melirikkan matanya ke arah pintu keluar.
"Lippo yuk yang deket. Mau beli sepatu nih gue."
"Yuk deh, biar gak kemalaman."
Kedua sahabat itu berjalan berdampingan kearah mall yang hanya berjarak beberapa gedung dari ruko Berta. Namun begitu mendekati lobby utama mall, Moko mendadak mendahului Risa dan menghadang jalan Risa.
"Apaan Ko? Minggir, kanjeng ratu mau lewat." Risa mengibaskan tangannya menepis tubuh Moko.
"Ka- ka- kayaknya jangan beli sepatu di mall sini deh Ca?"
"Why? Udah didepan mata juga." lagi-lagi Risa mencoba mengahalau tubuh tinggi Moko.
"Eitss ... No, gue anterin kemana aja sampe dapet tapi jangan kesini. Please."
"Elo aneh deh."
"Emang, please Ca." lanjut Moko sambil menggerak-gerakkan bola matanya aneh.
"Mata Lo kenapa sih?"
"Mata gue sehat aman sejahtera dan gak belekan. Ayo pergi dulu dari sini."
Dengan gerakan cepat Moko memutar bahu Risa agar berputar arah, gegas ia merangkul bahu Risa menuju mobilnya yang diparkir di depan ruko Berta.
"Lo kesambet apa sih Ko?"
"Gue cuman pengen bawa elo jalan-jalan agak jauh Ca." elaknya lagi.
Sebenarnya Moko hanya tidak ingin Risa kehilangan senyumnya lagi jika melihat apa yang sudah matanya tangkap tadi. Dimana ia mendapati Bimo sedang berjalan mesra, bahkan sangat mesra dengan perempuan lain di depan lobby Mall yang baru saja mereka tinggalkan.
***