Aku tak bermaksud menakutinya, lagi pula perempuan yang tak secara sengaja kunikahi ini bukan penakut, tetapi tetap saja keberanian kadang seringnya menantang bahaya. Meta mengambil peluru dari tanganku kemudian dia terperanjat sendiri hingga biji baja itu terlepas dan luruh oleh gravitasi di karpet hotel. “Tanganmu tak apa?” Tanyanya terdengar. Meta mengambil tanganku yang tadinya memegang peluru, wajah khawatirnya tampak tulus sekaligus menggemaskan. Dia tak memelototiku seperti biasa, tapi pupilnya jelas membesar kepada telapak tanganku yang kemerahan. Aku berhasil tersenyum. “Aku tak apa. Tanganmu sendiri?” Meta mengangkat wajah hingga pandangan kami bertemu. “Aku tak menduga kalau peluru itu panas sekali. Saat kupegang tadi rasanya seperti bara api.” Aku tak peduli pendapatnya t

