Bertemu

1047 Words
Stella yang sedang asik membuat makan malam, kini terganggu dengan keberadaan kakak pertamanya itu, Tika. Kepala wanita itu lantas menunduk, merasa sangat takut sekali dengan kakaknya, kedua tangannya saling meremas ujung baju, berusaha untuk menetralisirkan ketakutan yang telah melandanya saat ini. "Apakah kau ingin kegatelan dengan pacar ku?" Tika berucap dengan nada yang sangat tinggi. Kian tangan Stella semakin bergetar kuat karena kakaknya yang berucap dengan nada tinggi. Dia menggigit kuat bibirnya dan secara perlahan, wanita itu langsung menggelengkan kepalanya. Sungguh, dia tak bermaksud sedikitpun merebut Vano. Tak mungkin juga pria sekelas Vano kan menyukai dirinya ini yang buruk rupa. "Aku sudah katakan, jangan pernah memunculkan wajah menjijikan mu ini di depan kekasih ku." Tika mencengkram kuat rahang Stella, rasanya sangat sakit sekali, membuat Stella ingin berteriak dengan sangat kuat, tapi dia tak mampu. "Maaf, aku tak bermaksud seperti itu, kak," tutur Stella dengan takut-takut. "Jika kamu berhasil merebut Vano dari ku, aku pastikan hidup mu pasti ajan hancur." Didorongnya tubuh Stella, hingga membuat wanita itu terjatuh. Hampir saja tangan Stella menyentuh panci yang panas akibat dorongan itu. Stella menatap takut pada Tika. Wanita itu menggigit bibirnya debran sangat kuat. "Aku tak akan merebutnya," ucap Stella. Tika tersenyum puas, dia segera pergi dari tempat itu, meninggalkan Stella sendiri dengan lebam di rahangnya. Cengkraman Tika tadi memang tak main-main, wanita itu termasuk wanita yang kuat karena Tika pernah menempuh ilmu bela diri, hal itulah yang membuat Stella sangat takut kepadanya. Tentu saja Stella tak ingin mencari masalah dengan Tika. Apalagi sampai merebut Vano. Stella kembali fokus pada masakanan yang ada di depannya. Opor buatannya untuk malam ini terasa sangat lezat sekali saat dia mencobanya, Stella sendiri sangat pintar memasak karena dia sering diajarkan memasak oleh para pelayan yang ada di sini, tentu saja dia dipaksa untuk belajar memasak karena ibunya sendiri yang menyuruhnya untuk memasak buat keluarga. "Cepat bodoh membuat makanannya, kau pikir kami tak kelaparan, lemot banget!" Stella menengok, melihat kakak keduanya yang bernama Lia tampak sangat marah sekali pada nya. "Maaf, aku akan cepat mengantarkan makanannya," ucapnya dengan gugup. Diambilnya mangkuk yang berukuran besar untuk ditaruhnya masakan buatannya itu. Setelah selesai, dia mulai mengambil kereta dorong untuk mengantarkan makanan kemeja makan langsung. *** Malam ini, terasa sangat sunyi sekali, Stella menatap pada hamparan pemandangan yang ada di depannya. Tubuhya terasa sangat lelah sekali saat ini, seharian penuh ini dia menghabiskan waktunya sendiri dengan bekerja juga melayani keluarganya. "Lelah." Wanita itu bergumam. Setelah menghabiskan satu gelas air putihnya, dia berbalik dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tipis. "Good night." Dia mulai menutup matanya, hendak menyelam ke alam mimpi yang begitu indah untuk dilihat, tetapi matanya langsung terbuka lagi saat dua mendengar pintunya didobrak lagi dan lagi. Stella mendesah pelan, ini pasti ulah keluarganya. Wanita itu menengok, melihat ke arah pintu, di sana sudah ada ayahnya yang bernama Reza tengah menatapnya dengan datar. Tentu saja Stella sangat takut dengan Reza, pria itu benar-benar sangat mengerikan bagi dirinya, karena Reza sendiri prmah menyiksanya dalam bentuk apapun, salah satunya adalah cambuk. "Ada apa, Ayah?" tanya Stella seraya menegakkan tubuhnya. "Ke mini market dan beli rokok untuk Ayah." Reza melemparkan uang untuk Stella, lalu dia pergi dari sana, menyisakan Stella yang hanya bisa pasrah dan ikut kemauan dari ayahnya itu. Stella membalikkan tubuhnya, melihat ranjang tidurnya, sungguh dia benar-benar ingin merebahkan tubuhnya di sana, tetapi untuk saat ini, dia tak mungkin melakukan hal tersebut. Ada tugas yang ayahnya berikan untuk dirinya selesaikan. Wanita itu mengambil jaket untun melindungi kulitnya dari dinginnya malam ini. Setelah itu, dia keluar dari kamarnya. Suasana rumah ini sangat sepi, bahkan beberapa tempat sudah sangat gelap. Tentu takut Stella keluar pada malam hari ini, dia hanya bisa berdoa kepada Tuhan dan meminta-Nya untuk membantu Stella saat ini. Jalanan pun ikut sepi, angin dingin menyapanya, membuat Stella langsung mengeratkan jaketnya. Dia harus keluar dari kompleks perumahan ini dulu, karena mini market berada di luar sana. Kakinya melangkah dengan cepat nya. Setelah dia berhasil keluar dari kompleks perumahan, wanita itu langsung sampai di tempat tujuannya. "Pak, pesan rokok." Diberikannya uang yang dari ayahnya, kaki dia mendapatkan tiga kotak rokok dengan merek yang ayahnya sukai. Setelah selesai, dia keluar dari mini market itu, melewati gang yang sangat sepi. Dia melangkah dengan cepatnya, tetapi langkahnya tiba-tiba berhenti saat dia mendengar suara tembakan yang sangat kertas. Tubuhnya menegang, dia takut sekali, bahkan kakinya saja tak mampu lagi bergerak karena dia terlalu takut saat ini. Ditelannya ludahnya, lalu dia berbalik, menatap ke satu arah, yaitu sebuah gang yang tampak sangat gelap, bahkan mungkin tak ada lampu di sana. Dilihat ada dua pria yang keluar dari gang itu dan tak lama, Stella mendengar suara permintaan tolong dari seseorang, hal itulah yang membuatnya langsung melangkah dengan cepat ke gang itu untuk menemui seseorang yang tengah membutuhkan bantuan dari dirinya. Dalam remang-remang nya cahaya, dapat Stella lihat seorang pria yang tampak bersandar di tembok dengan tangan yang menyentuh kaki nya. "Astaga, apa yang terjadi dengan mu." Stella berucap dengan heboh nya. Dia langsung menjatuhkan lutut nya di depan pria itu, hingga posisi mereka setara. Stella melihat darah yang terus berkeluaran di perut pria itu. Dia berpikir sejenak dan ada satu jalan keluar saja yang ada di dalam pikirannya, yaitu dengan mengikat perut pria itu agar darag nya tak keluar. Bukankah itu pertolongan pertama yang baik? Segera Stella mengeluarkan sebuah sapu tangan dan mengikat kaki pria itu dengan kain nya. "Tunggu di sini, aku akan menghubungi ambulans." Tangan Stella merayap ke arah kantung celana nya, lalu dia mulai menghubungi sebuah rumah sakit untuk dimintai pertolongan. Setelah selesai, dia kembali ke tempat pria itu berada. Bahkan, sampai saat ini saja pria itu tak kunjung membuka suaranya. Apakah dia bisu? Yang dilakukan pria itu hanya menatapnya dengan lekat saja, membuat Stella merasa sangat tak nyaman sekali berada di sini. "Hmm, sebentar lagi ambulans akan datang. Tunggu, ya." Pria itu hanya mengangguk saja tanpa membuka suara lagi. "Apakah kau tak kesakitan?" Tak ada jawaban, membuat Stella hanya bisa mendesah pelan. Tak berapa lama kemudian, dia mendapatkan telepon dari ayahnya, yang membuat dia langsung teringat akan pesanan dari ayahnya. "Hmm, sepertinya aku harus pergi dulu, orang tua ku mencari aku. Maaf jika aku tak bisa menunggu sampai ambulans datang." Stella muali meninggalkan tempat itu, tanpa disadarinya bahwa pria itu mengeluarkan seringai nya. "Bertemu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD