13. Bumi Suka Sama Kamu

1032 Words
Reswara menoleh ke arah ranjang di belakang Bumi. Ia berpikir sejenak dan baru mengingat kejadian di mana Mintaka mengembalikan bekal yang ia berikan. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan, tetapi lekas menghilang dan berubah biasa saja. "Ya, makan aja. Lagian yang dikasih juga nggak mau," balas Reswara mengangguk. "Udah nggak usah dipikirin. Pak Min emang nggak menghargai bekal pemberian kamu, tapi aku dengan senang hati menghargainya," kata Bumi berusaha menghibur. "Makasih," balas Reswara memahami maksud ucapan Bumi. "Sama-sama. Aku juga makasih," kata Bumi sambil menunjukkan kotak bekal yang telah ia ambil di tote bag. Gadis itu hanya menghela nafas sambil menatap Bumi. Meski kecewa, tetapi setidaknya masih ada yang mau menghargai niat baiknya. Ya, meskipun orang itu adalah Bumi dan bukan Mintaka. "Kalo dilihat-lihat, kamu itu ganteng loh, Mi," celetuk Reswara setelah beberapa saat memperhatikan Bumi yang sedang sibuk makan. Mendengar ucapan Reswara sontak membuat leher Bumi terasa kering bertepatan dengan ia menelan makanan. Pemuda itu menelan dengan susah payah sambil memukul-mukul dadanya. "Kenapa Mi? Keselek?" tanya Reswara beranjak turun. Bumi menggeleng dengan tangan yang masih menepuk-nepuk dadanya. "Air. Aku haus mau minum." "Sebentar." Reswara lekas mengambil air dan kembali dalam sekejap, "Ini," imbuhnya sambil menyodorkan segelas air. Pemuda itu langsung meraihnya dan meneguknya hingga habis. Kemudian, ia menatap canggung ke arah Reswara. "Kamu serius bilang aku ganteng?" tanya Bumi kemudian. "Ya, seriuslah masa bohong. Coba kamu cukur rambut gondrong kamu ini." Gadis itu menyentuh dan sedikit menarik rambut panjang Bumi, "Abis itu pake baju yang rapi dan jangan merokok. Lihat! Bibir kamu udah mulai menggelap," imbuh Reswara dengan sangat detail. Penampilan Bumi memang terlihat seperti seorang berandalan. Rambut panjang, baju berantakan, bibir yang mulai menghitam. Hal itu terjadi karena sejak kelas satu pemuda itu sudah mulai merokok. "Masa, sih?" Bumi menyentuh rambutnya dan berganti menyentuh bibirnya. "Masa-masa. Liat sendiri, nih, kalo nggak percaya!" Reswara membuka aplikasi kamera di ponselnya dan mengarahkannya pada Bumi, "Aku saranin buat berhenti merokok karena cewek nggak suka cowok perokok," sambung gadis itu. "Kalo kamu, nggak suka juga?" tanya Bumi sedikit ragu. Untuk apa ia bertanya seperti itu? Apa ia menyukai Reswara makanya ingin tahu? "Ya iyalah, masa nggak. Semua pria di keluarga aku nggak ada satu pun yang merokok. Jadi, aku pengen punya suami yang nggak merokok juga. Contohnya kayak Pak Min yang bibirnya merah merona badai," jelas Reswara panjang lebar dengan raut bersinar. Pokoknya setiap kali mengingat Mintaka perasaannya langsung berubah. Di keluarganya, dari kakek, ayah, dan pamannya tidak ada yang merokok. Bahkan kedua adiknya yang saat ini menginjak kelas satu menengah atas pun tidak ada yang merokok. "Oh gitu. Oke, aku ngerti." Bumi mengangguk-angguk sambil membuat keputusan, "Mulai hari ini aku bakal berhenti merokok," imbuhnya dalam hati. "Bagus. Emang kamu harus ngerti. Kalo nggak ngerti, dijamin nggak bakal ada cewek yang mau sama kamu," ujar Reswara yakin. "Aku tahu. Ngomong-ngomong, kamu nggak makan Res?" Bumi merasa tidak enak karena bekal hampir habis dan semuanya ia lahap. "Nggak. Nafsu makan aku udah hilang, Mi." Reswara menggeleng sambil menghela nafas berat. "Ya udah kita ke kelas, yuk! Sebentar lagi waktu istirahat abis," ajak Bumi. "Iya, ayo," balas Reswara sambil bersiap. Bumi merapikan kotak bekal dan memasukkannya ke dalam tote bag. Kemudian, ia menyerahkannya pada Reswara sambil mengucapkan kata terimakasih. "Hidung kamu udah nggak sakit lagi 'kan, Res?" tanya Bumi perhatian. "Udah nggak, kok," sahut Reswara sambil menyentuh dan sedikit menekan hidungnya. Mereka berjalan menuju kelas dan sepanjang jalan sudah banyak anak-anak yang berjalan menuju kelas mereka. Sampai di depan kelas, Bumi meminta agar Reswara masuk lebih dulu. Kemudian, ia berlari menjauh entah ke mana. "Bumi kenapa Res, kok, lari-larian?" tanya Ester sambil menyentuh bahu Reswara membuat sang empu berjengit kaget. "Nggak tau," sahut Reswara sambil mengedikkan bahunya. "Tadi kamu makan sama Bumi?" tanya Ester penasaran. Pasalnya, ia melihat dari kejauhan mereka jalan berdua. "Nggak, kok, dia makan sendiri," balas Reswara. Bumi memang makan di ruangan yang sama dengannya, tetapi ia tidak makan berdua. Hanya Bumi saja yang makan dan memakan habis bekalnya. Jadi, ia tidak berbohong karena kenyataannya memang seperti itu. "Es?" panggil Reswara. "Kenapa?" tanya Ester sambil mengerutkan keningnya. Mereka berjalan masuk ke dalam kelas dan duduk di kursi mereka masing-masing. "Kalo kata aku, apa yang kamu omongin tentang Bumi nggak bener deh," kata Reswara setelah melihat sikap dan perhatian Bumi tadi. "Nggak bener gimana?" tanya Ester semakin mengerutkan keningnya dalam-dalam. "Selamat siang anak-anak," kata guru pembimbing membuat semua murid mengalihkan perhatian padanya dan tidak terkecuali dengan Reswara juga Ester. "Bumi ke mana, sih? Udah ada guru, tapi belom balik juga," batin Reswara. Akhirnya, pelajaran pun di mulai. Reswara membuka tas dan mengeluarkan buku pelajaran beserta alat tulis. Kemudian, ia mulai fokus dengan apa yang guru pembimbing jelaskan. Namun tidak lama kemudian, Bumi datang dan meminta maaf pada guru pembimbing karena terlambat masuk. "Ini buat kamu, Res, buat ganjel perut," kata Bumi sambil menyodorkan botol air mineral beserta tiga bungkus roti. "Jadi kamu terlambat cuman buat beli ini?" tanya Reswara yang kemudian mendapat balasan cengiran kuda dari Bumi. Sementara Ester hanya melongo tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang Bumi menjadi perhatian seperti itu? Padahal biasanya pemuda itu selalu bersikap dingin pada siapa pun. "Oh, iya. Itu rotinya ada tiga rasa. Coklat, keju, sama s**u. Aku takut kamu ngga suka jadi beli tiga rasa," ujar Bumi menjelaskan. "O-oke, makasih," balas Reswara sambil menyentuh roti. "Sama-sama." Bumi lekas berjalan ke arah tempat duduknya. "Woy! Kenapa mangap aja? Awas nanti ada lalat masuk!" kata Reswara sambil mengatupkan mulut Ester yang terbuka lebar. Gadis itu hanya menggeleng heran melihat sikap teman sebangkunya. Seolah melihat hal yang sangat luar biasa sampai-sampai terpana seperti itu. "Gila! Ini nyata, Res?" tanya Ester tidak percaya. Ia sampai mencubit pipinya sendiri untuk memastikan dan memekik kesakitan. "Apanya?" Reswara balik bertanya karena tidak mengerti maksud pertanyaan Ester. "Bumi beliin kamu roti sama minuman. Aku nggak lagi mimpi 'kan?" Ester masih tidak percaya dan menganggap kejadian itu hanya mimpi belaka. "Apaan, sih, Es. Kamu ini kayak nggak pernah liat Bumi beliin sesuatu aja buat orang lain," sanggah Reswara. "Bumi emang nggak pernah beliin orang lain makanan, Res. Boro-boro beliin, mau dideketin aja udah langsung dipelototi. Fix ini, sih," balas Ester sambil menggeleng tidak percaya. "Fix apa, Es?" tanya Reswara sambil menatap Ester lekat. "Fix kalo Bumi suka sama kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD