9. Sorry To Say No

1035 Words
"Res?" panggil Ragana karena putrinya tak kunjung menjawab. Alih-alih menyahut, Reswara justru lari ke arah gerbang. Ia benar-benar takut kalau ayahnya akan marah atau mengadukannya pada ibunya. Jadi, ia memilih menghindar dan berusaha berpikir untuk membuat sebuah alasan. "Daddy ke sini sama Pak Tegar?" tanya Reswara. "Jangan mengalihkan pembicaraan Res!" geram Ragana mengetahui rencana putrinya. Gadis cantik itu memang berusaha menghindar, tetapi pertanyaannya benar-benar ingin ia tanyakan. Ia melihat Pak Tegar sedang berdiri sambil bersandar pada mobil dan tidak melihat Mang Udin. Mungkin karena jarak tempuh yang cukup jauh jadi Ragana tidak tega dan memilih Pak Tegar untuk mengantarnya. "Iya, Daddy. Sebenarnya, Res memiliki cita-cita untuk menikah muda," kata Reswara takut-takut. "Iya, Daddy tahu. Bahkan sejak dulu kau sudah sering bilang kalau cita-citamu menikah muda dan menjadi ibu rumah tangga. Tapi, bukan berarti kau boleh menikah di saat kau masih sekolah. Atau jangan-jangan--" Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Reswara sering ditanya. Baik dari kakek neneknya, kedua orang tuanya, guru, maupun orang lain, gadis itu selalu menjawab ingin menikah muda dan menjadi ibu rumah tangga. Jadi, Ragana tahu betul ucapan putrinya. Hanya saja, kata-kata menikah yang secara tiba-tiba membuat pria itu curiga. "Tidak, Daddy, tidak. Res tidak ada niatan untuk menikah sekarang juga. Res yakin Daddy tahu maksud dari kata-kata Res," potong Reswara takut sang ayah akan salah paham. "Iya, daddy tahu." Ragana menghentikan langkahnya dan menatap putrinya, "Ngomong-ngomong, apa pria tadi yang membuatmu betah tinggal di sini?" tanya Ragana menebak. Ia bisa melihat bagaimana cara putrinya menatap Mintaka. Tatapan mata itu sama persis seperti ketika ia menatap Ozawara dulu. "Pria yang mana?" Reswara balik bertanya sambil mengedarkan pandangannya. "Jangan pura-pura tidak tahu. Daddy tahu kalau kau menyukai guru yang digosipkan denganmu. Jadi, jujurlah! Ceritakan semuanya sama daddy," sergah Ragana menggebu. Pria itu melipat kedua tangannya di depan sambil menatap putrinya serius. Ia tidak menyangka akan melihat putrinya menyukai pria lain selain dirinya. Rasanya sebentar lagi ia akan ditinggal putrinya menikah. "Ih Daddy, apaan, sih," ujar Reswara malu-malu sambil bergelayut manja di lengan ayahnya. "Tidak perlu mengelak. Daddy tahu kalau Res suka sama Pak Mintaka. Satu hal yang harus Res ingat. Res boleh suka sama pria, tapi tidak boleh mengabaikan pelajaran. Di kota kita Res selalu juara sekolah dan di sini pun Res harus juara sekolah juga. Daddy tidak mau perasaan suka Res pada Pak Mintaka membuat prestasi Res berantakan. Apa Res mengerti apa yang daddy katakan?" kata Ragana menasehati agar putrinya tidak lengah. Dulu, waktu ia seumur Reswara. Ia sibuk sekolah sambil bekerja. Ia mengenal yang namanya cinta ketika duduk di bangku kuliah. Itu juga karena Abrina yang menyatakan cinta padanya. Kalau tidak, mungkin ia tidak akan pernah menjalin hubungan dengan wanita mana pun sampai benar-benar mapan. "Jadi, Daddy tidak marah kalau Res suka sama Pak Min?" tanya Reswara berbinar. "Tentu saja, tidak. Res sudah besar dan Res berhak menyukai seorang pria. Daddy juga tidak bisa melarang karena Daddy juga pernah muda. Tapi Res mengerti apa yang daddy katakan tadi, 'kan?" jelas Ragana kembali mengingatkan. "Res mengerti, Daddy. Res akan tetap rajin belajar meski pikiran Res harus terbagi sama Pak Min," balas Reswara mantap. "Ya ampun, gadis mungilnya daddy sudah besar." Ragana mengacak rambut putrinya gemas. Kemudian, ia menariknya masuk ke dalam pelukannya, "Daddy tidak menyangka akan mengalami masa-masa seperti ini. Bisakah Res ubah cita-cita Res? Daddy tidak ingin kehilangan putri kesayangan daddy," sambungnya dengan manik mata yang berkaca-kaca. "Astaga, Daddy menangis?" terkejut Reswara. Ia menjauhkan tubuhnya sekedar ingin melihat bagaimana ekspresi ayahnya. "Iya. Makanya Res jangan menikah muda, yah? Daddy masih ingin menghabiskan banyak waktu bersama Res," pinta Ragana menatap putrinya sendu. Dulu ketika baru menikah dengan Ozawara, ia sibuk kuliah dan mempelajari perusahaan. Giliran kuliahnya sudah selesai, ia fokus membantu Lakeswara mengurus perusahaan dan setelah Lakeswara menikah dengan Hexagon, ia fokus mengurus PT. Candramawa Tbk sendirian. Jadi, ia jarang sekali bisa menghabiskan waktunya bersama putrinya kecuali akhir pekan. "Iya, iya. Res akan selesaikan pendidikan Res dulu sampai S2 seperti Daddy dan Mommy. Bila perlu, Res akan ambil kuliah S3. Setelah itu, baru Res akan menikah," putus Reswara. Gadis mungil itu mengulurkan tangannya dan mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi ayahnya. "Jadi, mari kita habiskan waktu kita sama-sama sebanyak mungkin!" "Terimakasih, Sayang." Ragana kembali memeluk putrinya dan kali ini lebih erat. Hitung-hitung sebagai salam perpisahan karena ia harus kembali ke Kota Heaven. "Sama-sama, Daddy," balas Reswara sambil menepuk-nepuk punggung ayahnya. "Kalau begitu, daddy pulang ya, Sayang. Hati-hati di sini dan ingat pesan daddy," pamit Ragana mengingatkan. "Iya. Daddy juga hati-hati di jalan." Ragana lekas masuk ke dalam mobil, sedangkan Reswara melambaikan tangannya. Beberapa detik kemudian, mobil ayahnya berlalu pergi dan ia pun kembali masuk ke dalam. Ia harus bergegas masuk ke dalam kelas karena ia hampir melewatkan jam pelajaran pertamanya. *** Jam pelajaran pertama dan kedua sudah berakhir. Saat ini, Reswara sedang bersiap untuk menghampiri Bumi di kursi belakang. "Hai, Mi. Gimana? Kamu terima tawaran aku, kan?" tanya Reswara. Tawaran yang Reswara maksud adalah membantunya mendekati Mintaka. Karena Bumi ingin sekali Mintaka dikeluarkan dari sekolah. Jadi, Reswara mengajak pemuda itu untuk bekerjasama menjalankan sebuah misi, di mana mereka berdua saling mendapat keuntungan. Istilah biologinya itu simbiosis mutualisme. "Apaan, sih? Mi, mi, mi, mi! Nama aku Bumi dan bukan Mimi," protes Bumi kesal. "Iya, Mimi. Kamu itu harusnya bersyukur tahu nggak. Ada cewek cantik yang ngasih panggilan unik buat kamu, bukannya seneng malah marah-marah," kata Reswara sambil memutar bola matanya malas. "Cantik dari mananya? Sengklek iya," ketus Bumi masih tidak terima. "Sekarang kamu bilang begini. Jangan sampai, nanti kamu bilang suka ya sama aku," timpal Reswara sambil menunjuk ke arah Bumi. "Cih, Nggak mungkin! Kamu itu bukan tipe aku banget. Aku paling nggak suka sama cewek sengklek kaya kamu." Bumi menyangga pipinya dan mulai mengkhayal, "Cewek idamanku itu yang kalem, ramah, dan pasti lembut nggak kaya kamu," imbuhnya menggebu. "Bodo amat! Kamu juga bukan tipe aku. Awas aja kalo kamu sampai ngejar-ngejar aku." Reswara malas berdebat karena waktu istirahat mereka hanya sepuluh menit dan ia ingin segera mendapat keputusan, "Jadi, kamu mau nggak, terima tawaran aku kemarin?" lanjut Reswara bertanya. "Sorry to say no, Reswara Somplak," balas Bumi tegas. "Mimi!" geram Reswara. Ia tidak menyangka kalau Bumi akan menolak tawarannya. Padahal sejak kemarin ia sudah sangat yakin kalau pemuda itu akan menerima tawarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD