Pria Bernama Tristan

1217 Words
Leslie segera meminta suara pada Katarina dan si pria yang sedang memejamkan mata. Katarina ambil jalan aman, ia tidak keberatan harus mendengar berita pagi atau musik rock, sementara si pria memilih tidak mendengarkan apa-apa. Pada akhirnya radio dimatikan karena mereka satu sama lain tidak ingin mendengarkan apa yang diinginkan lawan bertengkarnya. Tidak terasa, sudah cukup jauh kendaraan melaju, hutan yang sebelumnya menjadi pemandangan utama berangsur lenyap. Pepohonan yang berjajar di sepanjang sisi jalan mulai digantikan dengan lahan kosong dan kebun. Lalu beberapa waktu kemudian pemandangan berganti dengan bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang daerah itu, mereka sudah memasuki daerah pinggiran kota Coldwater. Suasana pagi itu dilengkapi dengan orang-orang yang memulai aktivitas mereka. Di halaman, trotoar jalan, bahkan jalanan sendiri mulai dipadati aktivitas manusia, jalan raya di sekitar sana mulai dilalui beberapa kendaraan lain. Setelah beberapa lama berlalu, Katarina akhirnya bisa melihat adanya aktivitas yang manusia lakukan. Sinar matahari juga mulai menyinari daerah itu, Katarina yang sepanjang malam dan pagi ini dilanda suhu dingin segera merasa nyaman saat sinar hangat matahari pagi menyentuh kulitnya. “Kita sudah memasuki kota?” tanya Katarina sambil memfokuskan perhatiannya ke luar jendela di mana kaca dibiarkan terbuka, angin pagi masuk berembus cukup kuat ke dalam mobil. Katarina bisa menyaksikan wajah-wajah baru penghuni kota ini, wajah-wajah asing yang sangat ingin dirinya lihat untuk membuktikan bahwa jumlah manusia sangat banyak di mana mereka memiliki wajah dan perawakan yang berbeda-beda. Pria yang sadarkan diri itu segera memandang punggung Katarina yang terhalangi rambut panjangnya. Udara yang berembus dari sisi sana sampai menerpanya. “Ini masih daerah pinggiran, nanti semakin jauh kita akan semakin menemui banyak persilangan jalan, semakin banyak juga kendaraan.” Leslie yang mewakili untuk menjawab pertanyaan dari Katarina, ia berbicara tanpa menoleh pada gadis itu. “Begitu rupanya.” “Kau baru pertama kali ke kota ini?” tanya si pria, ia mengajukan pertanyaan itu karena melihat gelagat Katarina yang tampak tidak tahu apa-apa mengenai kota. Katarina sadar bahwa pria di belakangnya mengajukan pertanyaan pada dirinya. “Baru pertama kali meninggalkan tempat aku hidup.” Ia menjawab tanpa menoleh sama sekali, ia asyik memperhatikan jalan, tentu saja kesenangannya tidak dirinya ungkapkan, bahkan ekspresi wajahnya sendiri tampak biasa saja. “Pantas saja.” “Kenapa memangnya?” balas Katarina yang berbalik mengajukan pertanyaan pada si pria. “Tidak ada, kau hanya terlihat aneh dan terlalu memperlihatkan dirimu kalau kau bukan penduduk yang tinggal di daerah kota.” “Oh, hanya itu. Sebenarnya aku bisa menyesuaikan dan bersikap normal.” “Lalu kenapa tidak kau lakukan saat ini?” Katarina tidak langsung menjawab, kali ini ia menarik kepalanya untuk menoleh pada pria itu. “Karena aku merasa bahwa itu tak perlu dilakukan.” Setelah menjawab mengatakan kalimat itu, ia kembali mengalihkan pandangan ke luar jendela. Leslie yang seperti baru sadar mengenai sesuatu yang penting segera membalikkan tubuh untuk menghadap pria yang masih tidak dirinya ketahui identitas nya. “Oh iya, namaku Leslie,” ucap Leslie yang memperkenalkan dirinya. Ia kemudian memukul bahu Lindsay pelan sebagai isyarat menunjuk sosok yang dimaksud. “Dia kakak laki-lakiku, namanya Lindsay, dan yang di sampingmu adalah Katarina.” Leslie secara sukarela mengambil inisiatif membantu yang lain untuk memperkenalkan nama mereka. Katarina dan Lindsey tidak perlu repot-repot membuka mulut untuk memperkenalkan nama masing-masing. “Namaku Tristan.” Pria itu memperkenalkan namanya pada mereka tanpa diminta. “Aku sampai lupa untuk mengenalkan namaku.” “Jadi, Tristan, apa yang terjadi padamu? Ini benar-benar kebetulan karena mobil kami mendapat dua penumpang tambahan secara tak sengaja.” Leslie mengajukan pertanyaan sambil menaruh sebelah tangan pada sandaran kursinya. Sepertinya ia akan terus mengajukan pertanyaan apabila pertanyaan itu belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan baginya. Mendapatkan pernyataan itu, Tristan langsung menoleh pada Katarina yang tampak bahwa saat ini gadis itu sudah mengubah posisi duduknya kembali lurus memandang ke depan. “Aku juga menumpang pada mereka,” ucap Katarina yang seolah tahu maksud dari tatapan pria itu, ia memberi tahu tanpa menuggu Tristan mengajukan pertanyaan. Inilah faktanya yang membuat hanya Katarina saja yang memegang tas. Normalnya apabila mereka melakukan perjalanan bertiga, semua barang bawaan ditaruh bersamaan. Setelah mendapatkan jawaban dari Katarina, Tristan kembali memandang Leslie yang setia menunggu jawaban. Untuk beberapa detik lamanya Tristan tidak mengeluarkan suara sehingga ada jeda sesaat. “Sebenarnya, aku tidak berniat bunuh diri dengan menabrakkan tubuhku pada mobil ini. Aku bahkan tidak sadar kalau di jalanan yang kosong akan melintas mobil.” Ia memulai mengatakan apa yang terjadi. Katarina sendiri langsung menoleh sesaat pada Tristan karena ia mengetahui bahwa pria bernama Tristan ini memulai ceritanya dengan kebohongan. “Sampai kau menabrak mobil yang sedang melaju.” Lindsay bergumam. “Tap, tepat sekali, sampai menabrak mobil yang sedang melaju.” Tristan mengangguk sambil menunjuk Lindsay untuk mengiyakan. “Aku tidak tahu kalau akan ada mobil sampai mobil itu menabrakku dan tahu-tahu aku bangun di dalam sebuah mobil.” “Itu benar-benar terlambat.” Katarina bergumam. “Benar, sangat terlambat. Itu semua disebabkan karena pagi ini aku mendapat masalah.” Tristan melanjutkan. “Aku ....” “Sudah kuduga, kau pasti dirampok.” Leslie tiba-tiba menyela, bahkan Tristan baru membuka mulut hendak berbicara u tuk memberi alasan mengapa hal yang menimpanya terjadi. “Dia bahkan belum mengatakan apa-apa.” Katarina bergumam pelan, meski tetap saja gumamannya masih bisa didengar oleh semua orang. Leslie segera tersenyum mendengar perkataan Katarina. “Maaf, lanjutkan.” “Aku tidak dirampok, sebenarnya.” Tristan menyangkal sambil menggelengkan kepala. “Ada hal lain yang kualami sampai itu semua terjadi. Aku ....” Tristan hendak melanjutkan ceritanya, tapi tiba-tiba saja Mobil sudah berbelok menuju tempat parkir di halaman sebuah restoran pinggir jalan. “Sudah sampai, mau mengobrolnya di dalam saja, perutku mulai kambuh.” Lindsay yang menyela cerita. Ketika mobil benar-benar berhenti, ia segera mematikan mesin mobil, Leslie menolehkan kepalanya memandang ke arah saudara laki-lakinya itu. “Ini bahkan baru jam tujuh.” Leslie berucap sambil melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Sementara Lindsay mencabut kunci lalu mengantonginya. “Aku sarapan jam enam, ingat?” Lindsay membalas sambil membuka sabuk pengaman lalu turun dari mobil. “Ah, aku hampir lupa.” Lindsay tidak mengatakan apa-apa lagi, ia membuka pintu lalu segera turun, Leslie buru-buru melepas sabuk pengamannya, ketika pintu dibanting tertutup oleh Lindsay, Leslie menoleh memandang ke arah Tristan dan Katarina. “Kalian juga ayo bergabung, kita yang traktir.” Gadis itu melambai sambil berseru saat mengajak kedua orangーyang tanpa sepengetahuannya, keduanya bukan sembarang orang. “Terima kasih,” ucap Tristan, akhirnya mereka membuka pintu hampir secara bersamaan. Katarina segera turun tanpa mengatakan apa-apa. Lindsay sudah hampir memasuki Restoran, sementara Leslie berlari kecil mengejar pria itu, ia tidak menunggu Katarina dan Tristan. Tristan meregangkan tubuh menghilangkan rasa pegal yang dirinya rasakan. “Huh, udara pagi di sini masih agak nyaman, bagaimana menurutmu?” tanya Tristan sambil menoleh ke arah Katarina yang sedang mengenakan tas punggungnya. Katarina menoleh memandang tajam pada Tristan. “Apa? Jangan memandangku seperti itu.” Tristan masih tersenyum saat menanggapi raut wajah Katarina yang seperti itu. “Dengar, aku tak peduli apa yang membuatmu sampai menumpang, yang jelas, dua orang itu tidak tahu apa-apa. Apa pun urusanmu, jangan libatkan mereka,” ucap Katarina, ia tidak menunggu Tristan membalas, setelah mengatakan kalimat itu, gadis muda itu langsung berjalan menyusul sepasang saudara yang sudah lebih dulu memasuki restoran. Tristan tersenyum lalu menyahut. “Aku tahu, tenang saja.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD