14. Ya Ampun, Mimi!

1136 Words
"Hai, Res," sapa Bumi. Mendengar sapaan seseorang yang terdengar akrab membuat Reswara menoleh ke belakang. Namun sayangnya, ia tidak mendapati seseorang itu. Ia mengedarkan pandangan mencari Bumi yang ia pikir baru saja menyapanya. "Kamu nyari siapa, Res?" tanya Bumi melihat sikap Reswara. "Mimi? Kamu Mimi?" tanya Reswara terbelalak. Gadis itu benar-benar terkejut melihat penampilan Bumi saat ini. Rambut yang dipotong pendek dengan gaya haircut ala oppa-oppa Korea. Pakaian yang sangat rapi dan terlihat baru. Apalagi dengan seragam yang dimasukkan ke dalam celana dan memakai ikat pinggang. Kali ini Bumi terlihat sangat sempurna, benar-benar terlihat sangat tampan. "Ya iyalah, emang siapa lagi," balas Bumi sambil tersenyum canggung. Ia pikir, apa ia terlihat sangat berbeda sampai-sampai Reswara tidak mengenalinya. Kemarin setelah pulang sekolah, Bumi langsung pergi memotong rambut. Hampir satu jam pria itu memilih gaya rambut. Tadinya ia ingin memakai gaya rambut pomade, tetapi ia merasa lebih cocok memakai gaya rambut haircut. Jadi, ia memilih gaya rambut itu dan berharap Reswara akan menyukainya. Setelah potong rambut, ia langsung pergi ke toko seragam. Ia membeli seragam baru karena seragam lamanya sudah berlubang di bagian lututnya. Tentu saja karena ia sengaja melubanginya. "Ya ampun, Mimi! Kamu ganteng banget, udah kayak Kim Min Kyu," puji Reswara sambil berjalan mengelilingi Bumi dengan menatap pemuda itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Masa, sih?" Bumi tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya, Mi." Reswara mengangguk mantap dengan sudut mata yang mulai mengecil karena tersenyum, "Tuh 'kan aku bilang juga apa. Kamu tuh ganteng, cuman karena penampilan kamu aja yang awut-awutan," lanjutnya bersemangat. "Iya, makasih," balas Bumi masih tersipu malu. "Fix kalo Bumi suka sama kamu." Tiba-tiba, suara Ester kemarin terngiang-ngiang di kepala Reswara. Gadis itu lekas menatap Bumi dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. "Apa bener Mimi suka sama aku?" batin Reswara bertanya-tanya. *** "Jangan ngaco deh kamu, Es. Mana mungkin Bumi suka sama aku," kata Reswara tidak percaya. "Lah, itu buktinya. Cowok yang biasanya ugal-ugalan, dingin, kasar, cuek, dan tiba-tiba peduli gitu sama kamu. Fix ini, sih, Res," sanggah Ester menggebu. "Masa iya cuman gara-gara roti sama minuman Mimi dibilang suka sama aku." Reswara mencebikkan bibirnya tidak percaya. "Kalo kamu ngga percaya, coba kamu uji," kata Ester menyarankan. "Uji gimana maksud kamu?" Gadis polos yang belum pernah berpacaran ini mengerutkan keningnya tidak paham. "Jadi gini, Bumi 'kan tiap hari terlambat. Nah, kamu bilang sama Bumi biar dia nggak telat lagi kalo sekolah. Kalo misal dia nurutin apa kata kamu, itu artinya dia suka sama kamu," jelas Ester panjang lebar. Gadis itu pikir, seseorang akan menuruti apa pun keinginan seseorang yang disukai. Sama halnya dengan Reswara yang rela melakukan apa pun demi mengejar cinta Mintaka. "Oh gitu, tapi Es. Tadi aku sempet bilang sama Mimi buat potong rambut, pake baju yang rapi, dan berhenti merokok. Jadi kalo misal dia nurutin kata-kata aku, berarti dia suka sama aku. Gitu?" tanya Reswara mengingat kejadian di ruang kesehatan. "Ya, betul. Pokoknya kalo Bumi nurutin kata-kata kamu itu artinya dia suka sama kamu," balas Ester yakin. Reswara melirik sekilas ke belakang di mana Bumi berada. Ia penasaran apakah Bumi akan mendengarkan kata-katanya atau tidak. *** "Kamu kenapa Res, kok, malah bengok begini, sih?" tanya Bumi sambil mengayunkan tangannya di depan wajah Reswara. "Ah, nggak. Aku nggak papa, kok." Reswara cukup terkejut dan tersenyum canggung, "Ngomong-ngomong, ini apa? Gitar?" tanya Reswara sambil menyentuh tas besar di punggung Bumi. "Iya, gitar," sahut Bumi. "Emang kamu bisa main gitar?" tanya Reswara tidak yakin. "Bisa dong. Ngapain aku bawa gitar kalo nggak bisa maininnya," balas Bumi sambil melangkah ke depan. "Waaah ... Boleh dong nanti kita nyanyi-nyanyi bareng. Udah lama aku nggak nyanyi diiringi gitar," ujar Reswara bersemangat. Biasanya ketika di rumah, ia dan kedua adiknya akan menghabiskan waktu luang dengan bernyanyi dan bermain gitar. Dan setelah ia pindah ke desa, ia mulai merindukan kebiasaan itu. "Boleh banget dong, Res. Nanti istirahat makan siang kita nyanyi-nyanyi sambil makan. Oke?" balas Bumi tidak kalah semangatnya. "Oke." Mereka berdua melanjutkan langkahnya menyusuri koridor sekolah. Beberapa siswi yang berpapasan atau melihat di kelas mereka mulai terpana dengan ketampanan Bumi. "Dia siapa? Anak baru, ya?" "Ganteng banget." "Kok, aku baru liat ada cowok seganteng dan sekeren itu, ya. Apa jangan-jangan anak pindahan?" Banyak anak perempuan yang saling berbisik memuji ketampanan Bumi. Mereka sama sekali tidak mengenali wajah anak laki-laki pembuat onar itu yang berubah drastis. "Kayaknya banyak yang naksir sama kamu tuh, Mi," celetuk Reswara. "Suka apanya? Mereka itu cuman nggak nyangka aja sama penampilan aku sekarang," sanggah Bumi. "Yeee ... Dibilangin malah nggak percaya," ujar Reswara melirik sinis pemuda itu. Andai di hatinya tidak terpatri nama Mintaka. Mungkinkah Reswara akan menyukai Bumi yang setampan ini? Bumi hanya nyengir kuda dan berjalan melewati Reswara. Ia duduk di kursinya sambil menatap punggung gadis itu sambil tersenyum lembut. Tidak lama kemudian, salah satu teman gerombolan Bumi, Enggar datang. "Bumi? Ini kamu?" tanya pemuda itu sambil mengucek matanya. "Nggak usah lebay," balas Bumi malas. Enggar mengganggu pemandangan Bumi yang sedang menatap punggung Reswara. Bumi mendorong sedikit agar Enggar tidak menghalangi pandangannya lagi. "Gila, keren banget kamu sekarang. Kamu juga udah nggak telat lagi," puji Enggar sambil duduk. "Udah jangan berisik. Pokonya mulai sekarang aku nggak akan telat lagi," timpal Bumi benar-benar merasa terganggu dengan kedatangan temannya. Kebetulan, guru pembimbing sudah datang. Jadi, mau tidak mau Bumi harus fokus. Ya, meskipun lagi-lagi Enggar dikejutkan dengan perubahan sahabatnya karena biasanya Bumi hanya tidur sepanjang kelas berlangsung. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa dan akan menebaknya nanti. Lima jam kemudian, istirahat makan siang tiba. Bumi membawa gitar dan tasnya sambil menarik tangan Reswara. "Kamu mau bawa aku ke mana, sih, Mi?" tanya Reswara dengan dahi yang berkerut. "Ke saung belakang. Katanya kamu mau nyanyi sambil diiringi gitar," sahut Bumi tanpa berencana untuk melepaskan tangan Reswara. "Tapi aku laper, Mi. Aku mau makan siang dulu di kantin," kata Reswara. "Tenang aja. Aku bawa bekal banyak, kok, buat kita," sanggah Bumi sambil menepuk tasnya. Reswara pun mengangguk dan beberapa langkah kemudian mereka sampai. Bumi membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa kotak bekal. Ada nasi, daging sapi teriaki, capcay, dan botol minum. "Hehehe." Reswara terkekeh mendengar suara perut yang keroncongan. Sedangkan Bumi hanya menggeleng pelan. Mereka berdua mulai menikmati makan siang mereka. Reswara dengan lahap memakan makanannya sampai nasi Bumi pun dilahap. Sang empu tidak merasa keberatan sama sekali dan justru merasa senang. "Jadi, kamu jadi nyanyi nggak, Res?" tanya Bumi setelah merapikan bekas makanan mereka. Reswara mengangguk sambil menekan air minum. "Jadi dong, Mi, masa nggak," sanggah Reswara bersemangat. Bumi mengangguk-angguk dan meraih gitar. Pemuda itu mulai memetik senar gitarnya dan bertanya, "Mau nyanyi lagu apa?" "Soundtrack kartun Shinchan kamu bisa nggak?" "Bisa," sahut Bumi langsung memetik gitarnya dan Reswara pun mulai bernyanyi. Mereka berdua tidak sadar bahwa sejak mereka keluar dari kelas ada seseorang yang mengikuti dan memperhatikan mereka sampai sekarang. "Kenapa Res sama Bumi jadi Deket begitu?" lirih Mintaka bertanya-tanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD