bc

Tirta Amarta

book_age16+
479
FOLLOW
3.3K
READ
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Permasalah Keluarga yang selama ini sangat menyiksa dan menekan kehidupannya, membuat Stella merasa hidup di neraka. Kedua orangtuanya tak pernah peduli padanya, juga kedua kakaknya yang memiliki hobi menyiksa nya, menambah masalah kehidupan Stella.

Sampai pada suatu malam, dia bertemu dengan seseorang yang dirasa membutuhkan bantuannya. Seorang yang membawanya keluar dari neraka dan mengungkapkan seluruh kebenaran akan masalah di kehidupan nya saat ini.

chap-preview
Free preview
Sebuah Penderitaan
Di sebuah ruangan yang temaram, seorang wanita tampak terduduk di dekat jendela dengan tangan yang sibuk meneteskan obat merah ke luka yang ada di kakinya. Dia meringis pelan, merasa sangat sakit sekali di kakinya saat obat nya bertemu dengan luka yang melebar itu. Setelah selesai, dia langsung menuju ke ranjang tidur dan mulai merebahkan tubuhnya. Dilihatnya langit-langit kamar, hingga tak lama rasa kantuk menghampirinya, membuatnya langsung tertidur dengan sangat nyenyak. Satu jam kemudian. Langit yang tadinya gelap, kini mulai memunculkan sinar akibat matahari yang akan muncul sebentar lagi. Waktu terus berjalan, hingga matahari sudah muncul sepenuhnya, wanita itu tak kujung bangun juga, meski matahari tengah menyorot nya. "Stella bangun!" teriak seseorang dari luar kamar, teriakan itu disusul dengan pintu yang dipukul dengan sangat kuat. Karena panggilannya tak kunjung dapat tanggapan dari sang empu, orang itu langsung mendobrak pintu yang kayu nya sudah rapuh. Tangannya mengepal dengan sangat kuat setelah dia melihat Stella masuh saja tertidur. Diambilnya segelas air putih dan langsung dia melemparkan minuman itu ke wajah Stella, hingga membuat sang empu membuka matanya secara perlahan. "Sialan, bangun." Ditariknya rambut Stella dengan sangat kuat. "Ibu tolong lepaskan," ucap Stella dengan susah payah seraya berusaha melepaskan tarikan ibunya itu dari rambutnya. Clara tertawa pelan, lalu mendorong Stella dengan sangat kuat. Setidaknya saat ini Stella merasa lega sekali karena rambitnya tak ditarik lagi. "Sepertinya kau harus mendapatkan hukuman." Clara mengambil tali pinggang dan langsung mencambuk tubuh Stella bebebrapa kali. Stella menutupi tubuhnya meringkuk dengan tangan yang memeluk kedua lututnya, hingga membuat cambukan itu terrkena di tangannya. Tak sekalipun Stella menangis karena seluruh luka yang diberikan ibunya. Dia hanya bisa pasrah dengan semua luka tersebut. Setelah cambuk jangan berhenti, Stella baru mengangkat kepalanya. Dilihat ibunya yang menyeringai saat ini. "Siapkanlah kami sarapan, jika kau terlambat sebentar saja, aku pastikan hidup mu hancur." Clara pergi dari kamarnya, meninggalkan Stella yang hanya bisa menahan tangis. Stella menghembuskan napasnya dengan kasar, tentu saja rasanya sangat sakit sekali saat dirinya harus berhadapan dengan ibu yang terus menyiksa nya. Entah karena alasan apa yang membuat Clara sangat tak menyukainya, bagaimanapun juga dia adalah anak dari Clara juga. Namun, mengapa dirinya diperlakukan sangat berbeda? Tak ingin berlama-lama di kamar yang justru akan menyebabkan ibunya marah, Stella mulai membangunkan tubuhnya. Terasa sangat sakit sekali rasanya saat dia mulai menggerakkan tubuhnya, luka nya terasa menyobek kukitnya. Stella melangkah pelan, sampai dia di ruangan dapur, wanita itu mulai membuat makanan untuk pagi ini. Kerjanya jauh lebih lambat, dia tak bisa bekerja dengan sangat cepat akibat kakinya yang masih terluka. Inilah Stella, dia adalah anak bungsu dati tiga bersaudara. Harusnya, Stella merasa bahagia karena dia memiliki orang tua juga kakak, tapi justru dia merasakan hal yang sebaliknya. Mereka selalu menyiksa nya kapan dan di mana saja, menyebabkan sebuah luka yang tak pernah hilang di ingatan Stella. Hidupnya bagaikan di penjara saat dia tinggal di sini, semua penyiksaan telah dia dapatkan saat usianya maish menginjak umur enam tahun. Berusaha untuk tak memikirkan maslahanya, Stella kembali fokus dengan pekerjannya pagi ini. Setelah selesai, dia menaruhnya di meja makan. "Apakah kau tak bisa rapih sedikit saja? Aku jijik melihat mu," ucap Tika, kakak pertama Stella yang menatapnya dengan penuh rasa jijik. Stella hanya bisa menundukkan kepalanya saja, tanpa tahu ingin memberikan jawaban dalam bentuk apa. Stella menyadari penampilan yang sangat buruk, dia memakai kaus coklat yang kebesaran untuk tubuhnya, rambutnya yang tak terawat itu sangat berantakan dalan ikatan, juga luka-luka yang menghiasi tubuhnya membuatnya terlihat buruk. "Sudah sana pergi!" Mengikuti perintah dari kakaknya, Stella mulai melangkah pergi dari tyemlat tersebut. Dia menuju ke dapur dan merasakan perutnya yang sakit, dua ingin makan. Namun, ibunya melarang Stella untuk mengambil makanan di dapur. "Aku harus menyelsaikan semua pekerjaan yang ada di sini dulu," gumam nya. Dia mulai fokus menyelsaikan pekerjanya di dapur. Nyapu, nyuci dan mengepel lantai, semua pekerja itu diurus dia sendiri dengan tubuh yang lemah. Meski tenaga nya sudah tak kuat, dia masih berusaha untuk terus bekerja. Sampai pada pukul 10.00 dia telah menyelsaikan pekerja, wanita itu menghembuskan napasnya dengan lega. Dia menuju ke kamarnya dan mulai membersihkan tubuhnya, luka-luka cambuk yang didapatkan pagi tadi, sengaja dioleskan oleh salep agar cepat sembuh. Dia kesakitan dengan luka-luka itu, semuanya diberikan oleh keluarga sendiri. "Seandainya aku memiliki keluarga yang baik, aku pasti akan bahagia." *** Di sinilah Stella sekarang, dia berada di dalam sebuah restoran dengan sibuk bekerja. Wanita itu mulai membereskan beberapa meja yng kotor setekah dipakai pelanggan, kerjanya cukup cepat, karena luka nya terasa sudah membaik. "Kau disiksa oleh orang tua mu lagi?" Stella menengok, melihat sahabatnya yang bertanya tadi. "Ya." Dia menjawab sekena nya saja. "Gila! Apakah kau tak ingin melaporkan orang tua ku ke KPAI? Mereka sudah keterlaluan," ucapnya dengan heboh. "Tidak, Sasha. Aku merasa terlalu jahat jika memasukkan mereka ke dalam penjara." Sasha berdecak kesal mendengar jawaban dari dirinya. "Kalau aku jadi dirimu, mungkin mereka semua sudah habis di tangan ku," katanya. Sasha adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. Hanya wanita itu juga yang tahu penderitaan yang dialaminya di rumah selama ini, karena Stella selalu menceritakan kepiluan hidupnya dengan Sasha. Stella kembali melanjutkan pekerjaannya. Mengambil sampah yang ada di lantai, lalu ditaruhnya ke dalam kotak sampah. "Kau tahu, sebentar lagi Andre mau ke sini." Sasha berucap dengan pandangan yang terarah ke ponsel, membuat Stella berhenti bergerak. "Benarkah?" tanya Stella dengan bahagianya. adalah kekasih nya, entahlah Stella juga tak tahu apa yang membuat Andre mau bersama dengan dirinya yang Upik abu ini. Dulu, Andre begitu memaksa Stella untuk menjadi kekasih nya, membuat Stella hanya bisa pasrah dan menerima Andre. Hubungan mereka berlangsung 3 bulan dan perlahan, Stella mencintai Andre. Setidaknya, dengan adanya Andre dia merasakan hidupnya yang lebih baik. "Ya, dia bersama dengan teman-teman nya ke sini." Stella sudah mulai merasa tak sabar bertemu dengan Andre. Sampai pada suatu ketika, dia melihat kekasihnya itu datang dengan beberapa teman pria nya. Mereka mengambil meja dekat dengan jendela. "Aku akan melayani mereka." Langsung saja Stella menuju ke tempat Andre berada. Dia tersenyum lebar kepada kekasihnya, "Hai Andre." Semua teman Andre yang ada di mejaitu langsung menatapnya. "Kau kenal denagnnya, Andre?" Andre tampak gugup dan gelisah. Dia berdeham pelan dan berkata, "Dia teman ku."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.0K
bc

My Secret Little Wife

read
96.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook