3. tiga

1172 Words
Di hari kelulusan Gamila bertemu kembali dengan David, David yang mendatanginya terlebih dahulu. " Kamu jadi Minggu depan pergi ke Bandung? " tanya David sambil menepuk pelan pundak Gamila. " Iya jadi. " jawab Gamila sambil menoleh ke arah David. " Mau aku antar? Kamu sama Vonny kan berangkatnya? " tanyanya sambil menyodorkan minuman pada Gamila. " Iya, rencananya kita mau cari kosan. Engga usah nanti malah ngerepotin Lo . " tolak Gamila sambil menerima minuman dari tangan David. Masih ada rasa canggung di hati Gamila kala bertemu kembali dengan lelaki di hadapannya itu, ia masih malu setelah pertemuan terakhir. Kalau saja bisa kabur dia pasti sudah berlari menghindari David saat ini. “ Buat gue mana? “ tanya Tasya yang tak mendapatkan minuman. “ Ambil sendirilah! “ jawab David cuek. “ Astaga, pilih kasih amat sih lu! Gue juga temen lu kali, yang dikasih cuman si princess doang! “ gerutunya kesal. “ Tasyaaaa! “ teriak Gamila tak terima diledek seperti itu. " Jadi mau aku antar engga? " tanya David lagi. " Engga usahlah kejauhan, lagian juga. Masa lu jauh- jauh cuman mau anterin gue doang sih?! " Gamila menggelengkan kepalanya. Tidak lama ponselnya berdering, ia terkejut saat melihat nama penelpon. " Aunty Amel? Ada apa dia telpon aku? Tumben banget. " batin Gamila menatap ponselnya lalu melirik David yang dari tadi tersenyum melihatnya. " Nyokap Lo nelpon gue. Ada apa? " melihatkan layar ponselnya pada David. " Angkat aja. Siapa tahu ada yang penting yang mau disampaikan. " jawab David sambil mengulum senyum. Gamila akhirnya mengangkat panggilan di depan David, sebelum berbicara dia berdehem, membuat David yang memperhatikannya tersenyum. Tak lama Gamila bercakap dengan ibu David lalu mematikan sambungan telponnya kemudian menghela nafas lega. “ Tegang banget kayanya? “ sindir David sambil tersenyum. “ Iya, gue kira ada apa? Kaget tahu! “ jawab Gamila sedikit kesal. “ Diminum dulu itu biar sedikit tenang, lagian cuman ditelpon sama calon mertua aja pake tegang segala! “ ledeknya lagi sambil menyenggol pelan lengan Gamila . Gamila hanya mencebikan bibirnya saat mendengar perkataan David barusan. “ calon mertua? Kaya Lo mau aja nikah sama gue. Lagian baru lulus SMA kita. Kalau aja mereka engga maksa gue nikah sama Lo, gue juga ogah punya suami modelan kaya lu yang mirip kulkas empat pintu gini.“ gerutu Gamila dalam hati. " Hey kok malah ngelamun sih?! " suara David menyadarkan Gamila. " Ekh. Gimana, gimana? " Gamila terkejut. " Jadi kapan kita nikah? " tanya David pelan. " Ssssttttt , diem Lo! Engga usah bahas itu lagi! " mata Gamila melotot melihat David sebelum dia melangkah meninggalkan lelaki itu. David yang tak menyerah mengekori langkah Gamila, dia berniat memperjelas semuanya hari ini juga. Tapi sepertinya Gamila yang sudah kadung malu dan jengkel terus saja menghindari pertanyaan David yang terakhir itu hingga akhir acara. Namun David yang tak menyerah terus saja mengulang pertanyaan itu, membuat Gamila semakin jengkel. " Kita bahas ini setelah pulang. " ucap Gamila akhirnya setuju membahas hal yang memalukan untuknya itu. " Oke. Aku antar kamu pulang sekalian. " David tersenyum bahagia. *** Sesuai rencana awal David akhirnya mengantarkan Gamila pulang dengan motor balapnya. Sebelum pulang ia mampir ke sebuah cafe dengan suasana yang nyaman, dia memilih duduk di dekat jendela kaca. " Jadi gimana? Kapan kita harus nikah? " tanya David tiba- tiba. Gamila yang terkejut terbatuk dan menyemburkan kopi dari mulutnya, sialnya kopi itu mengenai wajah ganteng David. Gamila panik langsung mencari tisu untuk membersihkan wajah David, beruntung ia menemukannya di dalam tas. Dengan pelan Gamila mengelap wajah tampan milik lelaki di hadapannya itu. Sesaat Gamila terdiam menatap lekat netra milik David yang berwarna coklat. " Kamu serius mau nikah sama aku? " tanyanya serius. David hanya mengangguk pelan balik menatap gadis yang kini wajahnya berjarak lima senti dari wajahnya, ia bisa mencium wangi parfum yang Gamila pakai dengan sangat jelas. Jantungnya berdetak semakin cepat kala mata mereka saling bertabrakan. " Kenapa? Jelas- jelas aku hanya meminta kamu menikah karena kepentinganku aja. Kenapa kamu mau? " tanyanya. " Karena itu kamu yang meminta. " jawab David dengan datar. " Hanya karena itu? " Gamila bertanya sambil menautkan alisnya merasa aneh. " Iya. " jawab David singkat menyembunyikan kegugupannya saat ini. " Oke, setuju. Kita menikah hanya status saja, sampai kita lulus kuliah. Kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau, aku juga bebas melakukan apapun yang aku mau. Kita hanya suami- istri kalau di depan keluarga saja. " jelas Gamila mengalihkan tatapannya. " Oke setuju. Aku ikut mau kamu. " jawab David. " Tapi tunggu dulu, kita batalkan saja. Aku takut! " ucap Gamila ragu. David menatap gadis itu dengan tatapan kebingungan. " Maunya dia apa sih sebenarnya? Plin- plan sekali! " omelnya dalam hati. " Kita engga usah nikah, gue mendingan engga jadi kuliah di Bandung deh! Lo lupain aja semua obrolan kita tentang pernikahan ini. Anggap aja gue lagi mabuk dan ngomong ga jelas. " Gamila buru- buru menyeruput minumannya kemudian berdiri dan hendak melangkah pergi. Namun belum sempat ia melangkah tangannya sudah dicekal lebih dulu oleh David. " Aku antar kamu pulang! " Memakaikan jaketnya pada Gamila. Gamila tidak bisa menolak karena saat ini tangannya sudah dipegang dan ditarik pelan oleh David menuju pintu keluar. Berkali- kali ia memejamkan matanya merutuki kebodohannya kali ini. Dua kali dia berbuat bodoh dengan membahas pernikahan dengan lelaki di depannya itu. Lelaki dingin dan cuek yang kadang bikin dia kesal, namun selalu memperlakukannya dengan lembut dan hangat. Gamila saat ini sedang merasa kebingungan yang hebat. Apakah dia harus benar- benar menikah dengan David hanya karena ingin kuliah di Bandung atau dia harus melepaskan impiannya dan tidak jadi menikahi cowok kulkas itu. *** Gamila terkejut saat motor David memasuki pekarangan rumahnya, ia melihat ada tiga mobil yang terparkir rapi di halaman. " Lagi banyak tamu ya pak? " tanya Gamila saat melewati pos satpam. " Iya non. " David dan Gamila turun dari motor dan segera masuk kedalam, tangan David masih terus saja mengandeng tangan milik Gamila hingga masuk rumah. " Kalian sudah pulang? " tanya Aden saat melihat David yang datang dengan menggandeng tangan kembarannya. Semua mata yang ada di ruang tamu menatap pada Gamila dan David. David yang sadar segera melepaskan tangannya dari tangan Gamila, dengan canggung ia menggaruk tengkuknya. " Mommy ini sedang ada apa? Arisan? " tanya Gamila berusaha mencairkan suasana canggung mereka. " Kita lagi diskusikan acara pernikahan kalian lusa! " jawab tantenya David secara jujur. " Kak! " tegur Aldo ayah dari David tak enak. " Apa? Pernikahan? Kita udah sepakat buat lupain soal pernikahan ini. Iyakan Dav?! " Gamila menyenggol pelan lengan David. David hanya terdiam tak menjawab maupun membenarkan pernyataan Gamila itu. " Ikh, ini kulkas kenapa diam aja sih. Jawab dong! Bener- bener si kulkas bikin gue kesel hari ini. " gerutu Gamila dalam hatinya sambil menatap tajam kepada David. Sementara David masih membisu belum merespon sama sekali, membuat semua orang menatap penasaran padanya. Hingga mereka bertanya dan menebak dalam hati masing- masing. Gamila yang frustasi akhirnya memberi David kode dengan menarik- narik pelan baju David.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD