Karena mobil berhenti tiba-tiba, Katarina sampai terdorong ke depan, ia tidak mengenakan sabuk pengaman. Sementara Lindsay dan Leslie yang mengenakan sabuk pengaman tampak baik-baik saja, hanya mereka memasang wajah pucat dan panik.
Selama lima detik lamanya, semuanya tertegun sambil memasang wajah yang luar biasa panik.
“A ... apa yang terjadi? Apa kau ... kau baru saja menabrak seseorang?” tanya Leslie yang tampak sangat panik. Ia semakin ngeri karena tepat di hadapannya, kaca depan meninggalkan jejak darah segar yang tidak sedikit jumlahnya. Itu adalah bukti yang sagat jelas bahwa seseorang benar-benar telah tertabrak oleh kendaraan itu sampai terlempar ke arah belakang.
Lindsay yang masih memandang ke depan segera menoleh pada adiknya lalu menggeleng keras membantah.
“Aku tidak menabraknya, dia ... dia yang sengaja berlari ke tengah jalan. Kalian melihatnya, bukan? Aku tidak bersalah di sini.” Ia mencoba membela diri bahwa dirinya tidak menabrak. Sayang saat itu Katarina dan Leslie sedang bertatap muka sehingga mereka tidak melihat apa yang terjadi, yang jelas saat tabrakan berlangsung, ketiganya melihat ada seseorang yang terlempar.
“Astaga, apa yang tadi kau tabrak? Apa itu manusia?” gumam Katarina sambil menggosok keningnya, ia sedikit meringis pura-pura merasa sakit, padahal kenyataannya ia baik-baik saja.
“Kau ceroboh, sudah kubilang untuk berhati-hati dalam mengemudi, kita baru saja menabrak seseorang!” bentak Leslie menuduh keras pada kakaknya.
“Kau melihatnya, dia berlari tepat ke arah mobil ini. Bukan aku yang menabraknya, tapi dia sengaja menabrakkan diri.” Lindsay tetap membela diri, ia merasa tidak bersalah karena ia memang tidak menabrak seseorang.
“Tak peduli siapa yang menabrak, yang jelas seseorang sudah terluka akibat tabrakan ini.” Leslie menyahut sengit. Katarina yang menyimak pertengkaran keduanya merasa tidak sabar karena keduanya sama-sama tidak ada yang mau mengalah apalagi menghentikan adu mulut itu.
“Ini bukan salahku.”
“Itu salahmu, andaikan kau mengemudi cukup pelan, maka apabila menabrak orang itu, dia hanya akan lecet saja, tidak akan sampai cedera parah.” Leslie marah-marah menyalahkan saudaranya. Ia kemudian menunjuk kaca tepat di depannya yang berlumur darah. “Lihat, darahnya cukup banyak di sana.”
“Kau tidak ingat bahwa dirimu lah yang memintaku melaju kencang? Aku sudah pelan sejak awal sebelum kau marah-marah karena aku yang lelet.” Lindsay berbalik menyalahkan Leslie yang memang sebelumnya meminta dirinya untuk melajukan mobilnya lebih cepat.
Baru saja Leslie buka mulut hendak berbicara, Katarina ambil tindakan untuk membuat mereka berhenti.
“Oh, cukup adu mulutnya!” Katarina langsung menengahi, Leslie dan Lindsay sontak menoleh ke arahnya. “Aku akan memeriksa keadaan orang itu, siapa tahu dia baik-baik saja.” Katarina segera meraih pintu lalu mendorongnya terbuka tanpa memedulikan tatapan wajah dari sepasang adik dan kakak itu.
“Kau yakin, Kat? Kalau dia mati, kita bisa disalahkan.” Leslie bergumam agak takut. Sementara Katarina yang sudah turun dari mobil tampak biasa saja.
“Iya, bagaimana jika yang tertabrak itu mati? Ini akan menjadi urusan yang panjang.” Lindsay menimpali, ia tampak ketakutan saat ini. Katarina senang karena ekspresi wajah tadi sudah hilang, meski e tetap saja bukan ekspresi seperti itu yang dirinya ingin lihat dari pria itu.
“Itu urusan nanti. Kalian tunggu di sini, jangan kabur meninggalkanku, ya.” Setelah berpesan seperti itu, Katarina membiarkan pintu terbuka lalu berjalan menuju ke belakang mobil di mana korban tertabrak itu harusnya berada.
Tidak sulit menemukan pria itu dikarenakan Katarina langsung melihat tubuh seorang pria yang tergeletak di tengah jalan dalam keadaan menyamping memunggungi Katarina. Jarak dari mobil sekitar lima meter sehingga Katarina harus berlari kecil untuk tiba di tempat pria itu berada.
“Itu dia.”
Baru saja ia tiba di sana, instingnya langsung memberi tahu bahwa di sekitar sana ada bahaya. Ia yakin bahaya itu datang berasal dari para esper lain yang ada di sekitar sana, mereka sedang bersembunyi di balik pepohonan.
Katarina bersikap pura-pura tidak tahu dan tidak menyadari keberadaan mereka. Ia berlutut lalu tangan kanannya terulur meraih bahu pria itu, ia membalik tubuh si pria supaya terlentang. Si pria tampak baik-baik saja, hanya terdapat darah yang mengalir dari kepala bagian depannya saja.
“Bagaimana keadaannya, Kat?” tanya Leslie yang ternyata ikut turun. Katarina menoleh ke belakang lalu mendapati bahwa Lindsay dan Leslie sudah berada di belakang mobil mereka, tampak mereka masih memasang wajah takut, bahkan keduanya tidak bersedia untuk bergerak lebih dekat lagi.
“Dia tidak mati, bukan? Maksudku, aku tahu aku melaju cukup kencang dan pria itu sampai terlempar. Tapi aku berharap kalau dia masih hidup.” Lindsay tampak panik, ia merasa takut bahwa dirinya bisa saja membunuh seseorang secara tidak sengaja.
“Dia pasti mati dengan tabrakan itu.” Leslie malah mengatakan itu, membuat kakaknya semakin panik.
“Kalau begitu ayo kita pergi saja, sebelum ada yang melihat, kita bisa melarikan diri.” Lindsay mundur selangkah berniat melarikan diri dari tanggung jawab, tapi Leslie segera memegang tangannya menahan pria itu untuk lari.
“Dasar bodoh. Kau jangan jadi pengecut.”
“Kau tidak tahu rasanya ada dalam posisiku, aku yang mengemudikan mobilnya!” sergah Lindsay yang masih memasang wajah takut.
“Mereka mulai lagi, bagaimana aku bisa bicara kalau mereka tidak memberiku kesempatan?” pikir Katarina, ia agak lelah karena ternyata sepasang adik kakak ini mudah bertengkar karena suatu alasan yang agak sepele.
“Sudahlah, jangan adu mulut lagi, lelaki ini masih hidup, dia hanya mengalami cedera ringan!” Katarina langsung menjawab sekaligus menengahi adu mulut di antara mereka. Lindsay dan Leslie segera menghentikan percekcokan di antara mereka lalu menoleh memandang Katarina.
“Itu aneh, dengan tabrakan sekeras itu, dia masih baik-baik saja.” Lindsay berucap tak percaya. “Ini kejadian pertama kali aku melihat ada yang selamat dari tabrakan sekeras itu, kuat sekali tubuhnya.”
“Kau harusnya bersyukur karena dia hidup, bukannya mengatakan hal itu.” Leslie membalas agak marah, ia menepis tangan kakaknya itu kasar.
“Kalian mau berdebat seharian atau mau membawa lelaki ini ke klinik atau semacamnya?” tanya Katarina yang langsung mendahului Lindsay yang hendak buka suara. Sementara setelah mengatakan itu, Katarina sendiri langsung mengangkat tubuh pria itu lalu menaruhnya pada pundak kanan seolah pria itu adalah sekarung gandum, mungkin lebih ringan lagi, ia menganggap pria itu seperti sekarung kapas, tampak tak terlihat kelelahan atau merasa mendapat beban.
“Ya ampun, kau mengangkatnya?” tanya Lindsay yang terkejut karena ternyata Katarina yang baru ia kenali adalah gadis yang kuat, memiliki tenaga yang besar sehingga mampu mengangkat tubuh seorang pria. Wajar saja apabila ia mampu mengangkat tubuh seorang pria, bergelantungan di tebing dengan bobot beberapa kali lipat saja mampu dirinya lakukan, jelas bahwa tangannya memiliki kekuatan besar.
“Kat, kau kuat sekali.” Leslie malah kagum melihat apa yang Katarina lakukan.
“Dia kurus, aku tidak merasa mengangkat apa-apa.” Katarina berjalan mendekat. Ia memang tampak tak terlihat kesusahan dan merasa berat mengangkat beban. Pada akhirnya, secara tak terucap mereka setuju untuk membawa pria itu ke klinik atau rumah sakit sebagai tanda pertanggung jawaban karena telah menabraknya.
***