bc

For You Sava

book_age18+
595
FOLLOW
2.6K
READ
love after marriage
brave
tragedy
sweet
bxg
humorous
mystery
small town
tricky
wife
like
intro-logo
Blurb

Kisah Rianti yang dipaksa menikah tanpa alasan dan ditinggal pergi Ayahnya. Gadis yang membenci uang. Terpaksa meninggalkan cita-citanya demi menemani Sava yang mengidap penyakit jantung. Niatnya marah karena pernikahannya tidak jelas, justru tidak tega dengan kondisi Sava. Sampai dia curiga pada penyakit Sava. Ternyata hanya tipu daya seorang penghianat.

Rianti membebaskan Sava dari sifat murung dan pasrah untuk mati. Tidak menduga kalau pernikahannya dengan Sava direncanakan karena masalah yang sama. Rianti berhasil mengetahui kebenaran ibunya yang meninggal. Sampai melibatkan banyak orang.

Karena trauma akan harta dan uang, Rianti memilih tinggal di desa dengan Sava. Misteri mereka sudah selesai, namun masalah baru muncul. Perusak hubungan mereka yang mengakibatkan Sava meninggal saat Rianti mengandung. Rianti hidup sendirian, membesarkan anaknya tanpa menikah lagi, sampai tua. Cukup Sava yang ada di hatinya. Saat itulah Rianti sadar kalau dia mencintai Sava. Cintanya abadi untuk Sava.

Cover : By Aloegreen

Font : Meddon by PicsArt, Cutive Mono by PicsArt

chap-preview
Free preview
Prolog
     Hari kelulusan berubah menjadi hari sakral bagi Rianti. Saat sedang tersenyum bersama teman-temannya, Rianti di paksa pulang dan langsung menikah. Dibawa ke sebuah rumah mewah, statusnya sudah berganti. Tidak tahu bagaimana prosesnya, hanya melihat para saksi bersiap pulang. Dia protes, tetapi tamparan keras yang di dapat. Rianti ingin tahu alasan Ayahnya, dia terus bertanya dan tidak ada jawaban. Rianti memilih diam merasa marah. Pipinya masih membekas merah.       Lalu, Ayahnya pergi begitu saja. Sakit di hati Rianti, tetapi dia tetap diam. Ini tidak masuk akal menurutnya. Matanya menatap datar Ayahnya yang keluar gerbang. Dia mengepalkan tangan.       "Pergilah Ayah! Akhirnya aku terbebas darimu!" teriak Rianti keras.      Napasnya tersenggal menahan marah. Sedihnya kalah dengan rasa benci. Mimpinya untuk masuk Universitas dan hidup layak seperti remaja lainnya kini musnah. Dia menikah dengan orang yang tidak di kenal.       Rianti Salsavitri. Gadis berusia 19 tahun, baru saja lulus dari SMA. Menjalani hidup dengan Ayahnya yang tidak peduli dengannya. Siksaan dan bentakan sudah biasa bagi Rianti. Dia bertahan hidup hanya karena numpang berteduh. Sejak ibunya meninggal, Rianti seperti hidup sendirian. Ayahnya selalu pergi pagi pulang pagi, tanpa bekerja dan mengurus Rianti. Demi mendapat uang, Rianti bekerja menjadi penjaga toko setelah pulang sekolah sampai malam.      Namun, hari ini sudah berubah. Rianti tahu, kalau hidupnya akan lebih sulit. Dalam otaknya, hanya asumsi negatif yang muncul. Berpikir jika Ayahnya berniat membuangnya. Lalu, orang kaya yang baru saja menikahinya juga akan menyiksanya. Tidak ada kata menyesal bagi Rianti, niatnya justru ingin balas dendam. Rianti sangat marah.      'Siapa yang berani menikahiku? Aku akan melampiaskan amarahku padanya. Sial!' batin Rianti.       Tekad Rianti sangat kuat. Berbalik badan melihat rumah mewah itu sudah kosong tidak ada orang. Rianti seperti orang gila dengan gaun pengantin, berdiri di halaman depan, sampai akhirnya memilih masuk. Langkahnya seakan ingin mengobrak-abrik seisi rumah. Tanpa dekorasi layaknya pernikahan, tetapi sudah sangat megah. Rianti mengepalkan tangannya lebih kuat.       'Aku benci kekayaan! Memuakkan!' Batinnya.       Meskipun dia miskin, tetapi tidak suka dengan harta. Ingat kala Ayahnya tidak memberi nafkah, dia harus berusaha membiayai dirinya sendiri.      Perlahan Rianti menyusuri rumah yang tidak ada penghuninya. Sangat gelap dan dingin, celingukan dengan napas memburu, hingga dia melihat salah satu ruangan dengan pintu sedikit terbuka. Rianti berhenti dan menatapnya lama. Berpikir jika ada orang di dalam. Sedikit ragu untuk masuk, tetapi tetap mengetuk pintu. Pintu itu semakin terbuka, Rianti terkejut melihat seorang laki-laki yang duduk di tepi ranjang. Namun, hanya terlihat punggungnya saja.      'Siapa dia? Apa pemilik rumah ini?' tanya Rianti dalam hati.      Dahinya berkerut memperhatikan laki-laki itu memakai setelan jas dan menunduk. Terlihat sangat sedih membuat amarah Rianti perlahan menghilang, dia penasaran.       "Permisi, boleh saya masuk?" tanya Rianti pelan.       Tidak ada jawaban. Melihat laki-laki itu sangat rapi, membuat Rianti bertanya-tanya, apakah dia adalah suaminya. Rianti mengetuk pintu lagi lebih keras.      "Permisi, Tuan. Saya mencari orang di rumah ini, tetapi tidak ada. Lalu, saya melihat anda. Boleh saya masuk?" Rianti menjelaskan tujuannya.       Laki-laki itu tidak menjawab. Membuat Rianti jadi heran.       'Apa dia bisu?' Pikir Rianti.       Akhirnya, Rianti memilih masuk tanpa menutup pintu. Mendekat orang itu perlahan. Mencium harum maskulin penuh di ruangan ini, membuat hatinya sedikit gugup. Rianti berhenti di samping laki-laki itu dan berusaha melihat wajahnya.      "Maaf, Tuan. Saya masuk tanpa izin. Apa Tuan pemilik rumah ini?" tanya Rianti sopan.      Hasilnya tetap sama. Orang itu bahkan terlihat sangat tenang. Bisa Rianti lihat orang itu membuka mata. Berarti dia menyadari kehadiran Rianti. Rianti semakin gugup, takut jika salah bicara.      'Orang kaya pasti suka marah-marah, 'kan? Hilang sudah niatku buat marah,' batin Rianti.       "Rianti Salsavitri, benar, 'kan?" tanya orang itu masih menunduk.       Seketika Jantung Rianti mendadak bergemuruh. Suara berat laki-laki itu mempengaruhinya.       Rianti meredakan rasa kagetnya. "Iya, Tuan. Itu nama saya. Bagaimana Tuan bisa tau?" tanya Rianti.       Rianti tidak sadar meremas tangannya. Terlihat orang itu mengerutkan dahi. Rianti jadi bingung. Lalu, orang itu ingin bicara lagi. Namun, tiba-tiba terbatuk. Batuknya terdengar sangat sakit sampai orang itu mebungkuk dan menutup mulutnya. Rianti terkejut, dia langsung berlutut dan memegang orang itu.       "Tuan? Tuan tidak apa-apa? Mana yang sakit?" tanya Rianti khawatir. Tangannya ingin menyentuh dahi orang itu, tetapi di cekal saat batuknya mereda. Orang itu berdeham sebentar dan perlahan mendongak. Membuat Rianti terkejut lagi.      'Subhanallah, tampannya!' Batin Rianti.       Tatapan laki-laki itu sangat tajam meskipun menahan sakit. Sejenak membuat Rianti terkesima, sampai laki-laki itu melepaskan tangan Rianti.      "Aku tidak apa-apa. Jangan panggil aku Tuan! Duduklah!" pinta laki-laki itu sambil melirik ke samping.       Rianti tergagap sambil mengangguk. Dia duduk disampingnya dan sangat gugup saat orang itu menatapnya dan bicara sedikit tenang.       "Aku Sava Radiavian, suamimu," ucap laki-laki itu bernama Sava.      Rianti terkejut, mulutnya sampai terbuka tidak percaya.      'Astaga! Aku nggak salah dengar? Apa aku mimpi? Dia, suamiku?' Batin Rianti.      Rianti melotot menatap Sava, membuat Sava mengerutkan dahi. Lalu, menghela napas panjang. "Aku tau ini pasti mengejutkan, tapi aku hanya mau bilang ... Selamat, kau berhasil jadi orang kaya mendadak," kata Sava.      Rianti tidak mengerti. "Apa?"       Sava berdecak sebentar, tiba-tiba dia terbatuk lagi, sampai matanya menyipit. Rianti ingin menolongnya, tetapi tangan Sava mencegahnya, hingga Sava berhenti sendiri dan menatap tajam Rianti.       "Kau, dengarkan aku baik-baik. Aku punya dua hal yang untukmu. Pertama, kau berhasil tinggal di sini. Semua kekayaan di rumah ini kau boleh menguasainya, aku tidak peduli. Kedua, kau istriku sekarang, tapi kau tidak perlu menganggapku suamimu. Anggap saja aku tidak ada di rumah ini. Aku juga tidak akan menganggapmu," ucap Sava menunjuk wajah Rianti.       Rianti sungguh tidak menyangka. Dia sampai menganga tidak paham. "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti," tanya Rianti.       Namun, Sava tersenyum miring seakan mengejeknya. "Jangan pura-pura! Kau sudah tau akan menikah denganku, 'kan? Karena kau ingin jadi kaya. Aku tidak masalah, hanya saja...," ucap Sava menggantung. Dia menundukkan pandangannya.       Rianti mengerjap sebentar dan menelengkan kepalanya. Mencoba menatap mata Sava. "Hanya saja, apa?" tanya Rianti.       Sava mendongak lagi. "Ck, lupakan! Pergilah! Pilih kamar yang kau suka dan menjauh dariku!" ucap Sava berbalik memalingkan badannya.      'Heh? Aku di punggungi. Dia aneh!' batin Rianti.       "Tapi aku ...," ucap Rianti. Namun, dipotong Sava tanpa menoleh. "Pergi!"       Rianti bingung. "Kenapa kau aneh sekali, Tuan? Eh, maksudku, Sava. Kau terlihat baik, tapi...," ucap Rianti dan Sava memotongnya lagi.      "Aku bilang, pergi!" seru Sava.      Rianti kaget, dia mengerjap beberapa saat. Lalu, menghela napas pasrah. Mungkin, aku harus pergi dulu. Aku harus cari orang lain di rumah ini. Siapa Sava? Kenapa jadi suamiku? Kenapa sikapnya aneh? batin Rianti.       "Baiklah, aku akan pergi. Aku juga ingin bilang, kalau aku tidak mau harta, apalagi jadi orang kaya! Permisi!" ucap Rianti dan dia pergi.      Sava hanya menghela napas dengan wajah murungnya. Lalu, merebahkan diri di ranjang. Sava terus menghembuskan napas sedih. Sesekali tersenyum miring jika ingat statusnya dan Rianti. Sampai Sava menutup mata, mencoba tertidur.       Rianti tidak menoleh ke belakang, dia terus berjalan keluar dan menutup pintu. Menyusuri lorong rumah sambil menggerutu.      "Dasar cowok aneh! Tapi aku jadi kasihan. Dia kok, murung gitu? Dia pikir, aku gila harta? Nggak serius dengan pernikahan ini, tapi kenapa mau menikahiku? Aku harus cari tau tentang dia! " gumam Rianti sambil jalan.      Matanya menatap setiap ruangan. Tidak ada tanda-tanda orang, sampai dia tiba di halaman belakang. Rianti berdiri di ambang pintu. Tersenyum memandang taman yang hijau dan penuh bunga. Seketika senyumnya hilang saat melihat seseorang yang duduk di kursi taman. Rianti menghampiri orang itu. "Permisi, Paman. Boleh saya bertanya?"      Orang itu menoleh dan tersenyum. Kemudian, dia berdiri dan membungkukkan kepalanya. "Salam, Nyonya Rianti. Perkenalkan, saya asisten tuan Sava. Anda bisa panggil saya Rey. Maaf membuatmu kesusahan mencari penghuni rumah ini. Silahkan duduk, Nyonya. Akan saya jelaskan semuanya," Orang itu memperkenalkan diri dan Rianti hanya melongo.       Rianti mengerjap sadar. Tersenyum kikuk dan ikut duduk di kursi bersama asisten Sava.      Maaf, Paman. Jangan panggil aku Nyonya, ya. Aku masih anak-anak, hehe. Panggil saja Rianti!" pinta Rianti.       Paman itu tersenyum. "Baiklah, Rianti. Apa yang ingin kau tanyakan?" Paman Rey bertanya.       Rianti berpikir. "Emm, aku bingung mau dari mana. Banyak pertanyaan yang membuatku marah. Paman Rey, kenapa kau duduk di sini? Kenapa aku menikah dengan majikanmu? Kenapa, Sava terlihat begitu murung? Kenapa dia tidak peduli dengan pernikahan ini, tapi malah menikahiku? Lalu ...," Ucap Rianti langsung beruntut sampai Paman Rey menyelanya.       "Semua tentang kenapa, ya?" goda Paman Rey.      Rianti nyengir. "Hehe, iya, Paman. Habisnya, aku bingung," jawab Rianti.      Paman Rey tersenyum tenang. "Aku tidak tau kenapa kau dinikahkan dengan tuan Sava. Hanya Ayahmu, dan kedua orang tua Tuan Sava yang tau. Tuan Sava sendiri juga tidak tau, dia pernah menolak, tetapi akhirnya mengalah. Kenapa aku di sini? Karena perintah dari tuan Sava, aku tidak boleh menyambutmu. Dia menyuruhku menunggu. Lalu, kau bertemu dengannya," Jawab Paman Rey.      Rianti mendengarkan sambil berpikir. 'Kenapa Ayah menikahkanku? Apa alasannya? Mengingatnya, aku jadi marah lagi. Tapi kalau bahas Sava, marahku jadi hilang.'      "Paman, sepertinya aku dan Sava tidak boleh tau alasannya, ya? Ya, sudahlah. Lalu, Sava, bagaimana dia?" tanya Rianti lagi.      "Tuan Sava mengidap penyakit jantung. Dia diperkirakan umurnya tinggal satu bulan ini. Dia hanya bertahan dengan obat yang ada, masih bisa beraktifitas, tetapi harus hati-hati. Itu sebabnya, dia terlihat murung," jawab Paman Rey.       Rianti tersentak hingga menutup mulutnya. Dia tidak mengira jika Sava sedang sekarat.       'Jadi, dia sakit? Umurnya tinggal satu bulan ini? Tidak mungkin!' batin Rianti tidak percaya.      Paman Rey lanjut bicara. "Rianti, aku hanya ingin kau mendampinginya sebagai teman. Setidaknya, buatlah senyum di hari-hari terakhirnya. Mungkin, ini juga alasan kedua orang tua tuan Sava, agar ada yang menjaga dan menemaninya sebelum mati."       Rianti semakin terbelakak. Hatinya tiba-tiba merasa sedikit sakit. Bukan menyesali karena menikah dengan orang yang akan tiada, tetapi tidak menyangka jika Sava sakit parah.      Rianti mengerjap sadar dan menatap Paman Rey. Ada binar prihatin di mata Rianti. "Itu sebabnya dia terus terbatuk. Karena sakit? Astaga, tidak mungkin! Ini tidak mungkin, 'kan? Paman hanya asal bercanda, 'kan?" tanya Rianti.       Paman Rey menggeleng. "Tidak Rianti. Aku yang merawat tuan Sava sejak dia sakit."      Deg!      Hati Rianti tidak percaya. Tetapi dia berpikir jika itu benar, mengingat Sava yang batuk terlihat menyakitkan.       Rianti bertanya lagi. "Paman, apa ada orang lain selain Paman dan Sava di sini?" tanya Rianti.       Paman Rey mengangguk. "Ada, satu juru masak, satpam dan dua pembantu. Mereka akan datang besok pagi," Jawab Paman Rey.       "Terus, di mana orang tua Sava?" tanya Rianti lagi.      "Mereka ... Juga pergi entah kemana. Aku juga tidak tau, Rianti. Dari tadi aku berpikir, kenapa mereka pergi," jawab Paman Rey dengan lesu.      Dahi Rianti berkerut. "Ini aneh, seperti misteri. Ayahku pergi begitu saja, dan orang tua Sava juga pergi? Sava tidak tau? Apa maksudnya ini?" tanya Rianti berpikir.       Paman Rey hanya menggeleng sambil menghembuskan napas. Rianti menatapnya heran. Paman ini menjaga Sava sejak dia sakit, 'kan? Gimana bisa dia gak tau alasan pernikahan ini? Di mana orang tua Sava pergi, dia juga tidak tau. Aneh! Apa aku harus mencurigainya? Mencurigakan sekali! pikir Rianti.       Paman itu menatapnya balik, membuat Rianti bersikap biasa. "Rianti, apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Paman Rey.      Rianti mengerjap sebentar. "Hmm? Aku? Haha, tentu saja menjadi istri Sava. Biar bagaimanapun juga aku sudah menikah dengannya. Aku menerimanya. Paman, tunjukkan aku sebuah kamar, ya." pinta Rianti.       Paman itu terlihat bingung. "Kenapa tidak bersama tuan Sava saja?"       "Karena dia menyuruhku di kamar lain. Menyebalkan!" jawab Rianti.       Paman Rey tertawa kecil. "Baiklah, ayo!" ajak Paman Rey.      Rianti mengangguk dan berdiri. Mengikuti Paman Rey yang masuk rumah. Saat melewati kamar Sava, Rianti meliriknya.       'Pintunya masih terbuka. Apa dia tidur?' pikir Rianti.       Lalu, mereka berhenti di ruangan yang bersebelahan dengan kamar Sava.      "Ini kamarmu, sampingnya kamar tuan Sava." Ucap Paman Rey ramah menunjuk pintu kamar.      Rianti menoleh padanya. "Hehe, terima kasih, Paman. Lalu, Paman sendiri?" tanya Rianti.       "Biasanya aku tinggal di sini. Tapi, berhubung ada kau, aku bisa pulang jika malam." Jawab Paman Rey.       Rianti mengangguk. "Oh, begitu. Emm, Paman, jangan bicara kaku seperti ini, ya. Aku agak gimana gitu. Hehe, aku, 'kan masih anak-anak." pinta Rianti.       Paman itu tertawa kecil lalu menjawab, "Iya."       Rianti tersenyum unjuk gigi. Lalu, Paman Rey pamit untuk pergi. Rianti mencoba masuk melihat kamar barunya. Saat membuka pintu, dia ternganga takjub.       "Wah, kamarnya besar banget! Udah kayak satu rumah," gumam Rianti.       Tawanya melebar sesaat. Duduk di ranjangnya dan memantul sedikit. Rianti tertawa. "Haha, aku nggak pernah tidur di kasur seempuk ini," ucap Rianti.       Tidak sengaja Rianti melihat pantulan dirinya di cermin dinding. Dia jadi berhenti tersenyum. Pakaian pengantin dari ayahnya masih dia pakai. Teringat lagi tentang sang Ayah.      "Ayah," panggil Rianti lirih.      Dalam hati, Rianti menanyakan di mana Ayahnya meskipun benci. Rianti berdoa agar Ayahnya baik-baik saja. Rianti menggeleng kecil, sadar jika statusnya telah berubah. Dia ingat Sava, Rianti melotot seketika.       "Sava! Aku harus gimana, nih? Apa aku harus nemuin dia lagi? Nemenin gitu? What!?" pekik Rianti.       Melihat pantulan dirinya lagi, dia mendadak tersenyum miring. "Hmm, Rianti, setidaknya hibur dia meski sekarat. Aku nggak percaya umurnya tinggal sedikit. Tapi, kasihan juga, sih, ganteng lagi. Eh, kok, jadi memuji?" Rianti bicara sendiri.      Berjalan ke lemari, membuka lemari itu, mencari pakaian yang bisa dia pakai. Betapa terkejutnya Rianti, satu lemari berisi pakaian perempuan.       "Astaga! Banyak banget!" pekik Rianti melotot. Tangannya menyentuh pakaian-pakaian itu. "Wah, bagus semua, lagi! Kenapa banyak pakaian cewek, ya di sini? Nggak mungkin Sava yang pakai, 'kan? Hehehe," tawanya kecil.      Rianti mengambil satu pakaian. Dia mencocokkan di tubuhnya. Membuat Rianti melotot lagi. "Ternyata pas! Kok, bisa!?" pekik Rianti lagi.      Dia menutup lemari dan pergi mencari kamar mandi. Sambil mencari dia menatap pakaian itu dengan dahi berkerut. "Apa jangan-jangan emang disediakan untukku? Ini, Sava atau Paman Rey yang nyiapin?" Rianti bingung.       Rianti terus mencari kamar mandi dengan bingung. Tidak bisa menemukan kamar mandi dengan cepat. Namun, otaknya masih berpikir tentang pernikahannya. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
104.0K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.4K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.2K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook