7. Sugar Daddy

1142 Words
"Apa kau masih di sana, Sati? Kenapa diam saja? Apa Res ada di sampingmu dan mengancammu?" tanya Ragana bertubi-tubi. Ia pikir putrinya telah membuat kesalahan dan ketika Sati hendak mengatakannya padanya, Reswara berusaha mencegahnya dengan sebuah ancaman. Sontak, Reswara membulatkan matanya mendengar ayahnya berkata seperti itu. Ia lekas merebut ponsel di tangan Sati dan berbicara dengan ayahnya. "Daddy apaan, sih. Siapa juga yang mengancam Sati Eonni?" kata Reswara sewot. "Kalau tidak membuat kesalahan, lalu apa yang membuat Sati menghubungi daddy secara tiba-tiba seperti ini?" "Sebenarnya ... Mmm ... Sebenarnya Res ..." Reswara terlihat ragu-ragu ingin mengatakannya. Ia takut ayahnya akan marah karena baru dua hari masuk sekolah, tetapi sudah membuat masalah. "Sebenarnya apa? Melihat sikapmu yang seperti ini membuat daddy yakin kalau kau sudah membuat masalah." Ia tahu betul seperti apa putrinya. Reswara tidak akan berani mengatakannya, jika memang ia membuat kesalahan. "Tidak. Siapa bilang Res membuat masalah?" elak Reswara. "Sayangnya daddy tidak percaya. Kalau dilihat-lihat, sepertinya kau membuat masalah besar." "Tidak, Daddy. Ini bukan masalah besar, kok. Ini hanya kesalahpahaman saja dan mengharuskan Daddy untuk datang ke sini." "Ya sudah cepat katakan selagi daddy masih di kantor. Kau tahu bukan, kalau Mommy sampai tahu masalah yang kau buat? Bisa-bisa Mommy yang datang sendiri ke sana dan menjemputmu." "Res terkena gosip berpacaran dengan guru. Jadi, besok pagi Daddy ke sini dan bantu Res menyelesaikan masalah ini," balas Reswara dalam satu kali tarikan nafas. "Apa?! Yang benar saja dong, Sayang. Masa iya kau berpacaran dengan guru. Kau itu baru sekolah dua hari, Res. Bagaimana bisa ada gosip semacam itu?" Ragana cukup terkejut mendengar penuturan putrinya. Bagaimana tidak? Selama ini putrinya termasuk salah satu gadis yang pendiam dan belum pernah berpacaran. Dan tiba-tiba, ia mendapat kabar bahwa putrinya berpacaran dengan gurunya. Bukankah itu sangat tidak mungkin? "Makanya Daddy besok ke sini bantu Res jelasin sama kepala sekolah. Kalau tidak, Res bisa dikeluarkan dari sekolah dan Res tidak mau," rengek gadis cantik itu. Jika ia sampai dikeluarkan. Lalu, bagaimana dengan nasib hatinya yang baru muncul tunas-tunas cinta? Yang ada ia langsung patah hati sebelum berjuang. "Ya sudah, nanti sore daddy langsung meluncur ke sana. Jadi biar besok pagi daddy bisa datang tepat waktu." Perjalanan dari kota Heaven ke Desa Neraka menghabiskan waktu paling cepat sekitar delapan jam dan paling lambat sekitar sembilan sampai sepuluh jam. Jadi, ia berencana untuk pergi sekitar pukul lima sampai pukul tujuh setelah selesai bekerja. Untuk masalah istrinya, ia akan mengatakan bahwa ia ada pekerjaan penting yang mengharuskannya pergi ke luar kota. "Ingat! Jangan sampai Mommy tahu karena Res sudah betah sekali tinggal di sini." "Iya, daddy tahu. Ah, apa kau bilang? Res, Res?" Ragana baru menyadari ucapan putrinya. Pria itu benar-benar penasaran dengan apa yang membuat putrinya yang tiba-tiba langsung betah padahal baru dua hari tinggal di desa Neraka. Sementara Reswara, akhirnya gadis cantik itu bisa menghembuskan nafas lega. Ia pikir, sang ayah akan memarahinya karena sebelumnya ia tidak pernah membuat kesalahan apa pun di sekolah lamanya. "Aman 'kan, Nona Bos?" tanya Sati penasaran. "Aman Sati Eonni. Besok pagi Daddy ke sini dan Sati Eonni bisa sekalian bernostalgia sama Daddy," sahut Reswara sambil menyerahkan ponsel itu pada pemiliknya. "Nostalgia apaan?" tanya Sati sambil mengerutkan keningnya. "Bukannya Sati Eonni pernah bilang kalau Daddy cinta pertama yang tak pernah sampai?" tanya Reswara mengingat kisah cinta yang pernah Sati ceritakan padanya dulu. Dulu sebelum Mbok Siti meninggal, Sati sering sekali mengunjungi ibunya ketika sedang libur bekerja. Ketika itu, ia sering menceritakan masa lalunya pada Reswara bahwa ia pernah menyukai Ragana untuk pertama kalinya. "Astaga, Nona Bos! Untung Chang Ho sedang bekerja. Kalau tidak, bisa ngamuk nanti," balas Sati sambil mengusap dadanya. "Siapa bilang?" Reswara mencebikkan bibirnya menunjuk ke arah pintu, "Lova Oppa sudah pulang, tuh," sambungnya. Mendengar ucapan Reswara, sontak Sati langsung menoleh ke belakang. Wanita itu langsung melompat kaget dengan mulut dan manik mata yang terbuka lebar. "Sa-sayang? Kau sudah pulang?" tanya Sati bergegas membenarkan ekspresinya. "Hmmm. Hai, Res, apa kabar?" Pavlova masuk ke dalam sambil menyapa Reswara. "Oppa kenapa? 'Kan sejak kemarin Res tinggal di sini bareng Oppa," bingung Reswara. Pavlova berusaha mengingat-ingat. "Benarkah?" tanya pria itu sambil berlalu masuk ke dalam kamarnya. "Iya, Oppa." Reswara beralih menatap Sati, "Lebih baik Sati Eonni samperin Oppa Lova. Sepertinya otaknya langsung geser setelah mendengar percakapan kita," imbuhnya dengan nada berbisik. "Oke. Nona Bos cepat ganti baju, habis itu makan siang. Sepertinya Sati Eonni tidak akan bisa keluar kamar sampai nanti sore. Jadi jangan cariin Sati Eonni, oke?" balas Sati bergegas beranjak menyusul suaminya ke kamar. *** Keesokan harinya, Reswara berdiri di depan gerbang sekolah. Gadis itu terus saja mengedar pandangan mencari sosok ayahnya yang tak kunjung datang. Tidak sengaja, gadis itu menemukan kaleng bekas minuman dan menendangnya. "Aduh! Siapa yang menendang kaleng bekas ini?" teriak seorang pemuda. Reswara yang merasa pun langsung menunduk seolah ia tidak tahu. Namun sayangnya, sikapnya itu terlihat sangat kentara seolah ia mengakui perbuatannya. "Ini pasti perbuatan kamu 'kan, Res?" Mendengar pertanyaan itu, Reswara langsung mengangkat kepalanya. Kemudian, ia langsung menyangkal, "Apaan, sih. Jangan asal menuduh, Mimi. Memangnya orang di sini cuma aku doang?" "Aku Bumi dan bukan Mimi," sergah Bumi sewot. Bagaimana bisa nama seindah itu diubah menjadi Mimi? Bumi benar-benar tidak habis pikir dengan Reswara yang asal mengganti namanya "Sama aja. Nama kamu 'kan Bumi, jadi Mimi juga bisa," kata Reswara kekeh. Rasanya lebih nyaman dan lebih enak didengar jika ia memanggil Bumi dengan sebutan Mimi. "Res?" geram Bumi sambil menggertakkan giginya. "Iya, iya, Bumi. Ya sudah, aku mau masuk," balas Reswara hendak pergi. "Hehehe, kamu mau ke mana? Tanggung jawab dulu, dong," cegah Bumi sambil mencekal lengan Reswara. "Apaan, sih." Reswara menghempaskan tangan Bumi, "Sudah aku bilang bukan aku," lanjutnya kembali menyangkal. "Di sini tidak ada yang mencurigakan selain kamu. Jadi, minta maaf sekarang atau kamu akan menyesal!" ancam Bumi menggebu. "Kamu berani ngancem-ngancem aku?" Reswara mendorong d**a Bumi dengan jari telunjuknya berkali-kali hingga pemuda itu mundur ke belakang, "Kamu itu udah fitnah aku sama Pak Min dan sekarang berani ngancem-ngancem aku? Ya ampun, Bumi! Kamu pikir aku takut?" imbuhnya menggebu dengan raut menantang. "Siapa juga yang fitnah kamu sama Pak Min. Aku cuma menyebar fakta dan kamu, harus minta maaf sama aku karena udah bikin kepala aku benjol," balas Bumi sambil mendorong bahu Reswara. "Astaga, Bumi, Bumi. Kamu saja belum minta maaf sama aku dan kamu sudah minta aku buat minta maaf." Reswara terlihat sangat frustasi. Gadis cantik itu mengedar pandang dan melihat mobil ayahnya di seberang jalan, "Oke, aku minta maaf karena udah nendang kaleng itu dan kena kepala kamu. Bye," sambung Reswara. Jika ia tidak meminta maaf saat itu juga, ia tidak yakin Bumi akan melepaskannya. Jadi, dengan sangat terpaksa ia meminta maaf dan bergegas menjauh. "Hai, Sugar Daddy," sapa Reswara pada ayahnya dengan suara lantang. Sontak, seluruh siswa yang ada di sana menoleh ke arah Reswara dan Ragana bergantian. Sepertinya, dalam hitungan detik seluruh isi sekolah akan menyebut Reswara sebagai sugar baby.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD