Melamar

1583 Words
POV VIONA Tak butuh waktu lama empat lukisan sudah terjual. Tersisa satu lukisan yang akan dilelang hari ini, gambar seorang anak kecil di atas kuda putih di Padang rumput yang hijau di sebuah desa kecil. Lukisan ini tercipta karena imajinasiku tentang cinta pertamaku, laki-laki yang gagah, tampan dan pemberani seperti seorang pendekar yang tak tersentuh. "Ini adalah karya pertamaku, lukisan ini luar biasa berarti bagiku karena menceritakan seorang sahabat masa kecil yang menjadi inspirasi terbesarku. Karya seindah ini saya membukanya dengan harga 100$ dollar. Silahkan berikan penawaran anda kami menunggu harga tertinggi, terimakasih." Paparku untuk lukisan terakhir. Banyak yang berebut menawarkan harga tertinggi. Tapi, kemudian seorang pria tampan, dan gagah duduk dikursi barisan belakang menarik perhatian semua peserta lelang termasuk diriku. "Satu juta dollar," tawar pria itu. Mataku membulat dengan mulut menganga mendengarnya, lukisan yang dibuka hanya seharga 100$ mendapatkan harga 1.000.000$. Suara mereka saling bergantian bersahutan saat berebutan menawarkan harga bervariasi tapi setelah penawaran pria itu menyebutkan harga tertinggi, kurasa tidak ada lagi orang waras yang berani menawar harga karya pelukis biasa sepertiku dengan harga lebih mahal dari itu. "Apakah masih ada orang yang berani memberi harga lebih mahal dari tuan tadi?" teriak Mc menunggu penawaran selanjutnya, hening beberapa saat. "Aku rasa tidak ada lagi. Baiklah, kami sudah memutuskan bahwa tuan yang disana berhak mendapatkan lukisan ini. Maaf, tuan bisa sebutkan nama anda?" MC itu tersenyum tidak sabar menunggu jawaban pria itu. "Richard Nelson," ucap pria itu lantang lalu membuka kacamata hitam yang menutup bola mata hanzel miliknya. Tatapan tajam yang menghunus menghipnotis siapapun melihatnya. Tubuhku menegang, kepalaku tertunduk spontan tidak mampu menatapnya. Laki-laki yang ada dalam lukisan itu ada disini. 'Richard datang kepameranku? Apakah ini mimpi tidur siangku?' batinku. namanya terus berputar dikepalaku. "Tuan Rich silahkan menemui pihak pelaksana untuk menyelesaikan administrasi setelah acara lelang selesai," sambung Mc membuyarkankan lamunanku. Dalam ketegangan tubuhku berubah menjadi dingin, aku bingung harus menganggap ini mimpi indah atau malah sebaliknya. Pikiranku berkecamuk, aku sangat tahu bagaimana sifat Richard tidak mungkin membuang waktu melakukan pekerjaan tidak berguna yg tidak akan menghasilkan cuan atau keuntungan tapi hari ini aku melihatnya hadir hanya mengikuti pameran ini. Richard pasti punya keperluan lain, aku bisa menjamin menghadiri pameran bukanlah tujuan utamanya. Aku bersusah payah menetralkan debar jantungku lalu mengangkat kepalaku tersenyum setulus mungkin kepadanya. Acara pelelangan telah selesai ruang pameran telah kosong, tersisa beberapa orang yang membeli lukisan tadi sedang menyelesaikan transaksi dengan pihak penyelenggara termasuk Richard. Richard berjalan kearahku dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celana. Mataku tak bisa lepas memandangnya, bohong jika kukatakan aku tidak terpesona untuk pria luar biasa dengan setelan jas formal membuatnya terlihat gagah. Detak jatungku semakin tidak terkontrol aku tidak bisa menjelaskan apakah ini detak jantung karena tatapan mengintimidasinya yang menakutkan atau karena pesonanya. "Kita perlu bicara," Richard membuatku gelagapan. Aku menunjuk jalan menuju ruang pribadiku di museum ini tanpa menjawab perkataannya. Ruangan yang disiapkan untuk seniman yang melakukan pameran. "Apa yang menyebabkan Tuan Rich repot-repot datang kemari menghadiri pelelangan pelukis rendahan sepertiku?" Kata pembuka yang kulontarkan untuk memulai percakapan. Apakah itu terlalu kasar? Aku tidak perduli aku hanya ingin segera penyelesaikan susana menegangkan ini, tapi sepertinya hanya aku yang tegang. Richard terlihat santai duduk bersandar di sofa dengan tangan terlipat didada dan kaki disilang. "Aku punya penawaran yang baik untukmu," jelas Richard memandangiku dengan tatapan yang susah di tebak. Wajah itu selalu saja tanpa ekspresi semakin membuatku penasaran. Berdua dengannya diruang tertutup membuatku semakin tegang, apalagi jika mata kami tidak sengaja saling bertemu membuat detak jantungku semakin cepat. Kurasa lama-lama disituasi ini akan membuatku mati muda karena serangan jantung. "Aku tidak ingin berbasa-basi Viona. Aku datang kesini karena satu tujuan penting, aku ingin kau menjadi istriku," paparnya lagi-lagi menampakkan wajah datar tanpa ekspresi seolah wajahnya akan retak jika tersenyum sedikit saja. "Aku tidak mau dengar penolakanmu. Jika kau menerima lamaranku ayahmu akan bebas dari penjara," tambah Richard lagi suaranya terdengar memaksa. Mendengar hal itu perasaanku melambung di atas awan. Apa ini sebuah lamaran dari seorang pangeran yang aku tunggu selama bertahun-tahun. Nyaris saja aku ingin menangis mendapat lamaran dadakan seperti itu. Tentu saja aku menerimanya karena Richard adalah cinta pertamaku dan masih menjadi satu- satunya dalam hatiku. Dia juga yang menjadi alasanku meninggalkan London. Jujur saja, aku tidak punya muka untuk bertemu dengannya lagi setelah ayahku mencuri sahamnya dan di jebloskan ke penjara karena perbuatan terkutuknya itu, aku lari sejauh mungkin menghindari Richard karena aku malu atas perbuatan ayahku. Kutarik nafasku dalam-dalam lalu menghembuskan kasar, lamaran itu terlalu mengejutkan dan aku sangat bahagia. Dengan menerima lamaran itu aku mendapatkan dua keuntungan kebebasan ayahku dan tentu saja cintaku. Tapi apa alasan Richard melamarku, apa mungkin dia merasa bersalah karena membuatku harus meninggalkan London meski itu bukan kesalahanku? Atau mungkinkah dia sadar mengenai perasaanku dan kemudian jatuh cinta kepadaku juga? persetan apapun alasannya kenyataannya Richard melamarku sekarang. Meskipun begitu aku harus jual mahal agar ia memohon padaku. "Kenapa harus aku?" tanyaku memancingnya untuk buka mulut. "Karena aku ingin," jawabnya singkat. "Aku menerimanya," Jawabku antusias. Tidak lagi peduli pada kata jual mahal sebelumnya. "Baguslah, tanda tangani kontrak ini." Richard menyodorkan selembar kertas di hadapanku. Tanpa pikir panjang aku ingin tanda tangan tanpa membacanya. Sayangnya pria itu mencegahku dan berkata, " yakin tidak ingin membacanya terlebih dahulu?" suara Richard membuatku berhenti, mendadak firasat buruk merasuki hatiku. Aku mengangguk saja dan mulai membacanya, di dalam kertas itu terdapat poin-poin yang harus aku patuhi. Mataku membelalak tidak percaya. Seharusnya aku sudah curiga lamaran Richard tidak mungkin setulus itu pasti ada maksud terselubung. "Apa kau sudah menikah, Rich?" tanyaku penasaran. Nafasku sesak, dadaku ngilu seperti ribuan jarum menikam jantungku. "Iya, aku sudah menikah 7 tahun lalu, tidak lama setelah kamu meninggalkan London," jawabnya santai. Aku kecewa saat tahu kenyataan bahwa Richard sudah menikah. Aku tidak tau bagamana caranya untuk menyelamatkan hatiku, ini terlalu menyakitkan. Baru saja aku dibuat melambung dengan lamaran dadakan lalu dihempaskan dengan kontrak ini. "Apa kau sudah gila? Kau ingin aku jadi istri kedua demi merawat istri pertamamu. Aku tidak percaya kau setega ini. Aku pikir kau belum menikah dan ingin melamarku tapi ini salah Rich. Perjanjian kontrak ini hanya dirimu yang di untungkan, sementara bagaimana denganku," teriakku marah pada Richard air mataku meluruh, aku merasa dipermainkan olehnya. Aku tidak percaya dengan point perjanjian kontrak ini lebih banyak menguntungkan Richard. Bersedia menjadi istri kedua merawat istri pertamanya yang sedang koma dan tidak boleh menaruh perasaan satu sama lain. Hatiku benar-benar sakit apa aku harus jadi duri dalam pernikahan orang lain. "Apa kau bisa mengecilkan suaramu? Aku tidak mau orang lain tahu mengenai hal ini. Tentu saja kau juga mendapat keuntungan, pertama aku akan membebaskan ayahmu dari penjara tanpa mengeluarkan uang sepeserpun dan kedua, setelah masa kontrak itu habis aku akan memberikan uang kompensasi untukmu." Richard memberikan penjelasan terkait keuntungan aku dapatkan jika bersedia menikah dengannya, hatiku semakin sakit mendengarnya seolah cinta yang kumiliki selama ini tidak berarti sama sekali. Demi tuhan, aku merasa terhina dengan kedatangan Richard hari ini. Apa dia pikir aku wanita gila harta yang rela melakukan segalanya demi uang? Tentu saja tidak, aku bahakan bisa hidup sebatang kara dinegara ini tanpa bantuannya. Siapapun pasti tidak ingin dimadu, baik aku atau istri pertamanya pasti akan sama terlukanya jika nanti dia mengetahui suaminya berpoligami. "Tidak! Aku tidak mau jadi istri keduamu, Rich, apakah kau sudah memikirkan konsekuensinya? Tidak akan ada yang bahagia disini baik aku ataupun istri pertamamu dia akan sangat kecewa jika tau dia dimadu." Tantangku padanya. Aku memang mencintainya tapi aku tidak bisa mengorbankan kebahagiaan dan Masa depanku. "Tidak perlu mencemaskan istriku dia tidak akan tau, lagipula aku akan segera menceraikanmu begitu dia sadar. Dan apa Kau pikir bisa menolakku, Hah?" Teriaknya padaku. Lagi-lagi sifat tempramentalnya muncul, Richard berjalan mendekat mengunci tanganku ke belakang. Aku takut tapi aku tidak boleh lemah, aku harus tetap mempertahankan harga diriku. "Kenapa aku tidak bisa menolak? Apa kau akan membunuhku?" Aku berteriak marah meronta-ronta ingin lepas dari kuncian tangannya. "Baiklah, kau menentangku, yah? Lihat apa yang bisa kuperbuat pada maling seperti ayahmu itu." Dengan nada santai serta senyum miring mengejek. Ia melepaskan cekalan tanganku lalu menunjukkan beberapa foto yang mengejutkanku, air mataku jatuh setelah memandang orang yang di foto itu. Ayahku terlihat babak belur seperti habis dipukuli. Aku menangis histeris, Richard sudah gila bagaimana bisa dia melakukan ini untuk memerasku. Apa dia tidak kasihan padaku? Selama bertahun-tahun aku sudah sangat menderita jauh dari ayah dan sekarang Richard malah menyiksanya. "Rich, aku mohon! Jangan lakukan ini padaku. Ayahku sudah cukup menderita di dalam penjara. Bebaskan ayahku dan aku akan menuruti permintaanmu." Aku memohon padanya agar bisa mengeluarkan ayahku dari penjara. Tidak apa-apa aku berkorban satu kali lagi untuk kebebasan ayahku. "Jadi kau mau menjadi istri keduaku dan merawat istri pertamaku?" Tanyanya sekali lagi. Aku pun mengangguk pertanda iya, perlahan Richard mundur mengambil jarak. "Tenang saja, Viona. Ini hanya untuk sementara jadilah orang baik, tulus merawat istriku sampai ia bangun. Setelah itu aku akan menceraikanmu dan satu hal lagi tidak ada boleh yang tahu kalau kau istriku. Aku akan memperkenalkanmu pada semua orang di rumah sebagai perawat yang baru sekaligus sahabat kecilku. Kau juga sudah membaca surat perjanjian itu, Kan? Ingat, kau tak boleh jatuh cinta padaku, tak ada sentuhan fisik apapun. Tugasmu hanya merawat dengan baik istriku, pastikan keselamatannya terjaga. jika ia mendapatkan goresan sedikitpun, kau akan tahu akibatnya," ucap Richard panjang lebar berusaha memperingatiku. Aku berpikir keras bagaimana mungkin Richard melarangku jatuh cinta sementara sejak lama dia telah memiliki hatiku. Biarkan rasa itu tetap ada hingga perasaan itu hilang dengan sendirinya atau berakhir dengan bertuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD