Cemburu

1004 Words
Senyum yang ada di wajah Stella mulai luntur setelah dia mendengarkan apa yang baru saja dikatakan oleh Andre tadi. Teman? Apa maksud kekasihnya itu? Bahkan dengan jelas, tiga bulan lalu Andre menyatakan cinta kepada dirinya dan itu artinya mereka pacaran, kan? Tapi mengapa Andre justru tak mengakuinya sebagai kekasih? Apakah Andre tak ingin jika teman-teman nya tahu bahwa dirinya adalah kekasih pria itu? Stella perlahan menundukkan kepalanya. Dia memegang bolpoin dengan kencangnya, berusaha untuk membagi rasa sakit yang telah mendera nya saat ini. Wanita itu menuliskan setiap pesanan dari teman-teman Andre, setelah selesai dia langsung pergi dari sana. Sempat, antara Andre dengan Stella, mereka saling memandang satu sama lain, tapi dengan cepatnya Stella mengalihkan pandangannya. Dia menuju ke dapur dan bersandar di tembok. Wanita itu mengangkat tangannya, menutupi wajahnya dan saat ini, rasanya Stella benar-benar ingin menangis saja. "Stella, ada apa dengan kau?" Sasha berucap dengan heboh nya saat dia melihat Stella yang tampak bersedih saat ini. "Aku tak apa-apa." Stella memunculkan senyum nya, berusaha untuk meyakinkan Sasha bahwa dirinya baik-baik saja. "Bagaimana? Apa yang Andre lakukan saat kalian bertemu?" tanya Sasha dengan antusias. "Dia hanya menganggap ku teman saja, tak lain." Senyum di wajah Sasha mulai luntur. Dia memegang kedua bahu Stella berusaha memberikan wanita itu kekuatan. "Aku akan menegur nya nanti, kau jangan khawatir." Stella mengangguk. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya lagi, sesekali dia melihat ke arah Andre yang sedang bercanda tawa dengan teman-teman nya itu. Wanita itu tersenyum kecil. 'Apakah kau malu memiliki kekasih upik abu seperti ku, Andre?' Andre adalah sosok yang sempurna, pria itu mungkin tak bisa memperkenalkan dirinya hanya karena penampilan dirinya yang sangat buruk. Apakah sudah saatnya Stella melepaskan Andre? *** "Aku pulang dulu, ya." Stella mengambil tas nya. Dia baru saja selesai makan sore ini, hingga dia pastikan tenaga nya sudah tersimpan dengan banyak. "Hati-hati di jalan," ucap Sasha. Stella mengangguk dan langsung meninggalkan tempat tersebut. Dia keluar dari restoran tersebut, menuju ke tempat yang yang cukup sepi. Dapat dirasakannya tangan dia ditarik kuat oleh seseorang, membuat tubuhnya terdorong hingga menyentuh tembok. Stella mengangkat kepalanya, melihat Andre yang saat ini tampak menatapnya dengan sangat lekat. "Andre, ada apa dengan mu?" tanya Stella dengan takut-takut. "Maaf." Mengerti akan maksud dari ucapan Andre, Stella akhirnya menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti dirimu, aku yakin kamu pasti malu memiliki kekasih seperti aku." "Tidak, bukan begitu. Aku hanya---" "Aku mengerti." Tangan Stella terangkat, mengelus pelan rahang Andre, "Aku sangat mengerti dan sepertinya, juga hanya perlu backstreet saja." Kedua alis Andre menukik dengan tajam setelah dia mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Stella. "Maksud mu?" "Aku tak ingin kau semakin malu memiliki kekasih seperti diriku ini. Jadi, lebih baik kita menyembunyikam hubungan kita dulu, ya. Aku gak masalah kok." Stella berusaha untuk meyakinkan Andre, setidaknya dengan status backstreet mereka nantinya akan membuat Andre lebih percaya diri lagi. Dia tak ingin membuat kekasih itu malu. "Baiklah, tapi hanya untuk beberapa bulan saja. Setelah aku berhasil meyakinkan diriku, kita harus menunjuk status kita kepada dunia ini." Pria itu berucap. Andre mengecup pelan kening Stella, membuat wanita itu merasa sangat nyaman sekali, "Aku antarkan pulang, ya." Stella menurut, dia mengikuti langkah Andre untuk pergi ke mobil milik pria itu. Memasuki mobilnya, Stella bisa bernapas dengan lega. "Apakah kamu ingin makan dulu?" "Tak perlu, aku harus cepat pulang dulu," jawab Stella. Andre membalas dengan anggukkan, dia langsung menginjak gas, hingga membuat mobil nya berjalan dengan kecepatan yang stabil. Di dalam mobil itu, tak ada pembicaraan lagu antara keduanya, Stella tampak masih sibuk memandangi pemandangan yang ada di luar sana. "Sudah sampai sini saja," ucap Stella setelah mobil Andre berada tepat di depan kompleks rumahnya. "Kenapa kamu selalu meminta ku untu mengantarkan sampai sini saja? Apakah kamu tak mau jika aku bertemu dengan orang tua mu." Lantas Stella menggelengkan kepalanya. "Orangtuaku melarang ku untuk berpacaran, daripada kita dipaksa untuk berpisah, alangkah baiknya hubungan kita seperti ini saja." Stella tak tahu bagaimana reaksi dari orangtuanya jika mengetahui bahwa dia telah memiliki kekasih, mungkin dia akan diumpat dengan kalimat yang sangat pedas, hingga membuatnya sakit hati. "Baiklah kalau begitu," ucap Andre. Dia mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk Stella, "Terimalah uang ini, aku yakin kau pasti membutuhkan nya," ucap Andre. "Tidak perlu---" "Aku memaksa." Andre mengambil tangan Stella dan memaksa wanita itu untuk mengambil uang yang diberikan olehnya. "Tapi---" "Itu hanya sedikit uang, mohon jangan ditolak lagi, ya." Stella terdiam sebentar, dia tak bisa lagi menolak uang pemberian dari Andre ini. Wanita itu menganggukkan kepalanya, dia menerima uang tersebut dan menyimpannya dengan baik, agar tak diketahui oleh orangtuanya sendiri. "Terimakasih." Stella keluar dari mobil tersebut dan melambaikan tangannya. Dilihat mobil milik kekasihnya telah pergi, langsung saja Stella melangkah menuju rumahnya berada. Wanita itu menatap pada hamparan pemandangan di kompleks perumahan ini, yang tampak sangat indah, dengan rumah-rumah megah yang menghiasi nya, membuat siapa akan terkagum-kagum. Rumah orang tua Stella termasuk megah dengan jumlah tiga lantai, banyak orang yang mengenal bahwa Stella adalah pelayan di rumah ini, bukan anak, oleh karena itu banyak orang yang sering meremehkan dirinya. Stella sudah terlalu terbiasa saat dirinya diremehkan oleh banyak orang. Bahkan, saat di masa sekolahnya saja, dia sering di-bully oleh orang lain, salah satunya adalah kakak-kakak Stella sendirinya Justru mereka lah yang membuatnya disiksa. Stella pun tak tahu apa alasan tepatnya dan juga, dia tak berusaha untuk mencari tahu. "Apa aku anak pungut?" Stella menggeleng pelan, berusaha untuk tak memikirkan hubungan antar keluarganya. Dia memasuki rumahnya yang mewah itu dengan memakai gerbang yang lebih kecil. Di sana, dia sudah melihat kakak nya yang bernama Tika tengah asik berpacaran dengan kekasihnya. Lantas, Stella menundukkan kepalanya, dia tak ingin bersisih tatap dengan kakalnya yang sangat mengerikan itu baginya. Dapat Stella rasakan tatapan dari kekasih Tika itu, Vano namanya. Pria yang sangat tampan, memiliki darah berasteran Amerika-Indonesia yang menambah nilai ketampanan nya. "Itu pelayan mu?" "Ya, jangan pedulikan dia." Tatapan Vano terus tertuju kepada Stella membuat Tuka menjadi cemburu. Tika mengepalkan tangannya dengan kuat. "Akan ku beri kau pelajaran nanti."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD