Six Knights - 10

1513 Words
"Aku pikir, mau itu resmi atau pun liar, penyihir tetaplah penyihir, mereka tidak seharusnya dibeda-bedakan seperti itu. Tapi jika aku diharuskan memilih, mungkin.. Aku akan memilih menjadi...,"Aku terdiam sejenak, menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan-pelan, lalu kulanjutkan ucapanku dengan suara rendah, "Menjadi seorang penyihir resmi." Aku memejamkan mataku, khawatir Sun tersinggung dengan ucapanku, aku pikir, dia pasti akan membenciku setelah mendengar jawabanku. Ah, ya Tuhan, bagaimana ini? Jika Sun membenciku lalu mengusirku dari rumahnya, aku akan tinggal di mana? Apalagi aku hanyalah seorang pendatang di dunia ini, yang jelas-jelas tak tahu apa-apa mengenai seluk-beluk dunia dongeng. Jantungku dag-dig-dug tak karuan, saking takutnya diriku pada reaksi Sun, tapi dia masih belum berkata apa-apa, karena penasaran, kubuka mataku perlahan-lahan hingga akhirnya aku bisa melihat ekspresinya. Tak terduga sama sekali! Dia tidak terlihat seperti orang yang sedang marah atau pun benci padaku, malahan dia memasang wajah kaget yang dicampuri dengan muka berseri-seri bahagia. Kemudian, Sun langsung memelukku secara tiba-tiba dengan sangat erat, membuatku sangat terkejut. Aku tidak mengerti mengapa Sun memelukku, tapi kupikir, ini lebih baik daripada dia membenciku. "Syukurlah...," ucap Sun di leherku dengan nada yang bergetar seperti mau menangis. "Aku sangat senang kau memilih jalan yang berbeda dariku, Biola." "E-Eh? Apa maksudnya itu?" Aku terheran-heran mendengar kata-kata Sun barusan, mengapa dia senang diriku memilih jalan yang berbeda dengannya? Kupikir Sun akan membenciku, tapi mengapa jadi seperti itu? Bukankah dia membenci para penyihir resmi? Kemudian Sun melepaskan pelukannya dan menatap mataku lekat-lekat, "Aku tahu, kok. Kau pasti berpikir kalau aku akan membencimu jika pilihanmu menjadi seorang penyihir resmi, kan? Tapi sayang sekali, aku tidak seperti itu. Aku malah senang kau memilih jalan yang berbeda dariku, karena jalan menjadi seorang penyihir liar terlalu keras untuk gadis sepertimu, Biola," kata Sun dengan menyunggingkan senyuman manisnya. "Jika kau menjadi penyihir liar sepertiku, aku tidak akan mendukungmu! Karena itu bukanlah jalan yang cocok untukmu, Biola. Kau lebih cocok menjadi seorang penyihir resmi! Lagipula, kau bilang, kau ingin bertemu kembali dengan enam kesatria dari kerajaan, kan? Jika kau telah menjadi seorang penyihir resmi, aku yakin, kau akan bertemu lagi dengan mereka! Malah, setiap hari kau pasti akan berjumpa dengan mereka, Biola!" "Ta-Tapi!? Bukankah kau membenci mereka, para penyihir resmi!? Mengapa kau mendadak--" "Aku tidak pernah bilang kalau aku membenci para penyihir resmi! Yang kubenci adalah kaum bangsawan! Karena jika aku menjadi seorang penyihir resmi, aku pasti akan bertemu dengan mereka tiap saat! Karena itulah, aku memilih untuk menjadi seorang penyihir liar agar aku tidak lagi bertemu dengan para b******n itu!" Aku tersentak mendengarnya, ternyata dugaanku salah! Tapi jika diingat-ingat, memang benar, sih, Sun berkata kalau dia membenci kaum bangsawan, bukan para penyihir resmi, walau aku juga tak tahu alasannya mengapa dia membenci orang-orang dari kalangan bangsawan, tapi yang jelas, apa pun itu, aku tidak boleh mengetahuinya jika Sun tidak mengizinkanku. "Artinya... Kau mendukungku untuk menjadi seorang penyihir resmi? Benar?" ungkapku dengan mata berkaca-kaca, karena terharu dengan penjelasan Sun. "Kau tidak membenciku, kan, Sun? Soalnya, aku pasti akan bergaul dengan para bangsawan jika aku menjadi seorang penyihir resmi?" "Tenang saja, aku tidak akan membencimu, kok! Lagipula, aku tidak berhak membenci gadis yang selama ini memungutku di jalanan, memberiku tempat tidur serta makanan lezat setiap hari." "Astaga! Apa-apaan itu? Mengapa kau mengungkit-ungkit hal itu di sini, Sun?" Sun tertawa kecil mendengarnya, "Yahh, kupikir, kucing kecil sepertiku tidak mungkin membenci tuannya sendiri." Sontak, karena air mataku mengalir dengan sendirinya, kini giliranku memeluk tubuh Sun yang ada di sampingku. "Terima kasih, Sun, karena telah mendukungku untuk menjadi seorang penyihir resmi." "Terima kasih, Biola, karena telah merawatku selama ini." Pada akhirnya, kami berdua saling berpelukan di halaman belakang rumah jamur Sun, tepatnya di kursi panjang yang dipayungi oleh dedaunan dari pepohonan raksasa di sekitar halaman. Angin yang berhembus menggoyangkan pohon-pohon, yang membuat daun-daunnya berjatuhan, melayang-layang, menghujani rumput halaman belakang dengan terombang-ambing terbawa angin. * * * Keesokan harinya, Sun mengantarkanku pergi mendaftar ke kerajaan untuk menjadi seorang penyihir resmi. Saat kami sampai di gedung penerimaan penyihir baru, aku terkejut dengan antrian panjang dari orang-orang yang akan mendaftar, dan antriannya benar-benar panjang sekali, bahkan aku sempat berpikir kalau aku mungkin tak akan bisa mendaftar hari ini. Bayangkan saja, dari pintu masuk hingga gerbang utama, semuanya sudah dipenuhi oleh para pengantri, itu benar-benar gila! "Kurasa lebih baik aku mendaftarnya besok saja, soalnya aku tidak mungkin punya kesempatan untuk mendaftar karena antriannya terlalu panjang." Suara ribut dari orang-orang yang mengantri membuat suaraku tenggelam oleh kegaduhan mereka. "Tidak boleh, Biola!" seru Sun yang berdiri di sampingku yang pandangannya terpaku melihat orang-orang yang mengantri. "Jika tidak sekarang, kapan lagi? Kau pikir besok tempat ini akan jadi lengang karena yang mengantri sedikit, begitu? Kau salah, tiap hari, tempat ini akan selalu penuh, dan juga, setiap hari, orang-orang yang keluar dari ruang pendaftaran selalu menangis karena ditolak oleh para petugas penerima penyihir baru, itu karena mereka adalah orang-orang yang mudah menyerah! kau paham?" Aku terperanjat mendengarnya, itu artinya, aku harus rela bersabar untuk mengantri, bergabung dengan orang-orang yang tak kukenal, demi namaku terdaftar di formulir pendaftaran penyihir resmi. Karena Sun telah bilang demikian, aku berjalan pelan, bergabung di antrian panjang itu untuk ikut mengantri. Sementara Sun menunggu di bawah pohon, dia duduk di atas batu dengan tersenyum memandangiku yang sedang mengantri. Aku berdiri berjam-jam di bawah sengatan matahari yang panas, bersama dengan para laki-laki yang badannya bau keringat dan para gadis yang mulutnya sangat berisik, hanya untuk mendaftarkan diriku menjadi seorang penyihir, perjuanganku sangat melelahkan. Dan setelah menunggu sambil berdiri selama hampir delapan jam, akhirnya aku bisa mendapatkan giliran untuk masuk ke dalam ruangan pendaftaran, saat aku membuka pintunya, jantungku tak henti-hentinya berdetak kencang, keringatku membanjiri seluruh tubuhku dan pakaianku tentu saja basah, rambut merahku kusut bahkan aroma badanku juga sudah tak wangi lagi seperti saat pertama kali datang kemari, sudah tercampur dengan bau-bau aneh yang pastinya akan membuat orang yang akan mendaftarkanku terganggu dengan bau badanku. Tapi, saat aku benar-benar telah masuk ke dalam ruangan pendaftaran, aku sangat terkejut melihat luasnya tempat ini, lantai serta dindingnya, semuanya putih bersih, tak tersentuh noda apa pun, kemudian, keterkejutanku tidak berhenti di situ saja. Saat memandang orang-orang yang duduk di belakang meja panjang, yang merupakan pihak yang akan menerima para penyihir baru, ternyata adalah enam pria yang waktu itu berjumpa denganku di tengah jalan, saat aku pertama kalinya akan berkunjung ke rumah jamur Sun. Tak kusangka kalau mereka berenam ada di sini, duduk dengan mata memandangiku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pasti mereka sedang menilai penampilanku, aduh! Bagaimana ini, kakiku malah bergetar dipandangi oleh enam lelaki tersebut. "Anu.. Aku ingin mendaftar menjadi seorang penyihir, apa yang harus kulakukan di tempat ini?" "Tentu saja kau harus menyebutkan semua informasi tentang dirimu pada kami agar aku bisa menyelesaikan formulir pendaftaranmu di meja kami, dan pertama-tama, katakan, siapa namamu?" Lelaki yang pertama menimpali pertanyaanku adalah pria berambut merah dengan tatapan mengintimidasi, nada suaranya juga terdengar sangat tegas. "Na-Namaku Biola Margareth!" Aku berjalan menghampiri meja mereka, sebenarnya aku sangat malu untuk mendekati mereka, tapi ini adalah kewajibanku! Aku tak menyangka akan bertemu dengan enam kesatria secepat ini!  "Nama yang sangat cantiiiik sekali!" Kini, yang bersuara adalah pria berambut pirang, dia terlihat riang sekali, bahkan saat berbicara pun, badannya ikut bergerak. "Tapi, rupamu tidak secantik namamuuuu! Hahahaha!" Aku tersentak mendengarnya, kaget saat si pirang berkata demikian padaku, dia terlalu kasar untuk ukuran orang yang ceria. "Hey-Hey-Hey? Apa-apaan itu?" Pria berambut biru dengan kulit cokelat gelap menimpali perkataan si pria rambut pirang dengan wajah yang bringas. "Sopanlah sedikit pada perempuan, b******k!" Aku hanya terdiam memperhatikan mereka yang sedang berinteraksi, sejujurnya aku ingin pergi dari sini saking malunya, tapi aku tidak boleh merusak nama baikku. Aku harus tetap di sini, apalagi si rambut merah yang wajahnya galak sedang menulis namaku di kertas formulir pendaftaran. "Diamlah, jaga sikap kalian! Saat ini kita sedang menyambut para penyihir baru, kita sebagai seorang kapten harus menghargai mereka!" Pria berambut hijau yang berkaca mata terlihat menasehati rekan-rekannya yang ribut dengan ekspresi super seriusnya. Sementara lelaki pendek berambut biru cerah memasang ekspresi datar, sepertinya dia sedang melamun, tak peduli orang-orang disekelilingnya berisik. Sedangkan, lelaki tinggi berambut ungu jabrik malah sedang asyiknya mengunyah keripik kentang dengan tatapan sayu. Entah kenapa, enam kesatria yang selama ini kuidolakan adalah para lelaki yang memiliki kepribadian unik. Dan Sun bilang, mereka berenam adalah para kapten yang memimpin enam squad terkenal di kerajaan. Tapi apakah itu benar? Maksudku! Mereka sepertinya masih terlalu muda untuk menjadi seorang kapten, apalagi si pendek berambut biru cerah, ukuran tubuhnya persis seperti anak SMP, yang bahkan aku ingin mencubit pipinya karena wajahnya sangat lucu walau ekpresinya datar, sih. "Baiklah, untuk Biola Margareth, sekarang, kami akan bertanya padamu seputar identitasmu, apakah kau siap?" tanya pria berambut merah itu padaku. "Tunggu-tunggu, sebelum itu! Aku ingin mengetahui nama-nama kalian! Boleh?" Mendengar permintaanku langsung membuat si pria berambut merah mendengus jengkel, si pria berkulit cokelat menyeringai senang, si lelaki pendek berambut biru cerah tersadar dari lamunannya, si pria berambut ungu meremas keripik kentangnya, si lelaki berambut hijau berkacamata mendecih, serta si pria berambut pirang tertawa girang sambil memandangiku Aku tidak peduli jika dibenci oleh mereka, yang penting, aku ingin tahu nama-nama dari para kesatria tampan yang sedang ada di hadapanku ini!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD