2. Batu Phosperium

1139 Words
Chery membantuku naik ke atas tempat tidur. Akhir-akhir ini, mata butaku mulai bisa melihat, bahwa Chery-lah orang yang peduli padaku. Meski dia dibayar untuk itu. Alia tidak lagi berkirim kabar. Aku mendengar kabar dari radio, tim Frontier XI sudah kembali dari Mars.  Mungkin Alia sedang sibuk dengan euphoria kedatangan Frontier XI. Merayakan kesuksesan mereka menanam Entity Core, inti kehidupan di Mars. Baru saja menginjak bumi, mereka pasti diundang interview ke sana kemari. Sampai dua hari aku menanti, tak satupun orang dari Frontier mengabariku, apalagi datang menjengukku.  Begitu juga dengan Alia. Aku telah dilupakan, ketika hujan turun pertama kali. Ya, itulah aku. Pecundang yang sedang mencoba berjalan dengan dua kaki, dan mengandalkan donor. Hanya Chery yang menemani. Putus asa serasa menyelimutiku selama dua hari ini. Kerinduanku pada Alia, seolah dipaksa pupus tanpa ada kabar berita. "Chery ... jangan pergi." Aku menahan tangannya yang hendak lepas dari peganganku. "Aku minta maaf atas semua yang telah aku lakukan padamu, Chery. Aku memang seorang pecundang. Maafkan aku telah menyusahkanmu selama ini. Setelah aku sembuh, apakah kamu akan meninggalkanku?" Chery mengelus punggung tanganku. “Istrimu sudah kembali, Kapten Eran. Bila dia masih membutuhkan aku, aku akan menyelesaikan sesi terakhir terapi. Seperti yang kubilang, saat istrimu pulang, kamu sudah bisa berjalan.” Aku mendesah kecewa, "Tentu saja, tugasmu sudah selesai. Alia sudah membayarmu tunai kan? Sedangkan aku tak tahu lagi bagaimana kabarnya. Dia sudah melupakan aku, Chery. Kalaupun dia datang, semuanya tidak lagi sama. Dia tidak akan bisa melayani aku seperti kamu. Dia tidak akan telaten dan sesabar kamu. Bahkan dia tidak akan tahu di mana aku biasa menyembunyikan kaos kaki." Chery menggosok punggung tanganku. Dia lalu memijiti lenganku. Ah, Chery. Aku akan kehilangan kamu.  Aku menelan ludah. Tercekat. Baru aku menyadari sesuatu. Bahwa selama ini, Chery adalah satu-satunya orang yang peduli padaku. Saat semua orang meninggalkanku. Hanya Chery. Aku tidak peduli bila wajahnya sangat buruk, seperti kata Jayen, tapi Chery sudah menghangati hatiku setiap hari.  Tepukannya setiap pagi di punggung tanganku, semakin lama kurasakan semakin menghangatkan jiwaku. Aku tidak bisa membayangkan wajah Chery sedemikian juga aku sudah tak bisa mengingat wajah jelita Alia. Hingga tibalah hari ini. "Hei, Eran. Teman-teman dari Frontier XI akan datang menjengukmu," ucap Jayen. Jayen menggenggam tanganku erat. Entah kenapa, mendengar kata Frontier XI membuat jantungku berdetak sangat cepat dan membuatku gelisah.  Bel rumah berbunyi, dan sepertinya Chery bergegas membuka pintu. Alia akhirnya datang. “Dia … malu melihatku?” tanyaku pada Jayen yang duduk di sebelahku. “Siapa yang malu?” goda Jayen.  “Alia Louisa Brown.” Menyebut nama itu, entah kenapa membuat dadaku serasa berlompatan ke sana ke mari. Rasa yang sama dengan saat pertama kali ketika dia menjulurkan tangan dengan wajah sumringah, sembari menyerahkan surat tugas bahwa dia masuk dalam timku. Netra matanya seolah menembus hingga ke jantungku dan mempermainkan detaknya sesuka hatinya. Ya Tuhan, aku merindukan dia. Sangat. Suara-suara sepatu mendekat dan sejurus kemudian aku mendengar sapaan-sapaan hangat dan tepukan di bahu dan tanganku. Anggota Frontier XI yang suaranya samar-samar kukenali. “Kalian masih ingat padaku,” ucapku terharu, alih-alih untuk menghibur diri. Seharusnya, aku yang menghadap kamera dan mike, menjawab semua pertanyaan dari penduduk bumi. Jayen bilang, team Frontier belum sempat beristirahat sejak menginjak bumi, namun mereka memaksa untuk datang hari ini. “Bagaimana mungkin kami lupa, Kapten,” ucap Nicky. “Kapten yang memilih titik di mana kami harus menanam Entity Core. Dan ternyata itu titik yang tepat. Dalam satu pekan, hujan sudah turun di Mars. Kita bisa mengirim big data ke bumi, dan Jenderal Baron akan melakukan hal yang sama do bumi.” “Tentu saja, kita tunggu hujan pertama di Bumi,” sahut Jayen, sembari menepuk-nepuk bahuku berkali-kali. Gelak tawa team Frontier menggema ke sudut kamarku.  “Kita tidak mungkin melakukannya tanpa petunjuk Kapten,” ucap Ronnie. Dia anak buahku yang paling muda. “Jadi, Entitiy Core sukses ditanam di sana, itu karena Kapten. Kapten Eran yang paling berjasa.” Tepuk tangan mereka terasa sumbang di telingaku. Aku tidak lagi bisa merasakan kehangatan teamku seperti dulu. Entah kenapa. Rasanya ada yang hilang. Dan aku yakin itu adalah kepongahanku. Aku pun terdiam. Ruangan menjadi senyap beberapa saat. Dan canggung. Jayen mendehem beberapa kali, aku tahu berusaha untuk mencairkan suasana. Karena dari semua team Frontier XI, hanya Alia Louisa Brown yang belum hadir. Menyebut nama dan menepuk bahuku seperti yang lain. Dan aku tidak akan bertanya. Aku tahu, bila Alia datang kembali padaku, maka dia akan terjebak bersamaku seumur hidupnya. Maka lebih baik, dia memang tidak usah menemui pecundang sepertiku.  “Kapten, ini Nicky.” Aku merasakan tepukan di lengan. Dan sebuah kotak digenggamkan di tanganku. Rasanya hangat dan seperti terbuat dari logam yang cukup berat. “Aku membawakan pesan dari Alia,” ucap Nicky perlahan. “Dia ingin Kapten menerimanya.” Aku meneguk ludah. Menggenggam kotak logam sebesar kepalan tangan itu kuat-kuat. Kenapa? Kenapa bukan dia sendiri yang menyerahkannya padaku? Dia benar-benar tidak punya nyali menemuiku atau aku sama sekali tidak berharga lagi di matanya? “Ke mana dia?” Kalimat itu akhirnya terlontar dari bibirku setelah aku mengeram dalam hati, meredam amarah yang hendak membludak. Jayen merengkuh bahuku dan menepuk berkali-kali. Aku tahu dia hendak meredam amarahku. Aku mengibas tangannya dan melempar kotak logam itu hingga suara menggelindingnya di lantai terdengar keras. Nicky memegang kedua bahuku dan mencengkeramnya kuat. “Kapten Eran. Mohon maaf bila kami tidak segera melaporkan kejadian ini. Kapten Alia sudah tewas. Di Mars.” *** Chery menutup pintu kamar perlahan. Selesai sudah sesi terapi, yang seharusnya menjadi sesi terakhir masa kerjanya pada Alia. Aku mendengar Jayen memperpanjang masa kerja Chery menjadi asisten dan perawatku dan berjanji menyelesaikan segala urusan keuangannya. Aku tak peduli.  Di tanganku, hanya ada kotak logam, peninggalan Alia. Nicky sudah menceritakan panjang lebar bagaimana kejadiannya. Setelah 50 lunar di Mars, Alia menemukan lokasi Batu Phosperium yang dicarinya. Dia nekat berangkat sendiri, karena dia sudah berjanji padaku untuk membawa hadiah batu itu untukku. Penelitian Batu Phosperium itu bermula dari ekspedisi Frontier I yang menemukan sebuah batu berbentuk seperti bola masif. Profesor Nomad, seorang profesor di bagian Laboratorium Badan Antariksa Frontier menemukan bahwa batu Phosperium ternyata mempunyai daya sembuh terhadap syaraf yang rusak. Saat ditempelkan pada binatang percobaan yang mengalami kerusakan syaraf, binatang itu bisa sembuh dan bisa berjalan kembali. Namun sayang, efeknya hanya pada beberapa binatang saja. Setelah itu tidak berfungsi lagi. Alia yakin, Batu Phosperium itu bisa menyembuhkanku. Saat pamit hendak berangkat ke Mars, dia membisikkan janjinya. Bahwa dia akan mempertaruhkan segalanya demi batu itu agar bisa membuatku melihat wajah jelitanya lagi. Karena hasil analisa dokter, sebagian besar syaraf mataku sudah rusak, selain bola mataku yang tidak ada lagi. Jadi, meskipun aku mendapat donor mata, aku tetap tidak akan bisa melihat. Perlahan aku membuka kotak logam itu, setelah merabanya dan menemukan klip penguncinya. Saat kubuka, dua cahaya putih keemasan berpendar dari dalamnya, membuatku menjadi silau hingga aku melemparkan kotak itu. Cahaya? Aku melihat cahaya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD