3. Nanti Malam Kita Kencan, Yuk!

1068 Words
"Ah elah, Pak Min," sungut Reswara kecewa sandiwaranya telah diketahui. "Jangan mengeluh!" protes Mintaka. "Ya udah, iya. Pak Min nggak asik banget deh," sungut Reswara kecewa. Ia lekas menjauhkan tubuhnya dari Mintaka. Merapikan pakaian dan rambutnya yang sama sekali tidak berantakan. Setidaknya, ia harus memastikan penampilannya agar tetap rapi dan cantik. Apalagi kalau di depan pujaan hatinya si Min-min tampan. Ia harus terlihat sempurna dan tidak boleh terlihat kurang sedikitpun. "Pak Min? Nanti malam kita kencan, yuk!" Reswara berjalan sejajar mengikuti Mintaka. "Jangan bercanda Res!" protes Mintaka. Mana ada murid yang mengajak gurunya berkencan secara terang-terangan seperti itu? Jika ada, mungkin hanya Reswara seorang. Jika ada, mungkin satu banding seribu. "Saya serius, Pak. Bahkan sejak pertama kali saya menginjakkan kaki saya di sekolah ini, saya sudah sangat serius," jelas Reswara menatap Mintaka sendu. "Terserah kau saja mau bilang apa. Lebih baik kau pergi makan siang sebelum waktu istirahat habis," ujar Mintaka malas. "Oke. Sampai jumpa nanti malam, Pak Min," balas Reswara mengedipkan sebelah matanya dan pergi. "Mimpi apa aku semalam? Kenapa aku harus bertemu dengan murid seperti Reswara?" gumam Mintaka sambil menatap punggung gadis itu yang kian menjauh. Akhirnya, ia berbalik dan berjalan hendak kembali menuju ruangannya. Namun belum ada lima langkah, ia mendengar suara sepatu yang diadu dengan lantai. Dengan nafas yang tersengal, Reswara berdiri tepat di hadapan Mintaka. Gadis itu berusaha mengatur nafasnya sambil membungkukkan badannya. Kedua tangannya pun diletakkan di kedua lututnya. "Ngosh ... Ngosh ... Ngosh!" Nafas Reswara terdengar sangat memburu seperti ada seseorang yang mengejarnya. "Astaga, Tuhan! Ada apa lagi, sih, Res?" tanya Mintaka sewot. "Anu, Pa." Reswara berkata dengan nafas yang terputus-putus. Apalagi ketika ia berlari hampir terjatuh karena menginjak tali sepatunya yang terlepas. "Anu-anu apa? Bicara yang jelas," ketus Mintaka. Ia merasa hidupnya tidak akan bisa tenang lagi, semenjak kemunculan Reswara di dalam kehidupannya. Mungkin sekedar untuk bernafas saja ia akan kesulitan. "Itu, Pak ... Mmm ... Anu, saya tidak tahu di mana letak kantin," jawab Reswara dengan suara yang terdengar sedikit terburu-buru. "Kamu tanya saja sama murid lain." Mintaka tidak ada niatan untuk mengantar gadis itu ke kantin. "Mana ada murid lain di sini selain saya," sanggah Reswara sambil menatap sekitar. "Ada. Masa tidak ada, sih. Kamu tanya saja pada me-re-ka," ujar Mintaka sambil menoleh ke samping. Pria itu mengedarkan pandangannya dan tidak mendapati seorang murid pun di sana. Itu artinya, ia sendiri yang harus mengantar gadis itu ke kantin. "Benar 'kan apa kata saya. Udah, lebih baik Pak Min saja yang antar saya." Reswara menarik tangan Mintaka dan menariknya sambil berjalan. "Lepasin tangan saya!" seru Mintaka dingin. "Iya, iya, ini saya lepas. Makanya ayo antar saya. Memangnya Pak Min tidak dengar, kalau cacing-cacing di perut saya sudah pada demo?" Gadis itu mengusap perutnya dengan gerakan memutar. "Mana ada cacing demo," ujar Mintaka menahan senyumnya. "Yah, Pak Min malah senyum-senyum nggak percaya. Nih, coba aja dengerin," balas Reswara menarik tangan Mintaka dan hendak mengarahkannya ke perut. Namun, pria itu bergegas menariknya sebelum tangannya menyentuh perut Reswara. Jika tangannya sampai menyentuh perut Reswara dan ada orang lain yang melihatnya. Mungkin, akan ada desas-desus miring yang beredar tentang mereka. Apalagi sekolah itu terkenal dengan sebutan si mulut besar. Jadi, satu kali ada yang menyebarkan informasi, maka seluruh isi sekolah akan tahu dalam hitungan menit. "Apa yang kamu lakukan, Res?" tanya Mintaka dipenuhi dengan keterkejutan. "Apanya, Pak Min?" tanya Reswara malas. "Jangan melakukan sesuatu yang akan membuat heboh satu sekolah," kata pria itu dingin. Meskipun gadis itu membuat kehebohan. Hal itu tidak akan menjadi masalah baginya. Namun yang membuatnya merasa menjadi masalah yaitu, jika gadis itu membuat kehebohan dengannya. Ia paling tidak suka ada orang yang membicarakannya, terutama tentang hal buruk. Ia juga lebih suka ketenangan daripada gadis tidak tahu malu yang tidak bisa diam seperti Reswara. "Misalnya seperti apa, Pak?" tanya Reswara benar-benar tidak tahu. "Pokoknya, kamu tidak boleh dekat-dekat dengan saya. Saya tidak ingin ada gosip miring apa pun tentang kita. Kamu tahu? Di sekolah ini banyak CCTV berjalan. Jadi, dalam sekejap mata gosip akan tersebar menyeluruh ke setiap sudut sekolah ini. Apa kamu mengerti?" Reswara menyentuh dagunya sambil menganggukkan kepalanya, mendengar setiap kata demi kata yang Mintaka lontarkan. Ia mengerti maksud pria itu dan bermaksud untuk mengatakan sesuatu setelah pria itu selesai berbicara. "Iya, saya mengerti, Pak." Gadis ini menganggukkan kepalanya tanda mengerti, "Jadi misalnya saya bilang, kalau saya menyukai dan ingin menjadi mempelai wanita, Pak Min. Apa semua orang di sekolah ini akan tahu?" sambung Reswara membuat guru BK itu terbelalak. Mendengar ucapan Reswara, sontak Mintaka langsung membekap mulut gadis itu menggunakan tangannya. Kemudian, ia langsung mengedarkan pandangan sekedar untuk memeriksa situasi sekitar. Pria itu menghela nafas lega setelah memastikan tidak ada orang lain di sana selain dirinya dan Reswara. Pasalnya, gadis itu sengaja mengeraskan volume suaranya agar ada orang lain yang mendengarnya. Ia penasaran dengan seberapa pandainya CCTV berjalan yang Mintaka maksud. Apakah apa yang ia katakan Barusan akan langsung menyebar ke seluruh sekolah atau tidak. "Astaga, Res! Kamu ini apa-apaan, sih. Kalau sampai ada yang lihat dan dengar bagaimana?" kesal Mintaka. "Ya udah, biarin aja mereka semua tahu. Toh, apa yang mereka dengar dan mereka sebarkan memang benar. Pak Min aja yang tidak mau percaya samabkata-kata saya," sanggah Reswara malas. Ia sama sekali tidak takut jika gosip tentang perasaannya terhadap Mintaka tersebar luas di sekolah. Justru, ia akan merasa sangat bersyukur karena tanpa menggunakan pengeras suara apa pun semua orang sudah tahu dan sudah mendengarnya. Jadi, ia tidak perlu menggembar-gemborkan bahwa ia menyukai Mintaka dan tidak boleh ada wanita lain yang boleh menyukai pria itu. "Masalahnya tidak sesederhana itu, Reswara Ragana Candramawa. Di sekolah ini, ada aturan di mana guru tidak boleh menyukai muridnya, begitu pula dengan sebaliknya. Apalagi kalau sampai menjalin hubungan," ujar Mintaka menjelaskan. Berharap gadis itu akan mengerti dan berhenti mengatakan bahwa gadis itu menyukainya. "Oh gitu, tapi kenapa? Namanya perasaan, namanya cinta, mana kita tahu akan berlabuh di mana. Memangnya salah kalau hati ini ingin berlabuh di hati, Pak Min?" Reswara menatap Mintaka polos. "Astaga, Reswara! Dengan cara apa aku menjelaskannya padamu? Berhenti berbicara seperti itu! Jangan membuat masalah yang tidak seharusnya terjadi." Mintaka meraup wajahnya kasar. Ia benar-benar frustasi menghadapi sikap Reswara yang menurutnya sangat konyol. "Ehem! Permisi, Pak Min," ujar salah seorang siswa yang diketahui memiliki nama Bumi. Sontak, tubuh Mintaka membeku. Ia melihat sorot mata Bumi padanya sangat tidak biasa. "Mampus kamu, Pak Min. Aku sudah merekam semuanya dan besok pagi seluruh isi sekolah akan tahu," batin Bumi tersenyum menyeringai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD