4. Jangan Bohong!

1065 Words
"Awas, Res!" teriak Mintaka mendapati Reswara hampir jatuh terjungkal karena menginjak tali sepatunya sendiri. Ketika sedang olahraga di lapangan, tidak sengaja manik matanya menangkap sosok Mintaka yang melintas. Kemudian, ia langsung meminta izin pada guru olahraga bahwa ia ingin pergi ke toilet. Gadis itu berlarian sambil memanggil-manggil Mintaka. Tepat dua meter menjelang sampai, Mintaka menoleh ke belakang dan mendapati Reswara hampir jatuh terjungkal. Sontak, ia bergegas melompat menangkap tubuh gadis itu sebelum mendarat di lantai yang dingin. "Terima kasih, Pak," ujar Reswara setelah Mintaka membantunya ketika hampir terjatuh. Ia memeluk tubuh pria itu sambil tersenyum nyaman. Sang empu merasakan ada yang tidak beres dan bergegas melepaskan diri dan beranjak berdiri tegap. "Tidak perlu. Lain kali, ikat tali sepatumu dengan benar," peringat Mintaka. "Saya tidak bisa mengikat tali sepatu, Pak," balas Reswara tersenyum malu. Ia pikir, mana ada orang sepertinya yang tidak bisa melakukan hal sepele seperti itu. "Jangan bohong! Kamu pikir, saya akan percaya begitu saja dan mau membantumu mengikat tali sepatumu? Saya tidak akan tertipu, Res," ujar Mintaka berpikir bahwa Reswara hanya modus dengannya. Padahal, gadis itu sudah berkata jujur tentang kekurangannya itu. Ia bisa menebak pikiran Reswara yang melayang ala-ala drama Korea di mana seorang pria memasangkan tali sepatu pada kekasihnya. Reswara memang dilahirkan dari keluarga kaya raya. Segala sesuatunya selalu terpenuhi sejak ia lahir. Kecerdasannya pun melebihi orang-orang seusianya. Semua benar-benar terlihat sempurna di mata orang lain. Akan tetapi, ada satu hal yang tidak orang lain ketahui. Gadis itu memiliki sebuah kekurangan yaitu tidak bisa mengikat tali sepatu. Padahal, hal itu merupakan hal sederhana yang sangat mudah dilakukan bagi orang lain. "Pak Min apaan, sih? Memangnya Bapak pikir saya berbohong?" Reswara terlihat sangat kecewa melihat respon yang Mintaka tunjukkan. "Kalau memang kamu tidak bisa mengikat tali sepatu. Kenapa memakai sepatu jenis tali? Kenapa tidak memakai sepatu model lain saja yang tidak menggunakan tali?" sanggah Mintaka balas bertanya. "Ceritanya panjang, Sayang," ujar Reswara sambil menghela nafas panjang. "Res," geram Mintaka. "Iya, iya. Bercanda kali, Pak. Kenapa, sih, Pak Min tidak bisa santai sedikit? Selalu saja dingin seperti ini. Pasti pernah disakiti, yah? Pak Min tenang saja, saya orangnya setia sehidup semati. Jadi, Pak Min tidak perlu khawatir," cerocos Reswara tanpa melihat ekspresi yang Mintaka tunjukkan. "Kamu bisa diam tidak?" protes Mintaka sambil mendaratkan jari telunjuknya di bibir Reswara. "Astaga, Pak Min! Coba bukan jari yang ditempelkan di bibir saya, tapi bibir Pak Min. Pasti saya akan langsung diam," sanggah Reswara tersenyum malu. Mintaka menghela nafas kasar sebelum akhirnya berbalik meninggalkan Reswara. Ia merasa percuma berbicara dengan murid sengkleknya itu. Apa pun yang akan ia katakan tidak akan mempan. Jadi, pergi adalah pilihan terbaik baginya. "Pak Min, kok, pergi, sih? 'Kan pembicaraan kita belum selesai." Reswara buru-buru mengejar Mintaka dan mensejajarkan langkahnya. Gadis itu tersenyum dan menoleh ke samping sambil mengangkat pandangan. Tinggi badannya cukup menggangu karena jauh lebih pendek jika beriringan dengan Mintaka. Tinggi badan Reswara sekitar seratus enam puluh lima sentimeter dan tinggi badan Mintaka sekitar seratus delapan puluh lima sentimeter. Jadi, perbedaan tinggi badan mereka sekitar dua puluh sentimeter. "Kembalilah! Sudahi kekonyolanmu hari ini, Res," ujar Mintaka setelah menarik nafas panjang. "Itu artinya, saya boleh melakukannya lagi di lain hari. Benar begitu, Pak Min?" Reswara melompat dan berdiri tepat di hadapan Mintaka. Sontak, pria itu langsung berhenti mendadak dan dadanya membentur wajah gadis itu. "Ya ampun! Pak Min pakai parfum apa, sih? Kenapa wanginya membuatku merasa seperti jatuh ke dalam pelukan hangat Pak Min?" bisik Reswara dalam kondisi manik mata yang terpejam dan hidung yang terus mencium aroma parfum itu. Mintaka memundurkan langkahnya. "Kenapa bengong?" tanyanya sambil menggoyang tangannya di depan wajah gadis itu. "Ah, tidak." Reswara tersenyum sambil menggerakkan tubuhnya malu-malu, " Berarti boleh 'kan di lain hari saya goda-gidain, Pak Min?" "Tidak boleh," tolak Mintaka tegas. "Loh! Kenapa tidak boleh?" tanya Reswara kecewa. "Saya ini guru kamu dan kamu itu murid saya. Jadi, tidak sepantasnya seorang murid menggoda gurunya. Paham?" jelas Mintaka menggebu. "Tidak, Pak Min. Ini soal hati dan tidak bisa disuruh berhenti begitu saja. Kalau saya bilang mau jadi mempelai wanita, Bapak. Itu artinya Pak Min harus menjadi mempelai pria saya. Mau bagaimana pendapat Pak Min, saya tidak peduli. Namun, meskipun Pak Min calon mempelai pria saya. Saya harus meminta maaf karena saya tidak bisa menjadikan Bapak yang pertama. Karena sebesar apa pun keinginan saya mewujudkan cita-cita saya untuk menikah muda dengan Pak Min. Tetap yang nomor satu adalah pendidikan. Pendidikan akan ada di urutan pertama. Tentu saja karena saya tidak ingin membuat kedua orang tua saya kecewa. Dan, maaf karena saya harus menempatkan Bapak pada posisi kedua karena keinginan saya tidak lebih penting daripada kebahagiaan kedua orang tua saya." Reswara berbicara dengan raut yang terlihat sangat serius. Mulutnya tidak berhenti berkata-kata seolah sedang membaca dongeng. Telinga Mintaka terasa berdenging mendengar celotehan Reswara yang sangat panjang, lebar, dan tinggi. Akan tetapi, ia cukup terkesan mendengar gadis itu lebih mementingkan pendidikannya dibandingkan kesenangannya. "Hei, Pak Min! Kenapa malah melamun? Pak Min tidak marah karena saya jadikan sebagai yang kedua, 'kan?" tanya Reswara sambil menggoyang tangan pria itu. "Kau bicara apa? Mana mungkin saya marah? Bahkan tidak ada dalam urutan sekalipun, saya tidak akan pernah marah. Justru saya akan merasa sangat bersyukur," timpal Mintaka sedikit terkejut dari lamunannya. "Ya ampun, Pak Min. Tolong, yah. Jangan membohongi hati Pak Min sendiri. Tidak baik loh, berpura-pura tidak suka padahal suka. Nanti kalau ada cowok lain yang suka sama Res baru tahu rasa," sergah Reswara tersenyum smirk sambil menyenggol lengan pria itu. "Terserah kamu sajalah mau bicara apa, saya tidak peduli," sergah Mintaka kelelahan menghadapi tingkah konyol Reswara. Bertahun-tahun mengajar di sekolah itu dan baru pertama kalinya Mintaka mendapat murid seperti Reswara. Entah itu sebuah keajaiban dunia atau justru sebaliknya. "Ya sudah. Untuk hari ini, cukup sampai di sini saja. Takutnya malah Pak Min tidak kuat, terus buru-buru mau nikahin saya lagi. Bisa gawat 'kan. Kalau begitu, sampai jumpa besok, Pak Min," ujar Reswara tersenyum geli. Gadis itu langsung berlari melewati Mintaka dan pergi ke arah lapangan. Namun baru beberapa langkah ia sudah kembali jatuh terjungkal. Entah sudah berapa kali ia terjatuh hari ini. Padahal, waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi. "Dasar sepatu sialan!" umpat Reswara kesal. Setelah kembali, ia tidak mendapati teman sekelasnya di lapangan. Mungkin, jam pelajaran olahraga sudah habis. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke kelas untuk mengambil seragam dan mengganti baju. Namun baru sampai di depan pintu, ia mendapati semua teman sekelasnya berbisik sambil menatap tajam ke arahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD